Mohon tunggu...
Dr Abidinsyah Siregar
Dr Abidinsyah Siregar Mohon Tunggu... Dokter - Ahli Utama

Saat ini menjadi Ahli Utama pada BKKBN dengan status dpk Kemenkes RI Pangkat Pembina Utama IV/E. Terakhir menjabat Deputi BKKBN (2013-2017), Komisioner KPHI (2013-2019), Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisonal Alternatif dan Komplementer Kemenkes (2011-2013), Sekretaris Itjen Depkes (2010-2011), Kepala Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2008-2010)< Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) (2005-2008), Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Medan (2002-2005). Mengawali karis sebagai Dokter Puskesmas di Kabupaten Dairi (1984). Alumnus FK USU ke 1771 Tahun 1984.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memahami IDI: Organisasi yang Tega dan Tegas

1 April 2022   05:40 Diperbarui: 1 April 2022   05:46 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMAHAMI IDI

IDI ORGANISASI YANG "TEGA DAN TEGAS"

 

#Undang-Undang Memerintahkan Kepada IDI Untuk Menjaga Profesionalitas Dokter Demi Kebermanfaatan Dunia Kedokteran Dan Sekaligus Perlindungan Kepada Masyarakat Dan Profesi. 

Penulis: Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes  (Mantan Sekretaris KKI 2006-2008/ Mantan Ketua IDI Cabang Medan 2003-2005/ Mantan Ketua PB IDI 2006-2009/ Majelis Pakar PB IDI)

Sering disebutkan bahwa pekerjaan Dokter juga Dokter Gigi adalah profesi yang mulia. Disebut demikian karena tugasnya menangani kemanusiaan. 

Tugas ini juga ditangani profesi yang lain, tetapi Dokter "lebih mulia", lebih dihargai dan lebih dihormati karena bisa membantu seseorang sembuh dari penyakit yang sangat mengganggu aktifitas dan bahkan kehidupannya, yang bisa berujung "bencana berkepanjangan" bagi keluarga bahkan komunitas.

Karenanya dimata orang dan masyarakat, Dokter itu adalah seorang baik, disiplin, cerdas, rendah hati, peduli dan penolong. Seorang dokter yang baik adalah mereka yang memiliki kemampuan Intelektual yang mumpuni dibidangnya, memahami Undang-Undang yang berlaku dan terkait dengan fungsi dan tugas Dokter, menjalankan Standar Keilmuannya sesuai Kompetensi, berkomitmen tinggi kepada profesi untuk melayani masyarakat.

Dalam hal ini sang Dokter atau Dokter Gigi lebih sering mengorbankan kepentingan pribadi dan keluarganya.

KONSEKUENSI MENJADI DOKTER, PENTINGNYA ETIKA

Selain itu, Dokter harus memiliki etika agar nantinya terwujud Dokter  dengan Perilaku yang Profesional (Professional Behaviour). Perilaku adalah bahagian paling penting bagi setiap profesi. Tanpa Etika, ilmu bisa menjadi bencana.

Perilaku yang baik sangat dibutuhkan dalam profesi Dokter. Etika dan prilaku akan membuat pasien jujur dan terbuka untuk membuka sisi gelap atau yang disembunyikan yang boleh jadi adalah penyebab timbulnya penyakit.

Bahagian paling penting dalam tugas Dokter adalah menemukan Diagnosa atas keluhan atau penyakit klien/pasien. Penemuan itu akan sukses dari proses anamnesis (tanya jawab Dokter dan pasien yang akan menghasilkan informasi penting dan relevan dalam penegakan Diagnosa), bahagian ini adalah Evidence based (berbasis bukti) yang dibutuhkan untuk alasan pemberian Treatment (Pengobatan) yang tepat.

Semua informasi harus ditulis dengan baik dan jelas dalam Rekam Medik, dan kelak rekam medik dapat menjadi petunjuk hukum jika terjadi klaim terkait pengaduan Etik, atau Disiplin atau Hukum.

Jauh sebelum menjadi Dokter, sejak dibangku kuliah, mahasiswa Kedokteran sudah diberikan materi kuliah Etika Kedokteran. Mengapa?, karena seluruh aktifitas perkualiahannya akan berhadapan dengan Manusia.

Bahkan bukan hanya manusia hidup, tetapi juga Kadaver yaitu jenazah atau mayat manusia yang digunakan untuk bahagian pembelajaran pada perkualiahan Kedokteran Dasar, seperti Anatomi.  Sekalipun ini jenazah, tetapi harus diperlakukan dengan etis, apalagi Sang mahasiswa Kedokteran tidak akan menjadi seorang Dokter yang baik tanpa belajar dari Kadaver/Jenazah.

Sesuai Undang-Undang RI Nomor.20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter, disebutkan bahwa pendidikan kedokteran dimaksudkan untuk mendidik mahasiswa melalui serangkaian pengalaman belajar menyelesaikan suatu kurikulum, sehingga mempunyai cukup pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam bidang keprofesionalannya.

SUMPAH DOKTER DAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Saat selesai Pendidikan Kedokteran, tak hanya menerima Ijazah tanda selesai Pendidikan. Tetapi diawali dengan pengangkatan Sumpah Dokter, yang prosesi ini merupakan Standar global disemua Pendidikan Kedokteran di dunia .

Sumpah Dokter sudah diawali oleh Hippocrates yang juga disebut Bapak para Dokter sejak tahun 400 Sebelum Masehi.

Paragraf pertama dari Sumpah Hippocrates itu adalah: "Saya bersumpah kepada Apollo, Dewa Kedokteran Aesculaptus, Hygenia dan Panacea, dengan disaksikan oleh para dewa, saya akan mengucapkan sumpah yang akan selalu saya pertahankan berdasarkan kekuatan dan kecakapan serta keyakinan saya".

Apapun jabatan yang disandang para Dokter kemudiannya, Sumpah yang pernah diucapkan ini mengikat secara moral dan menjadi karakter dasarnya dalam menjalankan tugasnya baik sebagai seorang dokter, sebagai masyarakat, tokoh masyarakat bahkan pejabat dan maupun Pimpinan Lembaga Negara, selalu terikat pada Kekuatan dan Kecakapan serta Keyakinannya yang terhubung dengan proses pembelajarannya didunia Kedokteran.

Dalam UU No.20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter disebutkan Pendidikan Dokter ini adalah Pendidikan Sepanjang Hayat.

Penghayatan profesi ini, dikawal Negara melalui Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Untuk menyusun dan menetapkan berbagai Ketentuan, Aturan dan Standar Pendidikan Dokter dan Dokter Gigi hingga Registrasi dan Pembinaannya, Negara melalui Pemerintah membentuk Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). UU Pradok ini disusun dan ditetapkan DPR dan Pemerintah dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter dan dokter gigi, serta memberikan kepastian hukum.

KKI yang dibentuk berdasarkan UU diawaki unsur-unsur yang merupakan utusan bahkan pemegang mandat yang berasal dari stake holders (pemangku kepentingan) seperti Organisasi Profesi, Organisasi Pendidikan Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan  bahkan Unsur Masyarakat, yang diproses secara administratif untuk kemudian diusulkan oleh Menteri yang bertanggungjawab dibidang Kesehatan kepada Presiden dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Proses yang benar dalam penetapan KKI, adalah kunci legalitas untuk menetapkan Standar Kompetensi Dokter dan Spesialis, Penetapan Kompetensi dan Registrasi Dokter, hingga Pengawasan Praktik Kedokteran termasuk Aktifitas Dokter asing di Indonesia.

Standar Kompetensi harus disusun dengan tegas dan jelas oleh Kolegium-kolegium yang tersentuh kewenangan mediknya, agar tidak terjadi konflik tindakan medik yang merugikan pasien dan masa depan Pendidikan kedokteran

Untuk mengawal mutu Praktik Kedokteran sekaligus melindungi masyarakat sejalan dengan Standar yang ditetapkan Kolegium dan disahkan KKI, maka sesuai UU, KKI membentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang berisi perwakilan Organisasi Profesi, Asosiasi Rumah Sakit dan 3 orang Ahli Hukum yang resmi pula mewakili Organisasi Profesi Hukum.

Dalam hal ini tampak posisi Menteri yang bertanggungjawab dibidang kesehatan menjadi kunci penting jalannya proses yang benar dan konstitusional untuk memperoleh KKI dan MKDKI yang tidak diragukan legalitasnya.

TIGA KONSEKUENSI MENGAWAL PROFESIONALITAS DOKTER

Dokter adalah Profesi yang teruji mulia dan dihormati, tetapi dalam upaya memberikan pertolongan medis, mereka "terancam" dengan konsekuensi pelanggaran Etik, Pelanggaran Disiplin dan atau Pelanggaran Hukum.

Tidak ada niat Dokter melakukan pelanggaran. Dokter hanya berusaha mengerahkan tenaga, kompetensi dan profesionalitasnya untuk kesembuhan pasien. Sekalipun Dokter tidak menjamin kesembuhan klien atau pasiennya,

Jika terjadi pelanggaran Etik, ranah dan rumahnya ada pada Organisasi Profesi.

DR.M.Luthfie Hakim,SH,MH (Dosen Magister Hukum Kesehatan UGM) mencatat ada 28 (duapuluh delapan) jenis pelanggaran etik disiplin profesi kedokteran.

Untuk profesi yang sangat menjunjung nilai luhur hubungan antara Dokter dengan pasiennya, maka setiap Dokter wajib mempedomani Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Pelanggaran etik perlu diberi sanksi yang sesuai dan dilakukan Majelis Etik Kedokteran Indonesia (MKEK), setelah melalui sidang-sidang Majelis.

Tidak sering masalah Etik terganggu oleh "gengsi". Sehingga lama dan "mengambang" karena para pihak yang terkait bersikap diam, mungkin karena merasa benar dan atau boleh jadi menganggap hal kecil. 

MKEK sebagai bahagian dari IDI harus menjalankan tugas konstitusionalnya. Karena sesuai UU No.29 Tahun 2004 tentang Kedokteran, ranah dan rumah penyelesaian masalahnya bagi Dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dan Perkumpulan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) bagi pelanggaran etik Dokter Gigi.

Hal itu sebagai konsekuensi hukum, dimana dalam pasal 1 angka 12 disebutkan Organisasi Profesi bagi Dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan bagi Dokter Gigi adalah PDGI. Dengan demikian setiap Dokter terikat pada UU Praktik Kedokteran beserta semua turunannya termasuk Ketentuan Organisasi IDI.

Pelanggaran Disiplin diselesaikan melalui MKDKI KKI. Ada ratusan pelanggaran disiplin setiap tahunnya yang disidangkan. Pelanggaran disiplin sudah pasti merupakan pelanggaran Standar. 

Pelanggaran atas Standar, terjadi karena 2 (dua) hal yaitu Melakukan tindakan yang seharusnya Tidak dilakukan, atau Tidak melakukan tindakan yang seharus Dilakukan. Sanksi pelanggaran disiplin mulai dari Peringatan Keras, atau Rekomendasi Pencabutan STR dan atau Kewajiban Pendidikan atau pelatihan di Institusi Pendidikan Kedokteran.

Motif terbanyak dari pelanggaran disiplin karena miskinnya Komunikasi antara Dokter dengan peer groupnya dan atau dengan Klien/Pasien. Hukuman pelanggaran disiplin bisa sampai Pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan KKI, yang otomatis sang Dokter tidak bisa berpraktik untuk sementara waktu atau bahkan permanen.

Sementara Pelanggaran Hukum, jatuh karena didalamnya dalam pengaduan klien/pasien ditemukan unsur kelalaian sang dokter (sekalipun dalam Bahasa hukum dinarasikan sebagai kesengajaan, walaupun nyaris mustahil Dokter berbuat salah dengan sengaja).  

Sejumlah ketentuan pidana pelanggaran hukum seperti pidana Penjara atau denda Ratusan juta mengancam kerja profesi Dokter/Dokter gigi.

Informasi diatas menunjukkan dengan jelas bahwa Dokter setiap waktu berhadapan dengan ke-3 jenis kemungkinan pelanggaran, karenanya untuk tertib hukum dan pembinaan bagi Dokter oleh Organisasi Profesi Dokter maupun Spesialis, Pemerintah melindungi prosesnya melalui Undang-Undang.

PLAYING VICTIM

Pengalaman penulis ketika menjabat Ketua IDI di Medan maupun di PB IDI, beberapa kali mengikuti persidangan Etik dan Disiplin, bahkan dalam proses hukum dengan pemeriksaan saksi dan bukti oleh penyidik Polri/Poltabes, ketika kesalahan terungkap, sering sang Dokter buru-buru mengaku salah dan minta pengampunan. Tetapi tidak sedikit pula yang mengaku "menjadi korban". Di arena sepakbola sering disebut Playing Victim.

Playing Victim atau bermain korban adalah sikap seseorang yang seolah-olah  berlagak sebagai korban untuk berbagai alasan. Dari sumber berbeda, Playing Victim juga diartikan sebagai tindakan melempar kesalahan.

Bisa dibayangkan jika di arena olahraga seperti sepakbola dengan penonton yang begitu banyak, sang wasit tidak jeli, tegas dan tega dalam bersikap terhadap pelanggar aturan yang sebenarnya terjadi.

Untuk memberikan rasa aman kepada para Dokter bekerja melakukan profesinya, IDI dan Kepolisian RI pada tahun 2004-2006 diberbagai wilayah dan Cabang membuat kesepakatan, agar pengaduan masyarakat tidak serta merta diperlakukan sebagai kejahatan pidana. Tetapi dikembalikan lebih dahulu kepada Organisasi Profesi.

Tahap pertama, IDI akan melihat dan menapis pada tingkat awal apakah pengaduan klien/masyarakat atas sang Dokter masuk ranah Etik, atau Disiplin atau Pidana.

Jika pelanggaran Etik diselesaikan dengan mekanisme dalam Majelis Etik Kedokteran Indonesia (MKEK). Jika terkait pelanggaran Disiplin, IDI atau masyarakat mengajukan kepada KKI untuk diproses dalam mekanisme MKDKI. Dan jika pelanggaran Pidana, diserahkan sepenuhnya kepada Kepolisian RI, dengan pendampingan oleh IDI.

Dengan demikian jelas, apa yang dilakukan Organisasi Profesi (apapun) yang berakibat hukum kepada anggotanya merupakan perintah Undang-Undang, bukan maunya Organisasi, yang tujuannya kebaikan bagi sang Dokter.

Masing-masing konsekuensi (etik, disiplin atau hukum) punya ranah dan rumah penyelesaian masalahnya. Seburuk-buruk nasib akibat kelalaian, bahkan bagi mereka yang apes karena keanggotaannya dicabut, atau Surat Tanda Registrasinya (STR) nya di cabut, atau terkena hukuman pidana kurungan, selalu ada pintu pengampunan lewat mekanisme organisasi seperti Pembelaan dan Rehabilitasi melalui Forum Rapat IDI hingga Muktamar IDI.

Tidak ada Organisasi yang mau "membunuh" anggotanya. Tetapi juga tidak mungkin Organisasi membiarkan anggotanya jika terbukti bersalah. Atas nama Undang-Undang, Organisasi wajib mengambil sikap demi tegaknya disiplin yang merupakan akar kewibawaan Organisasi dan akar sukses setiap anggota profesi.

Untuk menegakkan Undang-Undang, tidak heran jika IDI tampak Tega dan Tegas

Medan, 29 Maret 2022

Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes

*) Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes/ Mantan Deputi BKKBN/ Mantan Komisioner KPHI/ Mantan Sekretaris KKI/ Kepala Pusat Promkes Depkes RI/ Ses Itjen Depkes RI/ Direktur Pelay,Kestrad Komplementer Kemenkes RI/ Alumnus Public Health Management Disaster, WHO Searo, Thailand/ Sekretaris Jenderal PP IPHI/ Mantan Ketua Harian MN Kahmi/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua PP ICMI/ Ketua PP DMI/ Waketum DPP JBMI/ Ketua  PP ASKLIN/ Penasehat PP PDHMI/ Waketum PP Kestraki/ Penasehat BRINUS/ Klub Gowes KOSEINDO/ Ketua IKAL FK USU/ PP KMA-PBS/ Wakorbid-1 DPP IKAL Lemhannas. Founder GOLansia.com dan pengasuh Kanal-kesehatan.com.Pegiat Kesehatan Tradisional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun