Ketiga, Menangani Rehabilitasi.
Dokter hewan memiliki kemampuan untuk mengelola proses rehabilitasi sebelum satwa dilepaskan kembali ke habitat alaminya. Â
Keempat, Membantu Penyusunan Protokol Penanganan.
Dengan pengetahuannya, dokter hewan dapat membantu pemerintah dan organisasi konservasi menyusun pedoman penanganan satwa terdampar. Â
Peran dalam Kolaborasi dan Edukasi Â
Penanganan kedaruratan satwa akuatik memerlukan kolaborasi berbagai pihak, termasuk komunitas lokal, lembaga pemerintah, LSM, dan akademisi. Dalam hal ini, dokter hewan berperan sebagai penghubung yang menjembatani ilmu pengetahuan dengan implementasi di lapangan. Â
Sebagai contoh, dokter hewan dapat melatih masyarakat lokal untuk melakukan langkah-langkah pertama saat menemukan satwa terdampar, seperti menjaga satwa tetap basah, menghindari penanganan yang berlebihan, atau melaporkan kasus ke pihak berwenang. Edukasi seperti ini sangat penting, mengingat keterbatasan jumlah dokter hewan yang bisa terjun langsung ke setiap kasus. Â
Selain itu, dokter hewan juga berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut. Melalui kampanye konservasi, mereka dapat menjelaskan dampak buruk dari polusi, perburuan ilegal, atau aktivitas destruktif lainnya terhadap kesehatan satwa akuatik. Â
Tantangan yang Dihadapi Â
Meski memiliki peran yang signifikan, dokter hewan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam menangani kedaruratan satwa akuatik, antara lain: Â
Pertama, Keterbatasan Sumber Daya.
Fasilitas dan alat medis yang memadai untuk menangani satwa akuatik masih sangat terbatas, terutama di wilayah terpencil. Bahkan, minimnya penerimaan Aparatur Sipil Negara (ASN) dokter hewan di sektor ini juga menjadi penyebab utama keterbatasan sumber daya.
Kedua, Kurangnya Spesialisasi.