Gambaran sekilas situasi Ambon masa kini, yang mulai berbenah membangun spirit toleransi dan perdamaian yang sempat terkoyak akibat kerusuhan sektarian.
Banyak sekali contoh "dialog praktikal" dan kerja sama Kristen-Muslim di Maluku yang sangat inspiratif, dan perlu diambil pelajaran dan diteladani oleh kawasan lain di Indonesia (tentang contoh-contoh kasus ini, dapat dilihat di situs Sinode GPM: sinodegpm.org).
Buah manis toleransi Kristen-Muslim saat ini tidak lepas dari jerih payah para peggiat perdamaian dan rekonsiliasi di Ambon, baik Kristen maupun Muslim, yang sudah bekerja keras bahkan sejak detik pertama kerusuhan meletus di tahun 1999.
Kelompok "minoritas militan perdamaian" lintas-agama ini berasal dari berbagai latar belakang profesi dan jenis kelamin.
Meskipun banyak aktor yang berkontribusi dalam upaya rekonsiliasi dan pembangunan perdamaian di Ambon, menurut saya, komunitas agamalah yang paling agresif, proaktif, dan banyak berperan dalam proses ini.
GPM misalnya, sejak awal kerusuhan sudah terlibat pada upaya bina-damai Kristen-Muslim. Beberapa pentolan dan elite GPM (misalnya, Pdt I.W.J. Hendriks, Pdt John Ruhulessin, atau Pdt John Sahalessy) sejak awal menjadi aktor penting proses resolusi konflik, rekonsiliasi, dan perdamaian.
Bukan hanya itu, mereka juga bekerja keras "memerangi" faksi radikal di kalangan internal GPM. Demikian pula Keuskupan Amboina (misalnya peran signifikan yang dilakukan oleh Uskup Mandagi, Pastor Ulahay, atau Suster Brigitta).
Beberapa elemen dan tokoh Muslim Ambon (seperti Thamrin Ely, Hadi Basalamah, Hasbullah Toisuta, dsb) juga sejak awal berperan aktif dalam membangun predamaian Kristen-Muslim.
Apresiasi juga perlu diberikan terhadap organisasi, lembaga, atau komunitas lintas-agama (khususnya Kristen-Muslim), yang terus-menerus secara intensif memerangi akar-akar yang bisa menjadi pemicu konflik dan kekerasan di satu sisi, dan pada saat yang bersamaan menebarkan benih-benih peradamaian di masyarakat.
Contoh dari institusi lintas-agama ini adalah Lembaga Antar-Iman Maluku (LAIM) dan Peace Provocateurs, yang dibidani antara lain oleh Pdt Jacky Manuputty dan Dr Abidin Wakano.
Yang menarik dari kasus Ambon/Maluku adalah masyarakat Kristen-Muslim setempat tampaknya cukup bosan (dan "kurang percaya") dengan idiom-idiom dan jargon-jargon agama sebagai perekat (kembali) relasi antaragama.