Ketika banjir, longsor gempa dan tsunami, baru kita bingung dan sibuk sendiri. Saling tuding dan lempar kesalahan. Sehingga bantuan sering tak terkoordinir dengan rapi. Lalu terbukalah peluang besar. Terjadinya pemanfaatan situasi untuk kepentingan pribadi. Salah siapa?
Sungguh ini bukan salah siapa-siapa. Tapi karena salahku dan salah kita bersama.Â
Yang, lagi lagi, tidak pandai bersyukur.Â
Tapi ada hal yang paling tidak aku pahami di serpihan surga bernama Indonesia ini.
Ternyata masih ada orang yang tega merusak kedamaian dan ketenangannya, dengan membuat kekisruhan, huru-hara, menebar kebencian, memancing kerusuhan, membuat keributan, yang ujungnya berbuntut mengorbankan nyawa dirinya dan orang lain yang tak bersalah.Â
Padahal kalau mau sekedar cari mati, gampang saja. Jalan kaki di padang pasir Arab atau duduk-duduk di gunung batu Golan. Boleh juga bermain salju di Eropa, Amerika, Jepang, dengan bercawat saja. Atau ikut perang-perangan di Suriah sana. Haqqul yakin, nyawa pun hilang dalam hitungan menit saja!
Tapi jangan di sini. Karena ini negeri yang lahir dari rahim para alim ulama, pemuka agama dan santri, serta pejuang yang cinta bumi pertiwi.Â
Bayangkan, betapa nyamannya disini...
Di negeri ini, kita bisa jalan-jalan dengan berkaos oblong, bersarung, bersandal jepit, suka-suka kita saja! Siang malam, hujan panas, monggo saja. Paling agak 'greges' sedikit. Diminumi paracetamol, beres!Â
Kita bisa keluar rumah tanpa kuatir ada razia militer seperti di Myanmar, India, Bangladesh, atau Korea Utara.Â
Di Eropa, Amerika, dan Jepang, paling ketemu buah yang sering buat dipamerin. Apel, anggur, sunkist dan pir, contohnya. Di Arab dan negara Timur tengah, paling ketemu kurma, kismis, kacang arab, buah zaitun dan buah tin.