Informasi diatas menunjukkan dengan jelas bahwa Dokter setiap waktu berhadapan dengan ke-3 jenis kemungkinan pelanggaran, karenanya untuk tertib hukum dan pembinaan bagi Dokter oleh Organisasi Profesi Dokter maupun Spesialis, Pemerintah melindungi prosesnya melalui Undang-Undang.
PLAYING VICTIM
Pengalaman penulis ketika menjabat Ketua IDI di Medan maupun di PB IDI, beberapa kali mengikuti persidangan Etik dan Disiplin, bahkan dalam proses hukum dengan pemeriksaan saksi dan bukti oleh penyidik Polri/Poltabes, ketika kesalahan terungkap, sering sang Dokter buru-buru mengaku salah dan minta pengampunan. Tetapi tidak sedikit pula yang mengaku "menjadi korban". Di arena sepakbola sering disebut Playing Victim.
Playing Victim atau bermain korban adalah sikap seseorang yang seolah-olah  berlagak sebagai korban untuk berbagai alasan. Dari sumber berbeda, Playing Victim juga diartikan sebagai tindakan melempar kesalahan.
Bisa dibayangkan jika di arena olahraga seperti sepakbola dengan penonton yang begitu banyak, sang wasit tidak jeli, tegas dan tega dalam bersikap terhadap pelanggar aturan yang sebenarnya terjadi.
Untuk memberikan rasa aman kepada para Dokter bekerja melakukan profesinya, IDI dan Kepolisian RI pada tahun 2004-2006 diberbagai wilayah dan Cabang membuat kesepakatan, agar pengaduan masyarakat tidak serta merta diperlakukan sebagai kejahatan pidana. Tetapi dikembalikan lebih dahulu kepada Organisasi Profesi.
Tahap pertama, IDI akan melihat dan menapis pada tingkat awal apakah pengaduan klien/masyarakat atas sang Dokter masuk ranah Etik, atau Disiplin atau Pidana.
Jika pelanggaran Etik diselesaikan dengan mekanisme dalam Majelis Etik Kedokteran Indonesia (MKEK). Jika terkait pelanggaran Disiplin, IDI atau masyarakat mengajukan kepada KKI untuk diproses dalam mekanisme MKDKI. Dan jika pelanggaran Pidana, diserahkan sepenuhnya kepada Kepolisian RI, dengan pendampingan oleh IDI.
Dengan demikian jelas, apa yang dilakukan Organisasi Profesi (apapun) yang berakibat hukum kepada anggotanya merupakan perintah Undang-Undang, bukan maunya Organisasi, yang tujuannya kebaikan bagi sang Dokter.
Masing-masing konsekuensi (etik, disiplin atau hukum) punya ranah dan rumah penyelesaian masalahnya. Seburuk-buruk nasib akibat kelalaian, bahkan bagi mereka yang apes karena keanggotaannya dicabut, atau Surat Tanda Registrasinya (STR) nya di cabut, atau terkena hukuman pidana kurungan, selalu ada pintu pengampunan lewat mekanisme organisasi seperti Pembelaan dan Rehabilitasi melalui Forum Rapat IDI hingga Muktamar IDI.
Tidak ada Organisasi yang mau "membunuh" anggotanya. Tetapi juga tidak mungkin Organisasi membiarkan anggotanya jika terbukti bersalah. Atas nama Undang-Undang, Organisasi wajib mengambil sikap demi tegaknya disiplin yang merupakan akar kewibawaan Organisasi dan akar sukses setiap anggota profesi.