Baca juga : Ruang Singgah Postmodernisme?
Sasaran kritik modernisme adalah agama dengan ajarannya yang bersifat transenden dan mitologi. Agama dianggap berperan mengekang kebebasan manusia dalam proses dialektika peradaban. Realitas kosmologi yang selalu dikultuskan dalam agama dianggap memiliki kekuatan supranatural yang membelenggu kebebasan rasionalitas manusia.Â
Agama dianggap mencerminkan rasa takut manusia terhadap sesuatu yang mengandung misteri yang menakutkan (misterium tremendum dan misterium fascinosum). Eksklusifitas yang terdapat dalam ajaran agama bertentangan secara diametral dengan Pluralisme budaya sebagai trend inklusif yang dipertahankan dalam modernisme.Â
Sekularisasi dalam bentuknya yang paling moderat membatasi peran agama sebagai otoritas subjektif dan parsial yang diyakini sebagai keyakinan yang bersifat personal (private affair) sehingga harus terlepas dari segala urusan yang bersifat sosio-kultural.Â
Sedangkan sekularisasi dalam bentuknya yang paling radikal berusaha mencabut akar tradisi keagamaan dari kesadaran masyarakat sehingga berkembang agnotisisme dan ateisme.Â
Dalam bidang keilmuan, sekularisasi merambah paradigma keilmuan yang didasarkan kepada rasionalitas an sich. Secara gradual terjadi perkembangan pemikiran manusia yang dimulai dari empirisisme, rasionalisme dan mencapai puncaknya pada positivisme yang diperkenalkan Auguste Comte.Â
Dalam bidang politik, sekularisasi telah menyebabkan hilangnya pertimbangan etika dan moral dalam pengambilan kebijakan politik. Dalam bidang ekonomi, sekularisasi ditandai dengan program kapitalisme yang dikembangkan dalam kerangka liberalisme yang miskin etika dan moral.Â
Baca juga : Analisis Budaya Postmodernisme dan Postmodernitas
Dalam bidang budaya, sekularisasi berperan menghasilkan orientasi materialisme, sehingga ukuran kebenaran didasarkan pada objektifitas secara empiris, sehubungan dengan hal ini, Pitirin A. Sorokin menyatakan sekularisasi tersebut sebagai mentalitas kebudayaan keinderawian.Â
Perkembangan selanjutnya dari sekularisme adalah fragmentasi yang semakin mereduksi peran agama dalam kehidupan manusia. Fragmentasi menghendaki adanya otonomisasi semua aspek kehidupan yang mengakibatkan manusia hidup dalam dunianya masing-masing sesuai dengan keahliannya.Â