Kalimat ini seolah menganalogikan profesi AHOK sebagai pejabat Gubernur yang sah sesuai konstitusi dengan pedagang barang haram (babi dan khamr) dan bandar judi. Menurut saya, dalam kalimat ini, Brili sudah melakukan kesalahan fatal dan keterlaluan.
ANALOGI NGAWUR YANG KETIGA
Analogi ngawur berikutnya adalah dalam kalimat berikut :
“Bandar judi dan produsen vodka pun protes, “Anda jangan mau dibohongi Ustadz pakai Surat Al Maidah Ayat 90”. “Pedagang babi lalu komplain. “Anda jangan mau dibohongi Ustadz pake Surat Al Maidah Ayat 3”.
Didalam kalimat ini, seolah-olah Brili menganalogikan AHOK dengan Bandar Judi dan produsen MiRas (Vodka) dan pedagang Babi. Disisi lain, pihak yang di nilai AHOK sebagai oknum yang menyalahgunakan tafsir ayat Al Maidah 51 (untuk tujuan yang tidak semsetinya) dianalogikan dengan Ustadz (pemuka agama). Menurut saya, disini Brili semakin ngawur dalam membuat analogi.
ANALOGI NGAWUR YANG KEEMPAT
Bahkan hingga sampai pada kalimat terakhirpun, Brili masih menggunakan analogi ngawur yaitu :
“Katakanlah kinerja Pak Basuki ibarat makanan yang sangat enak (walaupun tentu saja ini debatable) , bungkus makanan ini sangat kotor. Saya ambil analogi makanan kesukaan saya adalah Mie Ayam. Saya akan menolak memakan mie ayam itu jika dibungkus memakai kulit babi yang busuk. Namun saya akan memakan mie ayam tersebut jika dibungkus dengan wadah yang bersih dan halal.
Jika ada dua pilihan untuk masyarakat Jakarta:
1. Makanan enak namun bungkusnya kotor dan haram
2. Makanan enak dan bungkusnya bersih dan halal”
Menurut saya, Brili semakin kurang ajar dengan menganalogikan keberadaan AHOK sebegai Gubernur seperti makanan (mie ayam) yang dibungkus dengan kulit babi yang busuk. Brili dalam hal ini justru telah menistakan AHOK dengan analogi ngawurnya itu. Kulit Babi itu adalah barang haram bagi umat muslim, apalagi yang busuk. Apakah layak bila AHOK dianalogikan oleh Brili sebagai barang haram yang busuk?
Bila kita mau mempergunakan logika berpikir yang benar, maka akan tampak dengan jelas bahwa semua yang digunakan oleh Brilli adalah ANALOGI NGAWUR semata, dan bahkan cenderung menistakan atau mendeskreditkan AHOK sebagai pejabat Gubernur DKI yang sah secara hukum. Brili melalui tulisannya, bukan memberi pencerahan, tapi justru membuat runyam persoalan.