Apakah keseganan dan pertahanan diri dapat menjamin pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang diperoleh lewat hubungan dengan sesama yaitu kebutuhan cinta kasih dan perhatian?
Anda bisa memperhatikan bahwa pertahanan diri yang diwujudkan melalui keseganan adalah pembatasan yang tegas antara diri sendiri dengan orang lain. Bisa dikatakan bahwa pembatasan ini bisa berarti tindak menjauhkan diri, atau penciptaan jarak pemisah antara diri dengan orang lain.
Dalam situasi seperti itu kebutuhan dasar manusia akan cinta kasih dan perhatian, tentu takkan bisa dipenuhi. Sesuatu yang disayangkan karena cinta kasih dan perhatian merupakan dasar pokok untuk mencapai kebahagiaan hidup seseorang.
Apa dampak yang muncul bagi pemimpin tersebut bila sudut pandang ini dibiarkan berkuasa? Tentu mereka bakal dinilai angkuh dan tak asli pribadinya, juga terkesan egosentris dan tak mengenakkan bagi orang di sekitarnya atau yang dipimpinnya. Cenderung memimpin untuk kepentingan dan kepuasan dirinya semata.
Dalam relasi yang lebih umum, keseganan yang berlebihan disadari atau tidak, dapat melahirkan suasana relasi kepura-puraan, penuh dengan topeng yang disengajakan untuk menyembunyikan keaslian diri seseorang. Maka pada titik ini, realasi antar sesama menjadi tidak manusiawi lagi, yang ada hanyalah hubungan bersifat mekanistik, bukan relasi antarinsan. Tak menutup kemungkinan hal ini kemudian mudah melahirkan tindak negatif yang tak diinginkan antarsesama.
Sudut Pandang Kedua
Sudut pandang yang kedua ini bercirikan keberanian seseorang, tentu juga seorang pemimpin untuk berbagi spontanitas atau sukacita yang dialaminya dengan orang lain atau orang yang dipimpinnya.
Pemimpin dengan pandangan ini sama seperti apa yang dikemukakan oleh psikolog Laurie Beth Jones, ia menggambarkannya ketika menyatakan, "Pemimpin yang mampu berbagi spontanitas dan sukacita bersama khalayak yang dipimpinnya, akan menciptakan kesetiaan dan cinta kasih di tengah mereka."
Pemimpin atau siapapun yang hadir dengan sudut pandang ini kala membangun relasi dengan orang lain akan berupaya tampil asli sebagai orang biasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ia tak malu tampil sebagaimana adanya.
Dalam relasi yang dilandasi semangat berbagi spontanitas ini, sepanjang tak melanggar tata kesopanan hidup bersama, akan melahirkan suasana sukacita. Didalamnya orang bisa dengan sungguh-sungguh menghayati kebersamaan dengan orang lain.
Didalamnya juga kejujuran dijunjung tinggi, karenanya sikap mengeksploitasi dan memanipulasi orang lain menjadi sangat minimal. Relasi yang bebas eksploitasi dan manipulasi ini adalah relasi yang sehat dan saling mendewasakan. Sebagaimana dikemukakan Jones sebelumnya, keberanian berbagi spontanitas dan sukacita berujung menciptakan cinta kasih dan kehangatan.
Berkaitan sudut pandang ini, maka hal yang perlu dipahami oleh setiap orang terutama mereka yang hendak memimpin orang lain, bahwa sesungguhnya relasi kemanusiaan yang sejati biasanya ditandai dengan kegiatan berbagi spontanitas dan sukacita. Artinya, relasi antarsesama dibangun tidak hanya dengan berbagi ragam pemikiran, niat tulus, dan cita-cita tinggi. Didalamnya perlu dibagi sesuatu yang bersifat khas pribadi, yaitu perasaan.