Mohon tunggu...
Donald Siwabessy
Donald Siwabessy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Keseganan ataukah Spontanitas?

26 Januari 2024   16:25 Diperbarui: 26 Januari 2024   16:35 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keseganan Ataukah Spontanitas?

 "Pemimpin yang mampu berbagi spontanitas dan sukacita bersama khalayak yang dipimpinnya, akan menciptakan kesetiaan dan cinta kasih di tengah mereka."

Jika diharuskan memilih antara dipimpin oleh seorang calon pemimpin yang getolnya berbagi keseganan atau yang sukanya berbagi spontanitas, manakah yang akan Anda pilih?

Sorry, ini tak bermaksud menggiring opini Anda pada upaya dukung-mendukung salah satu kontestan dalam kontestasi pemilihan pemimpin bangsa seperti saat ini.

Pertanyaan dalam tulisan ini semata bertujuan membawa Anda melihat kembali bentuk-bentuk relasi yang umum terjadi antarmanusia, mungkin ada manfaat bisa dipelajari darinya.

Kembali pada pertanyaan di awal! Mana yang akan Anda pilih?

Oke, terserahlah apa pilihan Anda! Namun mungkin Anda perlu tahu bahwa gambaran dua model pemimpin dalam pertanyaan tadi memberi petunjuk bahwa relasi antarmanusia bisa dipandang dari dua sudut pandang yang berbeda.

Mari sejenak melihat dua sudut pandang berbeda dalam soal melihat relasi antarmanusia dari bagaimana kebiasaan seorang pemimpin memadangnya.

Sudut Pandang Pertama

Sudut pandang yang pertama ini berciri defensif. Dalam relasi antar manusia, pemimpin dengan sudut pandang ini cenderung meniscayakan batas-batas tegas antara satu orang dan orang lainnya.

Seorang psikolog bernama Robert Frost dalam soal relasi manusia, mencoba menggambarkan sikap para pemimpin bersudut pandang ini dengan pernyataan umum mereka seperti, "Perlindungan diri yang baik akan menciptakan tetangga yang baik."

Menurut Frost bagi pemimpin bersudut pandang ini, relasi yang baik harus ditandai keseganan antar manusia. Jika seorang tidak segan lagi pada orang lain, mereka bisa saling melecehkan, saling menghina, dan tak menghormati satu dengan yang lain. Karenanya harus dibangun keseganan sebagai pertahanan diri agar tidak diperlakukan orang lain secara sembarangan.

Namun muncul pertanyaan di sini, apakah keseganan dan pertahanan diri yang baik mampu menjawab semua masalah relasi antarmanusia?

Apakah keseganan dan pertahanan diri dapat menjamin pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang diperoleh lewat hubungan dengan sesama yaitu kebutuhan cinta kasih dan perhatian?

Anda bisa memperhatikan bahwa pertahanan diri yang diwujudkan melalui keseganan adalah pembatasan yang tegas antara diri sendiri dengan orang lain. Bisa dikatakan bahwa pembatasan ini bisa berarti tindak menjauhkan diri, atau penciptaan jarak pemisah antara diri dengan orang lain.

Dalam situasi seperti itu kebutuhan dasar manusia akan cinta kasih dan perhatian, tentu takkan bisa dipenuhi. Sesuatu yang disayangkan karena cinta kasih dan perhatian merupakan dasar pokok untuk mencapai kebahagiaan hidup seseorang.

Apa dampak yang muncul bagi pemimpin tersebut bila sudut pandang ini dibiarkan berkuasa? Tentu mereka bakal dinilai angkuh dan tak asli pribadinya, juga terkesan egosentris dan tak mengenakkan bagi orang di sekitarnya atau yang dipimpinnya. Cenderung memimpin untuk kepentingan dan kepuasan dirinya semata.

Dalam relasi yang lebih umum, keseganan yang berlebihan disadari atau tidak, dapat melahirkan suasana relasi kepura-puraan, penuh dengan topeng yang disengajakan untuk menyembunyikan keaslian diri seseorang. Maka pada titik ini, realasi antar sesama menjadi tidak manusiawi lagi, yang ada hanyalah hubungan bersifat mekanistik, bukan relasi antarinsan. Tak menutup kemungkinan hal ini kemudian mudah melahirkan tindak negatif yang tak diinginkan antarsesama.

Sudut Pandang Kedua

Sudut pandang yang kedua ini bercirikan keberanian seseorang, tentu juga seorang pemimpin untuk berbagi spontanitas atau sukacita yang dialaminya dengan orang lain atau orang yang dipimpinnya.

Pemimpin dengan pandangan ini sama seperti apa yang dikemukakan oleh psikolog Laurie Beth Jones, ia menggambarkannya ketika menyatakan, "Pemimpin yang mampu berbagi spontanitas dan sukacita bersama khalayak yang dipimpinnya, akan menciptakan kesetiaan dan cinta kasih di tengah mereka."

Pemimpin atau siapapun yang hadir dengan sudut pandang ini kala membangun relasi dengan orang lain akan berupaya tampil asli sebagai orang biasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ia tak malu tampil sebagaimana adanya.

Dalam relasi yang dilandasi semangat berbagi spontanitas ini, sepanjang tak melanggar tata kesopanan hidup bersama, akan melahirkan suasana sukacita. Didalamnya orang bisa dengan sungguh-sungguh menghayati kebersamaan dengan orang lain.

Didalamnya juga kejujuran dijunjung tinggi, karenanya sikap mengeksploitasi dan memanipulasi orang lain menjadi sangat minimal. Relasi yang bebas eksploitasi dan manipulasi ini adalah relasi yang sehat dan saling mendewasakan. Sebagaimana dikemukakan Jones sebelumnya, keberanian berbagi spontanitas dan sukacita berujung menciptakan cinta kasih dan kehangatan.

Berkaitan sudut pandang ini, maka hal yang perlu dipahami oleh setiap orang terutama mereka yang hendak memimpin orang lain, bahwa sesungguhnya relasi kemanusiaan yang sejati biasanya ditandai dengan kegiatan berbagi spontanitas dan sukacita. Artinya, relasi antarsesama dibangun tidak hanya dengan berbagi ragam pemikiran, niat tulus, dan cita-cita tinggi. Didalamnya perlu dibagi sesuatu yang bersifat khas pribadi, yaitu perasaan.

Hal barusan tadi sama seperti apa yang dikemukan oleh John Powell, seorang komposer musik untuk film asal Inggris, ia mengatakan: "Manusia bisa berbagi pikiran, cita-cita, bahkan berbagi seks, tanpa mengharapkan penyatuan dan kebersamaan sejati, sebab penyatuan dan kebersamaan sejati itu hanya bisa terjadi jika manusia berbagi perasaan, sesuatu yang bersifat pribadi, dengan sesamanya."

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa seorang calon pemimpin yang baik, yang hadir dengan keberanian berbagi spontanitas atau sukacita adalah mereka yang tak hanya bisa mengemukakan janji berbentuk pikiran, niat, dan cita-cita yang akan dilakukan apalagi demi tujuan manipulasi dan eksploitasi yang dipimpinnya. Sebaliknya dengan perasan yang baik (empati) karena kejujurannya berusaha memadukan dalam tindak nyata semua janjinya dengan realisasinya kelak.

Oke, sekarang jika Anda bertanya pada saya, mana yang akan saya pilih, calon pemimipin yang sukanya berbagi keseganan atau spontanitas?

Ini jawaban saya!

"Saya memilih calon pemimpin yang memadukan keduanya. Kerena demi relasi yang baik dan sehat dengan orang yang dipimpinya, keseganan dan pertahanan diri memang perlu. Namun seorang calon pemimpin tak melupakan juga pentingnya berbagi spontanitas, sukacita, dan perasaan."

Semogah pemimpin bangsa yang akan datang kelak adalah mereka yang bisa mengawinkan antara berbagi keseganan dan berbagi spontanitas. Semogah![]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun