Salah satu bank adalah Washington Mutual, bank yang punya 2300 cabang di 15 negara bagian Amerika Serikat, punya nilai tabungan $188 Miliar, punya nilai aset $307 Miliar. Dan bangkrut, kena racun Subprime Mortgage senilai $16 Miliar hingga akhirnya diakuisi oleh JPMorgan Chase, semua cabang WaMu berganti nama jadi Chase.
Dan tentunya kita juga tidak lupa pada Lehman Brothers, jatuh karena keracunan Subprime Mortgage. Ini tahun 2008.
Bagaimana dengan tahun 2022?
Racun di tahun 2022 adalah mata uang US Dollar, yang menjadi racun karena pengendalinya, yaitu The Fed, terus menaikkan suku bunga demi melawan inflasi yang muncul di Amerika Serikat. Nilai US Dollar terus naik atas semua mata uang negara lain. Karena perdagangan dunia dilakukan dalam mata uang US Dollar, maka semua yang diperdagangkan menjadi mahal, inflasi melanda dunia.
Perdagangan dunia seperti direm kuat-kuat, demikian dilaporan oleh WTO.
Bayangkan kalau suatu perusahaan atau negara mempunyai hutang dalam mata uang US Dollar, dibayar dari pendapatan dalam mata uang lokal. Hutang yang dihitung dalam mata uang lokal menjadi membesar, dan terus membesar, karena The Fed mau terus menaikkan suku bunganya. Tentunya negara bersangkutan berusaha mengimbangi kenaikan suku bunga, bank sentral menaikkan juga suku bunga mata uang lokal, yang berarti bunga hutang dalam negeri meningkat, likuiditas menurun.
Bagaimana dengan surat hutang atau obligasi yang sudah dikeluarkan? Yield dari obligasi harus mengimbangi kenaikan suku bunga, maka nilai obligasi jatuh turun. Kalau korporasi yang menerbitkan obligasi terjebak dalam suku bunga tinggi dan hutang dalam US Dollar, maka korporasi itu bisa bangkrut dan obligasinya gagal bayar.
Tentunya korporasi tidak begitu saja bangkrut. Dalam keadaan sukar, ada hal-hal yang bisa dilakukan antara lain pengurangan karyawan. Terjadilah banyak PHK di mana-mana. Cabang-cabang yang tidak menghasilkan terus ditutup, supaya asetnya bisa terus dijual dengan harga yang masih agak tinggi. Terjadi peningkatan jumlah pengangguran.
Karena korporasi tutup, karena pabrik berhenti bekerja, maka permintaan akan komoditas dan bahan baku juga menurun tajam. Permintaan komoditas menurun, maka harga komoditas seperti besi baja, tembaga, karet, kopi, coklat, kedelai, jagung -- semuanya turun. Kebutuhan energi juga turun, maka harga minyak bumi juga turun.
Situasi depresi berbeda dari resesi. Dalam resesi, entitas usaha masih ada hanya mengurangi output barang dan jasanya karena pasar menurun. Dalam depresi, entitas usaha tertekan dan menghilang, sehingga output secara permanen lenyap. Perusahaan lenyap, lapangan pekerjaan lenyap, dana pensiun lenyap, uang di tabungan lenyap. Habis.
Yang bertahan adalah usaha yang berkaitan dengan kebutuhan hidup secara langsung: orang tetap makan, tetap minum, tetap butuh kesehatan, tetap butuh telekomunikasi, tetap butuh energi. Tidak ada lagi barang mewah keren mahal yang dilirik untuk dibeli. Tidak ada lagi smartphone dengan teknologi kamera super canggih yang dipesan, karena orang tidak bisa membayar cicilan bulanannya (biasanya dijual dengan cara dicicil).