Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pitutur Gelas Kopi dan Sepasang Sepatu

30 Juni 2024   15:57 Diperbarui: 30 Juni 2024   17:36 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keanehan apa lagi ini? Pikir pria itu. Sambil menyadari bahwa suasana bukit begitu gelap dan hatinya pun sedang gelap, maka ia putuskan untuk menyalakan kembali rokoknya dan menyambut obrolan dengan sepasang sepatu aneh itu.

" Kau sudah dengar ceritaku kepada gelas kopi tadi?"

" Tentu sudah. Sekarang apa kau mau nasihatku? "

" Aku bingung. Perasaanku padanya belum juga tuntas. Apa yang harus kulakukan? Dapatkah kau bantu hilangkan perasaan cinta ini?"

" Kau adalah yang paling bertanggung jawab atas perasaanmu sendiri. Lihatlah, telapak kakimu akan selalu kepanasan jika kau tidak melepaskan kami bukan? Kau hendak menjaga kakimu dengan sepatu, namun ini justru melukai kakimu karena ukurannya sudah tidak sesuai."

" Kalian ini sebenarnya sepatu atau filsuf ? " 

Pria itu mulai tertarik menyimak dalam-dalam tuturan dari sepasang sepatu miliknya. Gumpalan asap rokok dari bibirnya mengepul ke udara. 

" Kau cukup dewasa untuk memaknai ini. Lagi pula ini sebenarnya bukan tentang sepatu! Tapi ukuran. Kau terlalu memaksakan. Coba kau ingat-ingat, ikatan tali sepatumu tadi terlalu erat, kurang longgar sehingga membuat kakimu kepanasan dan luka. Sebagai sepatu pun aku juga enggan terlalu lama di kakimu."

Sementara sepasang sepatu terus berceramah, tiba-tiba di langit muncul kilat. Terdengar gelegar petir sambar-menyambar. Air hujan pun jatuh bertubi-tubi. Pria itu berlari menghindari hujan, hendak menuruni bukit. Namun  tiba-tiba  petir menyambarnya. Ia pingsan tak sadarkan diri.

***

Suara kicau burung melengking dari kejauhan. Pelan-pelan matahari membelah kegelapan. Pria itu perlahan membuka mata. Ia tercengang melihat gelas kopi  masih ada dan berisi.  Ternyata dia masih mengenakan sepatu. Belum sempat mencerna keanehan macam apa yang dialaminya, tiba-tiba telepon genggam di sakunya bergetar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun