Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menelisik Asal Muasal Ketergantungan Indonesia pada Bawang Putih Impor

23 Agustus 2023   08:17 Diperbarui: 24 Agustus 2023   13:54 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bawang putih impor (Shutterstock) kompas.com

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia sepanjang 2022 telah melakukan impor bawang putih dengan volume sebesar 574.639 ton setara dengan USD 616 juta.

Hal ini sekaligus mempertegas kedudukan Indonesia sebagai negara importir bawang putih terbesar di dunia.

Rata-rata volume impor bawang putih Indonesia sepanjang 2014 hingga 2022 mencatat sebesar 535.969 ton.

Kementan memproyeksikan konsumsi bawang putih nasional pada tahun 2023 sebesar 526,77 ribu ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya sebesar 112, 73 ribu ton.

Defisit produksi bawang putih dalam negeri inilah salah satu yang menyebabkan Indonesia langganan impor bawang putih.

Di tahun 2023 ini, Indonesia berencana mengimpor bawang putih dari China sebesar 504 ribu ton, dan telah terealisasi 103,4 ribu ton pada periode Januari hingga April 2023.

Kondisi Bawang Putih Dalam Negeri

95 persen pemenuhan kebutuhan konsumsi bawang putih Indonesia berasal dari bawang putih impor, terutama dari China yang menyumbang 99 persen dari nilai total impor keseluruhan.

Hal ini, menjadi salah satu indikator yang menunjukkan, bahwa kondisi bawang putih dalam negeri yang tidak baik-baik saja.

Faktor utama adalah rendahnya produksi bawang putih Indonesia. Luas area penanaman yang sempit dan produktifitas yang rendah menjadi penyebabnya.

Berdasarkan data FAO pada tahun 2019, luas area penanaman bawang putih Indonesia rata-rata hanya seluas 2 ribu hektare dengan produktifitas rata-rata 6 sampai 9 ton per hektare. Estimasi produksi sekitar 12 ribu sampai 18 ribu ton. 

Jika dibandingkan dengan China, luas area penanaman bawang putihnya 800 ribu hektare dan produktifitas rata-ratanya bisa mencapai 25 ton per hektare.

Faktor usaha tani juga mempengaruhi minat petani untuk menanam bawang putih. 

Mahalnya harga bibit bawang putih per kilogram bisa mencapai Rp. 50.000 dengan kebutuhan 500 sampai 700 kg, sudah menyumbang 50-60 persen dari total biaya budidaya.

Biaya budidaya yang tinggi, turut mempengaruhi harga jual menjadi cukup tinggi. Rata-rata harga jual bawang putih kering petani grade A protol mencapai Rp. 25.000 per kilogram, sampai pasar dijual kembali harga Rp. 35.000 sampai Rp. 45.000 per kilogram.

Cukup jauh dibandingkan harga bawang putih China, yang hanya Rp. 7.000 sampai Rp. 8.000 per kilogram sampai di Indonesia.

Kondisi seperti inilah yang menyebabkan, keputusan impor dilakukan. Karena biaya impor lebih murah dibandingkan jika harus memaksa produksi dalam negeri.

Faktor Iklim Dan Produksi Bawang Putih Dalam Negeri

Bawang putih merupakan salah satu tanaman sub tropis yang tumbuh dengan baik di wilayah 4 musim cenderung dingin kering.

Di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia, bawang putih tumbuh dengan baik di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut.

Membutuhkan suhu dingin berkisar 26 sampai 22 derajat celcius, dingin kering dan hari hujan sedang.

Bawang putih dikategorikan sebagai komoditi pertanian yang rentan gagal, karena sifatnya yang sensitif terhadap perubahan cuaca sehingga mempengaruhi kerentanannya pada serangan hama dan penyakit tanaman.

Di Indonesia daerah yang cukup potensial dalam pengembangan budidaya bawang putih adalah Batu, Malang, Temanggung, Tegal, Batang, Karanganyar dan Sembalon.

Wilayah sentra bawang putih yang sedikit, belum mampu memenuhi kebutuhan bawang putih dalam negeri.

Pengembangan bawang putih di daerah dataran tinggi, seringkali terkendala oleh keterampilan petaninya dalam budidaya bawang putih yang masih minim

Selain itu, tidak semua dataran tinggi cocok untuk bawang putih, karena bawang putih menghendaki dingin kering bukan dingin lembab.

Mengembalikan Kejayaan Bawang Putih Lokal

Menurut salah satu petani bawang putih Temanggung, Pak Tito, menyampaikan dulu sebelum tahun 1998, bawang putih lokal sempat berjaya, dan menjadi raja di pasar-pasar tradisional.

Namun, sejak kran impor dibuka, banyak petani bawang putih yang beralih budidaya ke bawang merah atau cabai.

Karena harganya kalah saing dengan bawang putih impor. Banyak pedagang yang lebih suka bawang putih impor dari sisi fisik yang besar-besar dan harga murah.

Ini menjadi titik balik, meruntuhnya tahta bawang putih lokal di dalam negeri.

Kementerian Pertanian, mencanangkan swasembada bawang putih nasional, yang awalnya tahun 2019, menjadi 2024.

Setidaknya dengan program ini mampu mengurangi ketergantungan impor bawang putih hingga 10 sampai 20 persen.

Melalui kebijakan wajib tanam, bagi importir yang akan impor bawang putih, wajib menanam 5 persen dari total volume impor.

Program ekstensifikasi dan intensifikasi melalui pengadaan sarana produksi pertanian dan pengembangan food estate di Temanggung dan Sumatera Utara, bertujuan untuk pilot project pengembangan bawang putih lokal.

Selain itu, Kementan, Bank Indonesia, dan IPB University terus berupaya melakikan riset dan pendampingan ke kelompok tani bawang putih untuk mendapatkan varietas bawang putih lokal unggul dan adaptif.

Seperti yang pernah di lakukan di Tegal, pada kelompok tani Berkah Tani, Guci.

Upaya tersebut juga bertujuan untuk melatih petani mengatur biaya usaha taninya agar lebih efisien. Sehingga harga bawang putih lokal mampu bersaing dengan bawang putih impor.

Kesimpulan

Ketergantungan impor bawang putih Indonesia disebabkan oleh banyak faktor diantaranya, iklim yang kurang mendukung untuk pengembangan bawang putih, wilayah sentra bawang putih yang masih sedikit, produksi dalam negeri yang rendah sedangkan kebutuhan konsumsi tinggi menciptakan defisit stok. 

Di sisi usaha tani, biaya budidaya yang tinggi, tidak disertai produksi yang tinggi, menyebabkan biaya pokok usaha tani bawang putih terhitung tinggi, tidak mampu bersaing dengan bawang putih impor.

Meski Indonesia dikenal negara agraris yang subur tanahnya, melimpah airnya. Keputusan impor yang dilakukan, mempertimbangkan banyak hal yang kompleks. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun