Selanjutnya ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
(a) perhitungan Kurs Dollar terhadap Rupiah diambil pada thun 1977 adalah untuk 1 US$= Rp. 335
(b) perhitungan jumlah bulan utk penggantian masa kerja diatas 10 tahun (b,c,d,e,f), yang tidak tertera secara spesifik dalam UU no 13 Tahun 2003 Pasal 156, namun dalam prakternya biasanya dihitung dengan interval sampai dengan masa kerja 30 tahun. Oleh karena itu kami serahkan ke PT FI untuk menghitungnya sesuai dengan peraturan PT FI yang sekarang berlaku utk staf dan karyawannya dan kami juga akan melakukan counter-check ke teman-teman yang ada di PT FI sekarang untuk hal ini,Â
(c) COLA: Cost Of Living Allowance (point 6), itu biasanya dikenakan 15% setiap tahun utnuk penyesuaian gaji, namun agar supaya tidak bertele-tele dalam perhitungan ini, kami ambil saja dari keseluruhan jumlah setelah semua hak-hak lain dihitung sama dengan Uang Perumahan dan Pengobatan (point 7).Â
(d) Cuti Setengah Tahun (Mid-Year Leave Allowance): hak ini hanya berlaku untuk staff dengan satu bulan gaji, yang diambil selama 10 hari kerja di pertengahan tahun.
Demikian yang dapat kami sampaikan dan kami berharap bahwa hasil perundingan kita pada hari Kamis yang lalu dapat segera disampaikan ke PT FI dan untuk pertemuan selanjutnya agar kita bisa duduk bersama untuk menyelesaikannya secara bermartabat. Jika masih ada pertanyaan mengenai hal ini, maka diharapkan agar bisa segera menghubungi kami, dan kami juga mohon agar kami selalu di-update mengenai perkembangan terakhir dari setiap perundingan antara Komnas Ham dan PT FI.       Â
Terimakasih, selamat menjalankanibadah puasa di bulan Ramadhan ini dan TUHAN senantiasa memberkati!
Peter Kamarea dan Dorus Wakum
Bp Simon Patrice Morin
Vice President Government Relations Papua
PT Freeport Indonesia
Kula Kencana-Mimika.
Bersama ini kami sampaikan dibawah ini e-mail yang telah kami kirim kepada Bp Rozik B. Soetjipto, President Director PT Freeport Indonesia dan juga kepada Bp Nur Kholis, sebagai Wakil Ketuan KOMNAS HAM pada tgl 12 July 2012. Surat tersebut dilampirkan dengan Surat yang telah kami tujukan sebelumnya kepada beliau pada tgl 12 Juli 2012 bersama dokumen-dokumen lampiran yang terlampir dalam e-mail ini juga.
Sesudah mengirim e-mail tersebut diatas, kami juga telah melakukan pertemuan tindak lanjut bersama KOMNAS HAM pada tgl 25 July dan 9 August 2012, dengan dihadiri terakhir oleh Bp Sem Yapsawaki, yang mewakili PT FI. Hasil diskusi akan kami sampaikan juga kepada Bapak melalui e-mail tersendiri sesudah ini.
Agar lebih jelas untuk Pak Morin, maka dibawah ini kami sampaikan sedikit latar belakang mengenai kejadian tsb, sbb:
Pada tahun 1977 telah terjadi gejolak di Tembagapura dan sekitarnya yang ditenggarai oleh Suku Amungme yang tidak puas dengan janji-janji dan perlakukan Freeport terhadap masyarakat setempat yang sangat diskriminatif. Oleh karena suara mereka tidak pernah didengar oleh "Sang Raksasa" waktu itu, maka timbullah gagasan mereka untuk melakukan ancaman dan pemotongan jalur pipa tambang ke Portsite yang langsung melumpuhkan jalur hasil produksi untuk diekspor. Walaupun dengan banyak korban yang jatuh, namun akhirnya tokh Freeport Ind. Inc bersedia untuk datang duduk bersama dan berunding dengan masyarakat Amungme dan tiga suku lain yang memiliki tanah hak ulayat dimana Freeport telah membangun salah satu tambang tembaga dan emas terbesar di dunia sampai saat ini. Perundingan tsb yang dapat mengamankan jalannya operasi PT FI selama bertahun-tahun di Papua.
Oleh karena kejadian ini, maka sebagai kewajiban negara, maka Pemerintah RI mngirimkan pasukkannya untuk mengamankan seluruh faisilitas FII dibawah Komando Laksus KOPKAMTIB (Pelaksana Khusus Ketertiban dan Keamanan). Kemudian menurut Lembaga ini bahwa gelojak yang terjadi adalah ditenggarai oleh unsur-unsur Organisasi Papua Merdeka (OPM). Lembaga ini kemudian menyelidiki dan mengumpul informasi dari masyarakat karywawan FII dan kemudian dari hasil informasi itu para masyarakat/karyawan Papua yang sedikit agak vokal dan tidak setuju dengan berbagai kebijakan FII yang diskriminatif, ditangkap dan ditahan didalam 2 kontainer dan diproses/ disiksa dengan tuduhan bahwa mereka terlibat dalam rencana pengrusakan fasilitas FII oleh OPM. Para karyawan dan staf FII yang ditahan oleh Laksus adalah sebanyak 24 (duapuluh empat) orang yang nama-namanya ada dalam daftar yang dilampirkan pada e-mail ini.
Manajemen Freeport Indonesaia, Inc, kemudian atas dasar itu memulangkan semua staf dan karyawan yang nama-namanya tercantum dalam daftar yang dibuat oleh Laksus dan kemduain mengeluarkan keputusan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak dan tidak membayar pesangon ataupun hak-hak staf dan karyawan tesebut.