Prevalensi Stunting di Indonesia
Menurut laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) dan data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia telah menunjukkan penurunan, namun angkanya masih tergolong tinggi. Pada tahun 2021, prevalensi stunting mencapai sekitar 24,4%, meskipun angka ini turun dari 37% pada 2013. Target nasional yang dicanangkan pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Stunting tersebar secara tidak merata di berbagai daerah di Indonesia. Wilayah-wilayah dengan angka stunting tinggi seringkali berada di daerah terpencil, pedalaman, atau daerah dengan akses terbatas terhadap pelayanan kesehatan dan gizi. Selain itu, faktor-faktor seperti kemiskinan, rendahnya pendidikan ibu, serta akses terhadap air bersih dan sanitasi turut memengaruhi angka stunting di daerah tertentu.
Penyebab Utama Stunting
Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan merupakan hasil dari berbagai faktor yang saling terkait:
Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dan Anak
Kekurangan gizi pada ibu hamil meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yang berkontribusi pada stunting. Setelah lahir, asupan gizi yang tidak memadai, baik dari pemberian ASI eksklusif hingga makanan pendamping ASI, juga menjadi penyebab utama stunting.
Infeksi Berulang
Anak-anak yang sering mengalami infeksi, seperti diare atau infeksi saluran pernapasan akut, lebih rentan mengalami stunting. Kondisi ini memperburuk penyerapan nutrisi dan memperlambat pertumbuhan.
Sanitasi dan Akses Air Bersih yang Buruk
Lingkungan yang tidak sehat, seperti kurangnya akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak, meningkatkan risiko penyakit infeksi yang memperburuk kondisi stunting.