"When reading Abu Nuwas's poetry, one must recognize that the majority of Arab poets—far more than Western poets—are more interested in clever formulations of their poems than in the actual content of their ideas. Thus exaggeration is to be expected."
Ketika membaca puisi Abu Nawas, kita harus mengakui bahwa mayoritas penyair Arab—jauh lebih banyak daripada penyair Barat—lebih tertarik pada formulasi cerdik dari puisi mereka daripada isi sebenarnya dari gagasan mereka. Dengan demikian ungkapan yang berlebihan harus diantisipasi. Hal ini dengan tepat diekstrak berupa simpulan di awal tulisan: "Abu Nawas (756-813) adalah penyair Arab paling terkenal di era Abbasiyah. Gayanya luar biasa, dan komposisinya mencerminkan dengan baik perilaku tidak bermoral dari kelas atas pada zamannya."
Pertaubatan Sang Sufi Eksentrik
Ibnu Khalikan dalam Wafyatul-A’yan 2:102, saya kembali kutip dari Kisah Muslim, menceritakan dari Muhammad bin Nafi berkata, “Abu Nuwas adalah temanku, namun terjadi sesuatu yang menyebabkan antara aku dengan dia tidak saling berhubungan sampai aku mendengar berita kematiannya. Pada suatu malam aku bermimpi bertemu dengannya, kukatakan, ‘Wahai Abu Nuwas, apa balasan Allah terhadapmu?’ Dia menjawab, ‘Allah mengampuni dosaku karena beberapa bait syair yang kutulis saat aku sakit sebelum wafat, syair itu berada di bawah bantalku.’ Maka saya pun mendatangi keluarganya dan menanyakan bantal tidurnya dan akhirnya kutemukan secarik kertas yang bertuliskan: … (lalu beliau menyebutkan bait syair di bawah ini).”
Ya Tuhanku, jika dosa-dosaku bertambah banyak, maka aku tahu bahwa ampunan-Mu lebih besar
Jika hanya orang baik yang layak berharap kepada Engkau, maka kepada siapakah pendosa ini akan bersandar?
Aku menyeru-Mu Tuhanku, seperti yang Engkau perintahkan, dengan penuh hormat, Dan jika Engkau memalingkan tanganku, maka siapa lagi yang akan mengampuni?
Aku tidak mempunyai jalan kepada-Mu kecuali harapan dan indahnya pengampunan-Mu, kemudian setelah ini aku berserah diri.
Pertobatan lainnya dari Abu Nuwas, dan ini lebih populer lagi, terungkap dalam syair yang berjudul Al-I'tiraf (Pengakuan) berikut:
Saya mencoba menerjemahkannya agak sedikit puitis seperti di bawah ini:
"Ya Allah, hamba memang tidak layak akan Firdaus-Mu
Namun, hamba tak'kan mampu menanggung Jahim-Mu