Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Gelap Terang Seribu Bulan

17 April 2023   00:01 Diperbarui: 17 April 2023   03:44 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.muslim.sg/

Setitik cahaya di malam tergelap

Langit dunia Islam tetap berbintang bahkan pada saat tergelapnya. "Nabi saw bersabda: Allah akan membangkitkan untuk umat ini pada akhir setiap abad orang yang akan memperbaiki agamanya," Abu Dawud meriwayatkan. Konsep ini kemudian secara teknis dalam dunia Islam disebut dengan tajdid, yakni pembangkitan mujaddid pada setiap awal abad. 

Seperti kita bahas dalam Membincang Peradaban dan Kebudayaan (Islam), saat peradaban mencapai titik tertinggi, maka kebudayaan akan melandai hingga ke lunasnya. Dan pada gilirannya, peradaban pun turut melandai---bila kita menghindari kata meluncur turun. Namun, karena dunia Islam tidak pernah sama sekali hilang cahaya, maka percikan cahaya masih terlihat di langitnya. Keadaan ini dengan cukup adil tergambar dalam How Islam Won, and Lost, the Lead in Science yang ditulis Dennis Overbye di The New York Times.

"Tidak ada di Eropa yang dapat menahan apa yang terjadi di dunia Islam sampai sekitar tahun 1600," kutip Overbye dari perkataan Dr. Jamil Ragep, seorang profesor sejarah sains di Universitas Oklahoma. "Masuknya pengetahuan ini ke Eropa Barat, kata para sejarawan, yang memicu Renaisans dan revolusi ilmiah [di Eropa]."

Mengembangnya sayap kegelapan dikemas dalam dua paragraf Overbey berikut:

"Dari abad ke-10 hingga ke-13, kata Dr. [David] King, orang Eropa---terutama di Spanyol---menerjemahkan karya-karya ilmiah Arab ke dalam bahasa Ibrani dan Latin 'secepat yang mereka bisa'. Hasilnya adalah kelahiran kembali pembelajaran yang pada akhirnya mengubah peradaban Barat.

[Lalu,] mengapa sains Timur tidak terus maju? 'Tidak ada yang [dapat] menjawab pertanyaan itu dengan memuaskan,' kata Dr. [Abdelhamid] Sabra dari Harvard. Saat didesak, sejarawan ini menawarkan konstelasi alasan. Di antaranya, kerajaan Islam mulai digerus pada abad ke-13 oleh Tentara Salib dari Barat dan bangsa Mongol dari Timur."

Dari sekian paragraf, mengingat artikel ini terhitung panjang, bagian inilah favorit saya:

"Di Barat, sains mampu membayar dirinya sendiri dalam teknologi baru seperti mesin uap dan menarik pembiayaan dari industri, tetapi di Timur sains tetap bergantung pada perlindungan dan keingintahuan (tepatnya, kepedulian) para sultan dan khalifah. Lebih lanjut, Ottoman, yang mengambil alih tanah Arab pada abad ke-16, adalah pembangun dan penakluk, bukan pemikir, kata Dr. El-Baz dari Universitas Boston, dan dukungan semakin berkurang. 'Anda tidak bisa mengharapkan ilmu menjadi unggul sedangkan masyarakat tidak,' katanya.

Namun, yang lain berpendapat bahwa sains Islam tampaknya merosot hanya jika dilihat dari kacamata sekuler Barat. 'Dimungkinkan untuk hidup tanpa revolusi industri jika Anda memiliki cukup unta dan makanan,' kata Dr. King.

'Mengapa sains muslim merosot?' tanya Dr. King. 'Itu pertanyaan yang sangat Barat. [Kontribusi muslim dalam sains] ini berkembang selama seribu tahun---tidak ada peradaban di Bumi yang berkembang selama itu dengan cara seperti itu.'"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun