Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Belajar Konsep Dasar Kalimat Efektif dengan Cara Efektif

5 Februari 2022   18:10 Diperbarui: 8 Februari 2022   05:51 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Kalimat efektif adalah topik yang cukup eksis dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. 

Topik ini muncul dari tingkat SD hingga SMA, bahkan kerap kali muncul pada soal-soal ujian masuk PTN atau materi intelegensi umum. 

Oleh karena itu, konsep dasar kalimat efektif menjadi penting untuk dipelajari oleh siswa, tentu dengan cara yang "efektif" juga. 

Siswa perlu mengetahui bahwa kalimat efektif adalah bentuk kalimat yang mampu menyampaikan pesan ke pembaca secara utuh. Kalimat yang efektif akan menimbulkan "kesepahaman" antara pembaca dan penulis.

Jika penulis bermaksud A, maka pembaca juga menangkap pesan A. Tidak kurang dan tidak lebih, sehingga semua unsur ( kata-kata) yang ada pada kalimat tersebut adalah penting bagi kalimat.

Siswa dapat mempelajari konsep dasar kalimat efektif secara efektif. Misalnya dengan cara memahami hal-hal yang menyebabkan kalimat menjadi tidak efektif. 

Berikut ini merupakan lima hal yang menyalahi konsep dasar kalimat efektif. 

1. Kalimat tidak efektif disebabkan oleh pengunaan bahasa yang tidak baku

Siswa perlu tahu tentang bentuk kalimat efektif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Sebab, kalimat efektif yang dimaksud dalam pembelajaran ini adalah bentul-bentuk penggunaan bahasa formal, baku, dan berupa tulisan atau teks. Bukan bahasa lisan, bahasa gaul, teks sastra, dan ungkapan sehari-hari. 

Konsep dasar kalimat efektif memiliki ruang "khusus". Siswa boleh saja nantinya menerapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk fungsi komunikasi. 

Kendati demikian, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, kalimat efektif terkait dengan konsep-konsep bahasa baku sehingga tidak dapat menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia. 

Jika dasar pengertian itu sudah dipahami oleh siswa, maka siswa akan mengerti bahwa penggunaan bahasa yang "tidak baku" itu menyebabkan kalimat tidak dapat disebut kalimat efektif.

Sebagai contoh pada kalimat: "Pemerintah melakukan penangan pandemi secara menseluruh." 

Kalimat tersebut tidak dikatakan efektif karena tidak memenuhi prinsip kebakuan. Kata "menseluruh" dalam kalimat tersebut telah menyalahi kaidah pembentukan kata yaitu proses imbuhan. 

Kata "menseluruh" dalam kaidah baku yang benar adalah "menyeluruh". Kata ini merupakan turunan dari kata seluruh dengan imbuhan -men. 

Dengan demikian, siswa juga akan mempelajari konsep tentang proses pembentukan kata atau afiksasi.

2. Kalimat tidak efektif disebabkan oleh penggunaan kata-kata yang tidak perlu 

Kalimat efektif tidak selalu lebih ringkas, walaupun "ringkas " menjadi salah satu prinsip dasarnya. 

Siswa boleh saja memahami bahwa kalimat efektif itu tidak bertele-tele, sederhana, dan hemat kata. Akan tetapi, siswa juga perlu tahu bahwa tidak semua kalimat yang ringkas itu adalah kalimat efektif.

Ringkas atau hemat kata adalah salah satu prinsip dasar kalimat efektif. Ringkas dalam kalimat efektif ini berarti "sesuai kebutuhan". 

Artinya, kalimat hanya mengandung unsur-unsur (kata-kata) yang dibutuhkan dalam kelogisan makna. 

Unsur-unsur atau kata-kata dalam bangunan kalimat harus memberi pengaruh pada makna (yang dimaksud oleh si penulis). 

Maka dari itu, kata-kata yang tidak memberi pengaruh lebih baik ditiadakan, agar lebih efesien.

Sebagai contoh pada kalimat: "Pemberian penghargaan dapat diberikan dalam bentuk kenaikan upah."

Kalimat tersebut belum dapat sepenuhnya dikatakan efektif. Sebab, ada unsur-unsur yang tidak dibutuhkan atau dapat dihilangkan. 

Kata "pemberian" dapat dihilangkan karena mewakili makna yang sama dengan kata "diberikan". 

Dengan demikian, bentuk kalimat efektifnya yaitu: "Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk kenaikan upah."

3. Kalimat tidak efektif karena penggunaan kata-kata yang maknanya tidak lugas

Kalimat efektif harus lugas atau tegas makna. Hal ini adalah prinsip penting yang perlu siswa pahami. Sebab, pembahasan kalimat efektif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ini memiliki ruang tersendiri.

Umumnya, teks yang dikaji dalam pembahasan lebih kepada karya tulis ilmiah, surat dinas, dan pengumuman-pengumuman formal, bukan pada karya sastra. 

Kalimat yang lugas dapat dipahami sebagai kalimat yang tidak memiliki lebih dari satu makna. Berbeda dengan karya tulis sastra yang memiliki kekuatan pada makna konotasi dan asosiatif sehingga sering menimbulkan makna ganda. 

Konsep dasar kalimat efektif dalam hal ini adalah tidak mengandung makna konotasi. Kalimat efektif tidak menimbulkan makna rancu, memberi kesan makna lain, dan multi tafsir.

Jika maknanya rancu, maka tidak terjadi "kesepahaman" makna, antara penulis dan pembaca. 

Sebagai contoh pada kalimat: "Kami ucapkan bergunung-gunung terima kasih kepada hadirin."

Frasa "begunung-gunung" pada kalimat tersebut membuat kalimat menjadi tidak lugas sehingga kalimat tersebut tidak dapat disebut kalimat efektif. 

Agar menjadi lugas dan efektif maka frasa tersebut perlu dihilangkan. Dengan demikian, bentuk kalimat efektifnya yaitu: "Kami ucapkan terima kasih kepada hadirin".

4. Kalimat tidak efektif karena unsur kalimatnya tidak lengkap

Kalimat efektif yang terkenal ringkas dan tidak bertele-tele itu juga harus melewati prinsip kelengkapan unsur. 

Siswa sebaiknya memahami bahwa kalimat efektif bukan sekedar tidak boros kata melainkan juga harus lengkap unsur-unsurnya sesuai kebutuhan makna.

Sederhananya, jika pesan yang ingin disampaikan oleh penulis memerlukan 8 unsur (kata) maka kalimat disajikan hanya dengan 8 unsur tersebut. 

Jika penulis menyajikan 6 unsur saja, maka kalimat menjadi tidak efektif karena ada kebutuhan makna yang tidak terpenuhi, walau pun lebih ringkas.

Sebaliknya, jika penulis menyusun kalimatnya dengan 9 unsur, maka tetap tidak efektif karena karena tidak hemat dan berpotensi menghilangkan ketegasan makna. Oleh katena itu, penggunaan unsur kalimat harus sesuai kebutuhan makna, tidak kurang dan tidak lebih. 

Sebagai contoh pada kalimat: "Pak Bupati suka olahraga sepak bola, tenis, dan bakso malang."

Kalimat tersebut tidak efektif karena ada unsur yang tak terpenuhi sehingga makna kalimat belum jelas. 

Hal itu terjadi karena ada unsur yang belum lengkap yaitu pada bagian dan bakso malang. Sebab, bakso malang bukanlah nama olahraga.

Kalimat tersebut memerlukan satu unsur lagi berupa verba pada bagian dan .... bakso malang. Misalnya: "Pak Bupati suka olahraga sepak bola, tenis, dan makan bakso malang." Dengan demikian logika makna kalimat menjadi utuh dan jelas. 

Perihal kelengkapan unsur, setidaknya siswa memahami bahwa unsur terpenting kalimat yang harus ada yaitu pengisi fungsi subjek dan predikat. Kalimat tanpa subjek dan predikat secara tata bahasa baku tidak dianggap efektif.

Kendati demikian, pada beberapa kasus, kerap kali unsur lain seperti unsur pada fungsi pelengkap, objek, dan keterangan itu juga perlu hadir demi kebutuhan makna.

Sebagai contoh: "Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah." Unsur ke Madinah sebagai fungsi keterangan dalam kalimat tersebut tidak dapat dihilangkan karena memberi pengaruh makna predikat kalimatberupa kata "hijrah" dengan konjungsi "dari". 

5. Kalimat tidak efektif karena terdapa unsur kalimat yang tidak tepat

Jika kalimat telah memiliki unsur yang lengkap dan sudah hemat, maka selanjutnya penggunaan unsur-unsurnya pun harus tepat. 

Siswa harus memahami bahwa penggunaan unsur-unsur itu penting unutuk membangun makna. Jika ada unsur yang tidak tepat, maka makna kalimat akan terganggu sehingga tidak dapat disebut sebagai kalimat efektif. 

Penggunaan unsur-unsur kalimat yang tidak tepat itu kerap kali terjadi dalam hal pemilihan bentuk kata, penggunaan konjungsi (kata penghubung), atau pola penempatan kata-katanya. 

Ketidaktepan ini akan mempengaruhi makna sebagaimana contoh berikut: "Koruptor berhasil ditangkap oleh Komisi Pembertantas Korupsi."

Kalimat tersebut sekilas tampak tidak bermasalah. Namun, ada pemilihan kata yang kurang cermat. 

Kata "berhasil" pada kalimat tersebut membuat kalimat tidak efektif karena membuat makna kalimat tidak logis dan berpotensi rancu.

Kata "berhasil" menimbulkan kerancuan tentang siapa yang berhasil dalam peristiwa tersebut? Koruptor atau KPK? Oleh karena itu, kata berhasil sebaiknya dihilangkan. 

Kalau pun tetap ada, maka susunan atau pola kalimat harus diubah. Kalimat harus menjadi aktif dengan mengubah kata "ditangkap" menjadi "menangkap". Selain itu, kata "KPK" pindah posisi, mengisi fungsi subjek.

Dengan demikian bentuk kalimat efektifnya adalah KPK berhasil menangkap koruptor.

Kelima uraian tentang penyebab ketidakefektifan kalimat ini tentu masih bersifat dasar. 

Kajian kalimat efektif masih terus berkembang dari kalimat sederhana hingga kalimat kompleks. Hal itu menjadi tingkat kesulitan dalam menelaah kalimat efektif. 

Kesulitan tersebut untuk melatih kecermatan siswa. Sebab, proses pembelajaran kalimat efektif ini sejatinya untuk mengasah logika atau kemampuan bernalar siswa. 

Selain itu, kemampuan linguistik siswa menyangkut kesadaran tentang makna kalimat dan kaidah bahasa baku pun akan berkembang.
 
Marendra Agung J.W

5-Feb-2022.

Sumber konsep:

  1. Buku Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia, Kalimat. Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kemendikbud, 2015.
  2. Buku Guru Bahasa Indonesia, Kelas X SMA. Kemendikbud RI, 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun