f. Hak serta kewajiban suami dan istri seimbang.
Dalam UU Perkawinan ini menganut asas monogami dimana hal ini terdapat dalam pasal 3 yang menyatakanÂ
" Seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami". Adapun pada bagian lain dinyatakan bahwa dalam keadaan suatu tertentu poligami dibenarkan. Klausul kebolehan pologami ini dalam UU Perkawinan hanyalah sebuah  pengecualian. Dikarenakan hal tersebut terlihat dari yang ditentukan alasan alasan untuk berpoligami pada pasal 4 UU perkawinan sebagai berikut:
a. Istri yang tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri
b. Istri terdapat cacat badan ataupun suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
 c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan, dimana seorang perempuan tidak dapat memberikan keturunan dari rahimnya sendiri. Â
 Adanya dengan pasal tersebut di atas yang membolehkan untuk seorang laki-laki berpoligami dengan alasan alasan tertentu, jelas bahwa asas yang dianut oleh UU Perkawinan bukan monogamy (terbuka), namun bukan juga monogamy yang Mutlak. Poligami ini ditempatkan pada status hukum bersifat darurat atau luar biasa. Di samping itu pun, lembaga poligami tidak hanya semata mata kewenangan penuh atas suami, tetapi atas dasar izin dari hakim/pengadilan sesuai dengan adanya bunyi pasal 3 ayat 2 UU Perkawinan.
Adapun Perkawinan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam adalah Menganut prinsip asas Monogami relatif,karena didalam Kompilasi Hukum Islam ini poligami diperbolehkan, namun terbatas sampai empat orang istri, hanya apabila suami sanggup dan mampu berlaku dengan adil terhadapa setiap istri-istrinya maupun anak-anaknya, serta pada  suatu keadaan tertentu seperti yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam itu sendiri dalam pasal 57 yaitu :
 a.Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai Istri
 b.terdapat adanya kecacatan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
 c.Istri tidak dapat melahirkan keturunan.