Perlu diingat, dari hasil penelitian menunjukkan literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah sekali.(Kompas,26/3/2018).
Trend Deforestasi
Dari total kehilangan hutan primer seluas 3,8 juta ha se dunia yang dihitung University of Maryland dalam sajian data GFW ataupun WRI tersebut, Indonesia kehilangan 324.000 ha. Angka ini turun 5 persen dibanding tahun 2018.
Sebenarnya inilah fase terendah deforestasi di Indonesia lebih dari satu dekade, setelah jor-joran izin di dekade yang lalu-lalu.
Penurunan angka ini dimulai dari corrective action atau aksi koreksi sejak masa awal transisi pemerintahan dari Presiden SBY ke Jokowi.(Dapat dilihat dalam grafik tabel).
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/06/07/graph03-1-5edca601d541df612b3ed552.jpg?t=o&v=555)
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/06/07/graph04-1-5edca5dad541df710d225042.jpg?t=o&v=555)
Namun 'good news' ini sayangnya jarang terpilih sebagai judul, lead pembuka, ataupun bahkan pada paragraf penunjang.
Kamuflase Informasi Karhutla
Kamuflase informasi berkaitan dengan deforestasi sangat sering dikaitkan dengan sajian data kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia.
'Good news' bahwa Indonesia mampu menekan karhutla pada skala masif pasca kejadian 2015, tetap dinilai kurang menarik untuk diangkat jadi judul utama.
Selama empat tahun yakni periode 2015-2019, karhutla tercatat membakar 5,4 juta ha. Relatif lebih rendah bila dibandingkan luasan area terbakar pada kejadian Karhutla tahun 1997/1998 yang mencapai 11 juta ha, karhutla 2006 yang mencapai 10 ha, atau realitas bahwa pada kurun waktu satu tahun saja di 2015 area terbakar mencapai 2,6 juta ha.
Jarang sekali ada sajian informasi membandingkan kerja keras Indonesia mengendalikan karhutla 2019, dengan karhutla di negara seperti Kanada (1,8 juta ha), Amerika Serikat (1,9 juta ha), Amazon, Brazil (2,2 juta ha), Siberia (6,7 juta ha), dan Australia seluas hampir 12 juta ha.