Selain ketiga hal tersebut adanya persetujuan dari istri merupakan bagian yang sangat penting, tanpa adanya persetujuan dari seorang istri suami yang hendak berpoligami tidak dapat dilakukannya. Sehubungan dengan perkawinan merupakan akad yang sangat kuat atau mitasaqangholidan untuk mentaati perintah Allah Subhanahu Wata'alaa dan melaksanakanya adalah bentuk ibadah kepada-Nya, sehingga Kompilasi Hukum Islam adalah untuk mempersulit perceraian. Kedudukan suami dan istri merupakan seimbang begitupun dengan hak dan kewajibanya, sehingga segala sesuatu yang ada dalam rumah tangga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama.
Secara ekplisit pun tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam, Prof. Mohammad Daud Ali memberikan penjelasan mengenai asas-asas perkawinan tersebut yang di dasarkan pada Hukum Islam. Pertamaasas kesukarelaan, menurut Prof. Mohammad Daud Ali asas kesukarelaan ini merupakan asas yang terpenting, kesukarelaan tidak hanya antara kedua calon suami istri, melainkan juga orang tua dari kedua belah pihaknya sebagai calon suami mapun istri.
Yang kedua adalah asas persetujuan yang mana tidak boleh ada paksaan dianatara keduanya dalam melangsungkan suatu perkawinan.Yang ketiga adalah asas kemitraan suami dan istri,dimana dalam hal ini memiliki fungsi serta tugas yang berbeda karena perbedaan kodrat diantaranya, maka kerja sama dalam suatu rumah tangga adalah penting guna mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah.Â
Yang keempat adalah asas untuk selama-lamanya, yang menunjukan bahwa perkawinan dilaksanakan/dilakukan untuk tujuan membina cinta serta kasih sayang selama hidup dan guna untuk meneruskan atau melangsungkan keturunan.Dan yang terakhir adalah asas kebebasan memilih pasangan.
3. Pentingnya pencatatan nikah ataupun perkawinan, dengan adanya sebuah asumsi bahwa perkawinan yang dilakukan atau dilangsungkan secara sah menurut hukum agama/kepercayaan, namun hal ini belum dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, contoh misal nikah siri yang sah secara agama namun tidak sah secara negara/mata hukum. Kemudian, penduduk yang sudah menikah, baik sah secara agama dan secara hukum negara, namun pada saat pengurusan adminduk tidak menyertakan foto copy surat nikah dan lain sebagainya sehingga status perkawinannya dalam dokumen kependudukan tercantum "kawin tidak tercatat".
Dampak dengan tidak adanya pencatatan tersebut maka perlindungan hukum yang terkait dengan hak-hak bagi pihak perempuan menjadi sangatlah lemah. Perempuan tidak bisa dilindungi haknya dengan undang-undang yang menyangkut hak untuk mendapatkan nafkah, tempat tinggal, warisan, majupun harta gono gini bila terjadi suatu perceraian. Dan dari sisi administrasi kependudukan,seorang suami dan seorang istri yang hidup bersama berdasarkan pernikahan siri, maka tidak dapat dicatatkan dalam dokumen kependudukan, termasuk dengan anak-anak hasil pernikahan siri nya secara administrasi hanya ada hubungan dengan ibunya saja.Â
Kemudian, dari sudut pandang hukum waris, anak yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya saja dan keluarga pihak ibunya. Dan tidak mempunyai hubungan waris dengan ayah kandungnya, Meskipun diadakannya test DNA dan hasil test DNA menunjukkan bahwa ia adalah sdeorang anak biologis dari sang ayah.
Sedangkan dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan secara sosiolgis, religious dan yuridis adalah
Secara sosiologis bahwa adanya suatu perkawinan itu diakui keberadaannya dilihat dari dua perspektif, yaitu pengakuan dari masyarakat dan dari pemerintah. Pertama, pengakuan dari masyarakat itu penting, dikarenakan pada hakekatnya manusia itu adalah makhluk sosial dimana tidak luput dari interaksi sesamanya. Jadi dampak sosiologis bila suatu perkawian tidak dicatatkan secara sosiologis, tidak dapat pengakuan masyarakat maupun pemerintahan dan bisa menimbulkan cemooh dan pengakuan itu juga tidak bisa dipungkiri untuk dihindari, tidak mendapatkan kepastian hukum jika suatu hari mendapatkan sengketa.
Sedangkan dampak secara religious (agama) dari tidak adanya pencatatan perkawinan memang tidak begitu mengurusi akan tetapi agama Islam juga mengajari umatnya untuk mematuhi peraturan yang ada demi tegaknya kenyamanan dan jaminan hidup bernegara. Karena Islam cinta dengan kedamaian.
Kemudian dampak secara yuridis, jika perkawinan tidak ada pencatatan perkawinan maka tidak adanya atau tidak diberlakukannya fungsi negara tersebut untuk memberikan jaminan perlindungan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan dimana hal tersebut menjadi tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pasal 281 ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945.