Mohon tunggu...
Dodi Bayu Wijoseno
Dodi Bayu Wijoseno Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, membuat hidup lebih indah

Penyuka Sejarah, hiking dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

4 Kisah Operasi Militer Pembebasan Pembajakan Pesawat Paling Dramatis

8 Januari 2020   12:45 Diperbarui: 9 Januari 2020   16:39 2865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upaya pembebasan sandera dalam pembajakan Air France Flight 8969 di Bandara Marseille Perancis tahun 1994. Sumber Gambar: alchetron.com

Sejarah dunia mencatat telah beberapa kali kelompok teroris menggunakan tameng para warga sipil untuk menyuarakan tuntutan mereka. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan membajak pesawat dan menyandera para penumpangnya.

Terkadang tanpa segan mereka juga membunuh sandera untuk memaksa sebuah negara memenuhi tuntutan mereka. Kita semua sepakat bahwa mereka yang mengorbankan warga sipil yang tidak berdosa dengan apapun motifnya ataupun haluan politiknya adalah teroris.

Ketika situasi menjadi sangat genting dan berbahaya untuk para sandera, operasi militer menjadi satu-satunya jawaban untuk mengakhiri penyanderaan.

Satuan-satuan elite militer dari beberapa negara pernah melakukan operasi penyelamatan ini dan menorehkan reputasi besar mereka, termasuk pasukan kebanggan kita: Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang pada saat itu bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), sewaktu melakukan aksi pembebasan sandera pada peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia di Bandara Don Muang Thailand tahun 1981 silam.

Berikut adalah kisah 4 operasi pembebasan sandera paling dramatis berdasarkan urutan tahun waktu kejadiannya:

1. Operasi Pembebasan Sandera di Entebbe, Uganda tahun 1976

Sandera warga Israel yang berhasil dibebaskan dalam peristiwa Uganda ketika tiba kembali di negaranya. Sumber gambar: Wikimedia.org
Sandera warga Israel yang berhasil dibebaskan dalam peristiwa Uganda ketika tiba kembali di negaranya. Sumber gambar: Wikimedia.org

Tahun kejadian: 1976
Tempat Kejadian: Entebbe, Uganda
Operator: unit antiteror Sayeret Matkal dan unit-unit komando Tentara Pertahanan Israel (IDF Forces).

Di luar segala kontroversi mengenai negara Israel, salah satu kisah spektakuler pembebasan pembajakan pesawat pernah terjadi di bandara Entebbe, Uganda pada tahun 1976 ketika pasukan komando Israel melakukan operasi militer untuk membebaskan warganya yang disandera oleh kelompok teroris dan pasukan Uganda di tempat yang jauhnya ribuan kilometer dari Israel. Sebuah operasi militer yang langsung dilakukan di daerah lawan.

Pada tanggal 27 Juni 1976, sebuah pesawat penumpang Airbus Air France dengan nomor penerbangan 139 dengan 246 orang penumpang dan 12 awak bersiap untuk lepas landas dari bandara Athena Yunani untuk melanjutkan penerbangannya dari Tel Aviv Israel menuju ke Paris Perancis, namun sesaat sebelum lepas landas pesawat dibajak oleh 4 orang kelompok teroris yang menyamar sebagai penumpang.

Teroris memaksa pesawat terbang ke Benghazi Libya. Air France Flight 139 tidak melakukan kontak radio segera setelah meninggalkan Athena, yang mengundang kecurigaan pengawas udara Israel.

Dalam buku "Greatest Raids: Kisah-kisah Operasi Pembebasan sandera" karya Nino Oktorino (Elex Media: 2013) dikisahkan mengingat banyaknya penumpang warga Israel di pesawat tersebut, menghilangnya Flight 139 segera dilaporkan Dinas Intelijen Israel ke kabinet negeri tersebut.

Berita awal mengenai nasib pesawat tersebut diperoleh dari pilot maskapai penerbangan Rumania yang mendengar Kapten Flight 139 meminta izin untuk mendaratkan pesawat yang diberi sandi "Haifa", di bandara Beghazi, Libya.

Di Libya inilah terjadi kontak antara pejabat yang berwenang dengan pembajak, pembajak menyinggung syarat-syarat pembebasan sandera meski mereka tidak ingin bernegosiasi. Dari Libya pembajak menerbangkan pesawat Air France tersebut ke Entebbe, Uganda,

Lebih lanjut, buku tersebut mengisahkan, saat itu Uganda dipimpin oleh diktator kejam bernama Idi Amin yang sangat anti Israel.

Sebuah ironi, dahulu Idi Amin pernah dididik Militer di Israel dan Israel juga terlibat dalam kerjasama pengerjaan infrastruktur di Bandara Entebbe, Uganda pada masa-masa awal Idi Amin berkuasa namun keadaan berbalik ketika Israel tidak mau mendukung Idi Amin untuk menyerang Kenya dan Tanzania, sejak saat itu Idi Amin berbalik menjadi anti Israel.

Dalam peristiwa pembajakan tersebut, Idi Amin menyambut sendiri kedatangan pesawat Air France yang dibajak tersebut.

Pada hari ketiga, pembajak mengajukan tuntutan untuk pembebasan 53 rekannya yang ditahan di lima negara: 40 orang berada di penjara Israel, 6 orang di penjara Jerman Barat, 5 orang di penjara Kenya, 1 orang di penjara Perancis dan 1 orang dipenjara Swiss.

Selain itu mereka juga menuntut tebusan sejumlah USD 5 juta untuk pengembalian pesawat Airbus Air France ini. Keadaan menjadi genting ketika diketahui Idi Amin telah membebaskan sejumlah sandera namun tidak satupun sandera yang dibebaskan adalah warga Yahudi-Israel.

Traumatik akan peristiwa Holocaust pada Perang Dunia II menghantui pemikirian para sandera dan pejabat Israel yang sedang memikirkan upaya pembebasan mereka.

Paling tidak terdapat beberapa faktor penyulit yang seolah-olah hanya menghadapkan pada opsi negosiasi dengan para pembajak, faktor penyulit tersebut diantaranya:

  • Jarak antara Israel dan Uganda sekitar 3,200km
  • Tidak semua negara tetangga Israel, wilayah udaranya boleh dilalui oleh pesawat Israel
  • Sandera telah dipisahkan dan ditahan di sebuat tempat di luar pesawat

Namun bagi militer Israel yang telah ditempa dalam dua pertempuran besar: Perang Enam hari (tahun 1967) dan Perang Yom Kippur (tahun 1973) enggan untuk memilih opsi negosiasi dan segera memutuskan bahwa opsi militer masih masuk akal untuk dilakukan.

Perdana Menteri Israel kala itu Yitzhak Rabin juga telah menanyakan kepada para petinggi militer perihal kemungkinan operasi Militer.

Sebagaimana dituliskan dalam buku "Greatest Raids Kisah-kisah Operasi Pembebasan sandera" karya Nino Oktorino (Elex Media: 2013) setelah serangkaian rapat, di hadapan petinggi pemerintah dan militer Israel, dengan tegas Mayor Jenderal Benny Peled, Panglima Angkatan Udara Israel saat itu menyatakan bahwa Israel memiliki kemampuan untuk mengirimkan 1,200 prajurit dan perlengkapan ke Entebbe jika memang diperlukan.

Operasi Militer akhirnya disetujui untuk dilakukan dengan sejumlah pasukan Komando.

Operasi berani pembebasan sandera telah dirancang di Israel dan akan dipimpin langsung oleh Brigadir Jenderal Dan Shomron dan komandan tim penyerbu di lapangan dipimpin oleh komandan Pasukan Komando Sayeret Matkal, Letnan Kolonel Yonathan "Yoni" Netanyahu saudara kandung Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu saat ini.

Pada tanggal 3 Juli 1976 tiga pesawat angkut militer C-130 Hercules mengudara menuju Uganda. Pesawat- pesawat tersebut membawa pasukan komando Israel dan kendaraan yang akan mendukung operasi tersebut termasuk sebuah Mercedes Benz hitam seperti milik Idi Amin yang akan digunakan untuk mengelabuhi para pasukan Uganda.

Cetak biru bandara Entebbe Uganda juga sudah didapat karena kontraktor Israel pernah terlibat dalam renovasi bandara ini.

Kepiawaian pilot-pilot Israel telah terlihat sejak awal misi ketika mereka harus terbang rendah untuk menghindari radar dan melakukan sejumlah manuver untuk tidak menarik perhatian sehingga unsur pendadakan tetap terjaga, mengingat tidak semua negara tetangga Israel bersedia ruang udaranya dilalui oleh pesawat Israel.

Pada tanggal 3 Juli 1976 menjelang tengah malam Hercules pertama mendarat di Bandara Entebbe dengan mematikan lampu. Mesin pesawat segera dimatikan agar tidak mengundang perhatian, dan menurut sejumlah informasi, pasukan Israel sudah berlompatan keluar sebelum pesawat Hercules benar-benar berhenti di landasan, mereka segera memasang lampu-lampu pendaratan darurat di landasan untuk memandu tibanya Hercules berikutnya.

Untuk mengelabuhi pasukan Uganda, pasukan Israel menggunakan Mercedes Benz hitam yang identik dengan milik Diktator Idi Amin, pimpinan Uganda saat itu, sehingga pasukan Uganda akan mengira Idi Amin sedang berkunjung.

Mercedes Benz hitam yang berisi pasukan komando Israel dengan dikawal 2 mobil Land Rover bergerak menuju bangunan tempat sandera ditawan.

Saat mendekati sasaran mobil dihentikan seorang prajurit Uganda yang langsung ditembak dengan senjata berperedam, namun sebelum tewas prajurit Uganda tersebut masih sempat menembakkan senjata AK-47nya yang menyebabkan unsur pendadakan menjadi hilang karena para pasukan Uganda mulai menyadari telah terjadi sesuatu.

Letkol Yonathan Netanyahu beserta anak buahnya segera menyerbu gedung tempat para sandera ditahan untuk membebaskan mereka. Unit-unit pasukan komando Israel lainnya juga segera mendatangi gedung tempat sandera ditahan sambil meneriakkan kata-kata dalam bahasa Ibrani agar para sandera bertiarap dan sadar bahwa tim pasukan penyelamat telah datang.

Baku tembak terjadi selama beberapa menit, kelompok teroris dan pasukan Uganda tewas dalam baku tembak tersebut. Di tengah baku tembak tersebut sang Komandan Letkol Yonathan Netanyahu gugur ditembak oleh pasukan Uganda dari atas menara pengawas yang langsung dibalas oleh berondongan senjata berat pasukan komando Israel.

Unit-unit komando Israel lain menghancukan deretan jet pemburu Mig milik Uganda di bagian lain landasan agar tidak menjadi ancaman selama proses evakuasi sandera berlangsung.

Akhirnya pasukan Israel meminta para sandera untuk bersiap dievakuasi. Pesawat Hercules yang akan mengevakuasi telah siap di landasaran. Dalam waktu singkat semua sandera yang selamat berhasil dievakuasi ke pesawat Hercules yang telah siap lepas landas.

Menurut sumber informasi ada sekitar 100-an lebih sandera yang ditawan di Entebbe dan berhasil diselamatkan, pasukan Komando Israel segera menghitung jumlah sandera, tiga orang sandera tewas dalam operasi pembebasan ini ketika baku tembak terjadi.

Setelah proses penghitungan sandera oleh pasukan komando Israel selesai, ketiga pesawat angkut C-130 Hercules itu segera meninggalkan Uganda menuju Israel dengan mendarat dahulu di Kenya untuk mengisi bahan bakar dan merawat korban luka.

Operasi militer di Entebbe berlangsung selama sekitar 90 menit.

Pagi hari tanggal 4 Juli 1976 ketika pesawat sudah mendekati Israel, seorang petinggi Militer Israel menelepon Idi Amin dan dalam percakapan tersebut Idi Amin masih tetap bersikeras agar Israel memenuhi tuntutan pembajak. Idi Amin belum sadar bahwa telah terjadi peristiwa besar semalam di negaranya, mungkin karena tidak ada yang berani memberi tahunya

Pesawat Hercules yang membawa sandera yang dibebaskan dan pasukan komando Israel, akhirnya mendarat di Bandara Ben-Gurion, Tel Aviv dengan penyambutan besar.

Menurut beberapa sumber informasi, dalam operasi ini ada 4 orang yang meninggal , 3 orang sandera dan satu orang komandan lapangan , pemimpin pasukan Israel di garis depan Lekol Yonathan Netanyahu.

Meski jatuh korban, namun operasi yang juga dikenal dengan operasi Thunderbolt ini sukses besar karena berhasil menyelamatkan sebagian besar sandera.

2. Operasi Pembebasan Sandera Pembajakan Pesawat Lufthansa di Mogadishu, Somalia tahun 1977

Pasukan antiteror GSG-9 bersama sandera yang telah berhasil dibebaskan ketika tiba kembali di Jerman. Sumber gambar: medium.com
Pasukan antiteror GSG-9 bersama sandera yang telah berhasil dibebaskan ketika tiba kembali di Jerman. Sumber gambar: medium.com
Tahun kejadian: 1977
Tempat Kejadian: Mogadishu, Somalia
Operator: unit antiteror GSG-9 (Grenzschutzgruppe 9/ Polisi Penjaga Perbatasan, Grup 9)- Jerman

Melansir dari situs National Geographic Indonesia , Pasukan GSG-9 dibentuk pertama kali pasca tragedi penyanderaan dan pembunuhan 11 atlet Israel oleh kelompok teroris pada Olimpiade 1972 di Munich Jerman yang dikenal dengan nama peristiwa Black September.

Dalam peristiwa tersebut, karena tidak memiliki unit antiteror yang terlatih untuk melakukan pembebasan sandera, operasi pembebasan berakhir dengan tragedi yang berujung dengan tewasnya ke-11 atlet Israel, lima penyandera dan satu orang polisi.

Lebih lanjut menurut situs tersebut, setelah peristiwa itu Pemerintah Jerman Barat pada saat itu segera membentuk satuan khusus yang dilatih secara khusus untuk menghadapai peristiwa seperti pada peristiwa Black September tersebut.

Secara resmi pasukan GSG-9 dibentuk pada tanggal 17 April 1973 sebagai bagian dari Kepolisian Jerman yang memiliki spesialisasi mengatasi pembajakan, penculikan, penyanderaan dan kontra terorisme.

Setelah pasukan antiteror baru ini berlatih keras selama beberapa tahun yang menjadikan individu-individunya terlatih baik dalam penggunaan senjata dan juga beladiri tangan kosong, pada pertengahan bulan Oktober 1977, sebuah telepon dari Kementrian dalam Negeri Jerman diterima oleh Markas GSG di Jerman, yang meminta pasukan GSG-9 bersiap untuk melakukan operasi pembebasan sandera. Operasi besar perdana mereka setelah pembentukan tim tersebut

Sejarah dunia mencatat, pada tanggal 13 Oktober 1977, sebuah pesawat penumpang Boeing-737 milik maskapai penerbangan Jerman Lufthansa dengan nomor penerbangan LH 181 dari Bandara Palma de Mallorca, Spanyol tujuan Perancis dibajak oleh 4 orang kelompok teroris. Pesawat tersebut membawa 86 orang penumpang dan lima orang awak.

Dalam buku "Greatest Raids: Kisah-kisah Operasi Pembebasan sandera" karya Nino Oktorino (Elex Media: 2013) dipaparkan bahwa Teroris ini menuntut pembebasan rekan-rekannya yang dipenjara dan uang tebusan senilai USD 15 juta dengan tenggat waktu pagi hari tanggal 16 Oktober jam 09.00 pagi.

Pembajak menerbangkan pesawat dengan rute dari Palma de Mallorca menuju Roma, Siprus, Bahrain, Dubai, Yaman Selatan dan terakhir mendaratkan pesawat yang dibajak di Mogadishu, Somalia.

Komandan GSG-9 Ulrich Wegener segara membuat taklimat singkat kepada 30 anggota timnya dan menyiapkan rencana penyerbuan. Pasukan GSG-9 akhirnya lepas landas menuju Siprus, namun pesawat yang dibajak telah pergi meninggalkan Siprus beberapa menit sebelum pesawat yang membawa pasukan komando GSG-9 mendarat.

Keadaan menjadi genting ketika pimpinan pembajak membunuh pilot LH181 di Yaman Selatan sebelum mendarat di Somalia. Pasukan GSG-9 terus mengikuti dan membayangi pesawat Lufthansa yang dibajak tersebut hingga akhirnya pesawat Lufthansa dengan nomor penerbangan LH181 mendarat di Mogadishu Somalia, dan di negara inilah operasi militer pembebasan sandera akan dilancarkan.

Pemerintah Somalia telah memberikan ijin pasukan GSG-9 untuk melakukan aksinya.

Lepas tengah malam, pada tanggal 18 Oktober 1977, Ketika tim negosiator tengah bernegosiasi untuk mengulur tenggat waktu tuntutan dan memecahkan konsentrasi pembajak, Ulrich Wegener beserta pasukannya telah mendekati pesawat.

Dalam operasi ini, Ulrich Wegener memerintahkan untuk menembak siapa saja yang masih berdiri di dalam pesawat setelah semua penumpang diperintahkan untuk menunduk oleh pasukannya.

Untuk mengalihkan perhatian, sebuah drum minyak terbakar digelindingkan ke landasan pacu hingga mengobarkan nyala api yang besar. Ketika perhatian pembajak fokus ke nyala api dari drum yang terbakar itu, pintu-pintu pesawat diledakkan oleh peledak magnetik dari luar.

Sekitar 2 detik setelah terdengar suara ledakan dari arah pintu dan penumpang serta pembajak belum sadar benar situasi apa yang terjadi, pasukan komando GSG-9 langsung menerobos masuk sambil menerikkan kata-kata berbahasa Jerman yang meminta para penumpang menunduk.

Terjadi baku tembak antara pasukan komando GSG-9 dan para pembajak selama beberapa menit, dalam baku tembak tesebut, 3 pembajak tewas dan 1 pembajak berhasil dilumpuhkan.

Operasi pembebasan berlangsung sekitar 7 menit, semua penumpang dan kru pesawat berhasil diselamatkan tanpa seorangpun anggota pasukan komando GSG-9 yang gugur. Operasi pembebasan sandera ini juga dicatat sejarah sebagai salah satu operasi pembebasan sandera yang paling sukses.

3. Operasi Pembebasan Sandera Pembajakan Pesawat Garuda Indonesia Airways tahun 1981 di Thailand

Penampakan Pesawat Garuda DC-9 Woyla yang dibajak di Thailand. Sumber gambar: Foto Repro Majalah Angkasa
Penampakan Pesawat Garuda DC-9 Woyla yang dibajak di Thailand. Sumber gambar: Foto Repro Majalah Angkasa

Tahun kejadian: 1981
Tempat Kejadian: Bandara Don Muang Thailand
Operator: unit antiteror Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang sekarang bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus)- Tentara Nasional Indonesia.

Maskapai flagship kebanggaan Indonesia, Garuda Indonesia juga pernah mengalami peristiwa pembajakan oleh kelompok teroris pada tahun 1981.

Pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 206 dan no registrasi pesawat PK-GNJ- sedianya akan terbang dari Kemayoran dengan tujuan akhir bandara Polonia Medan melalui transit di Palembang, namun dalam penerbangan tersebut, lima orang kelompok teroris bersenjata yang menyamar sebagai penumpang tiba-tiba membajak pesawat ini dan mengalihkan penerbangan ke Bandara Penang Malaysia dan dari Malaysia terbang menuju Bandara Don Muang, Thailand.

Insiden pembajakan ini terjadi pada tanggal 28 Maret 1981.

Para pembajak mengajukan tuntutan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk membebaskan 80 orang tahanan yang terlibat dalam beberapa aksi teror di dalam negeri dan meminta seluruh tahanan tersebut diterbangkan ke luar negeri dengan tujuan negara tertentu yang akan disebutkan kemudian.

Selain itu pembajak juga menambahkan tuntutan permintaan USD 1,5 juta kepada Pemerintah Indonesia dan mengancam akan meledakkan pesawat jika tuntutan tidak dipenuhi. Tim negosiator terus bernegosiasi untuk mengulur waktu hingga pasukan antiteror Indonesia tiba untuk membebaskan sandera.

Dalam ulasan " Kisah-Kisah Heroik Penjaga NKRI bab: Tragedi Woyla Melambungkan Indonesia (Edisi Koleksi Majalah Angkasa: 2015) dikisahkan bahwa peristiwa pembajakan ini terjadi saat tim antiteror Kopassanda baru saja dibentuk dan belum pernah melakukan operasi yang sama, bahkan latihan yang dilakukan pun masih sangat terbatas.

Namun sejarah dunia akan mencatat, reputasi pasukan elite ini ketika menuntaskan pembajakan Pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesia di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand dalam hitungan menit.

Untuk mengatasi krisis pembajakan, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan opsi operasi militer untuk membebaskan para sandera. Danjen Kopassandha saat itu Brigjen. Yogie S. M. memerintahkan Letnan Kolonel Sintong Panjaitan untuk secepatnya membuat rencana penyelamatan sandera. Letkol.

Sintong Panjaitan segera mengumpulkan 32 orang pasukan dari Grup 4/Sandiyudha dan melakukan beberapa simulasi latihan pembebasan sandera diantaranya dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia di Hanggar Teknik Garuda Jakarta agar setiap anggota pasukan mengetahui secara detail setiap bagian pesawat untuk kelancaran operasi.

Setelah melakukan sejumlah latihan, pasukan telah siap untuk diberangkatkan ke Thailand. Sebelum berangkat, petinggi Militer dan Kepala Badan Analisa Intelijen Strategis (BAIS) saat itu, Letnan Jenderal Benny Moerdani memerintahkan Letkol Sintong Panjaitan untuk mengganti senapan serbu M16A1 tim penyerbu dengan senapan H&K MP5 SD-2 kaliber 9mm low velocity, jenis senapan yang digunakan oleh satuan antiteror Jerman, GSG-9 ketika melakukan operasi pembebasan sandera di Mogadishu Somalia.

Perintah penggantian senapan tim penyerbu sempat membuat Letkol Sintong Panjaitan ragu karena anggota pasukannya belum ada yang pernah mengoperasikan senapan ini.

Terdapat sebuah kisah mengenai hal ini, dalam buku karya Hendro Subroto yang berjudul " Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" (Kompas: 2009) , dikisahkan sesaat sebelum pesawat lepas landas, ketika pilot sedang melakukan pengecekan prosedur take off, Letkol.

Sintong Panjaitan memberanikan diri menghadap Letjen. Benny Moerdani di pesawat dan meminta untuk mencoba senjata H&K MP5 tersebut. Permintaan dikabulkan, Letjen Benny Moerdani memasuki kokpit untuk meminta pilot menunda take off.

Benar saja ketika dicoba senjata tersebut macet, mungkin karena pelurunya tidak bisa disimpan terlalu lama di tempat yang berkelembaban tinggi. Letjen. Benny Moerdani segera memerintahkan anak buahnya untuk mengambil peluru baru, dan dengan peluru baru tersebut uji coba senjata berlangsung memuaskan. Setelah uji coba senjata, semua tim bertolak ke Thailand dengan Pesawat DC-10 Sumatera Garuda Indonesia.

Setelah pasukan antiteror Indonesia sampai di Thailand, ketegangan semakin bertambah dengan alotnya negosiasi dengan Pemerintah Thailand yang belum memberikan ijin bagi militer Indonesia untuk melakukan operasi militer di negaranya dan menghendaki operasi gabungan antara militer Thailand dan Indonesia, yang ditolak oleh Pemerintah Indonesia karena yang dibajak adalah pesawat Indonesia yang penumpannya sebagian besar adalah Warga Negara Indonesia.

Akhirnya pemerintah Thailand melunak dan memberikan lampu hijau bagi militer Indonesia untuk melakukan operasi pembebasan sandera. Tentara Thailand hanya melakukan penjagaan di sekitar area bandara untuk mencegah pelarian para pembajak.

Akhirnya pada tanggal 31 Maret 1981 dinihari operasi pembebasan sandera dilancarkan. Dengan tenang dan mantap satuan antiteror Kopassandha berjalan berbaris dua-dua mendekati pesawat dari arah blind spot pesawat yang tidak dapat dilihat oleh para pembajak. Pukul 02.45 semua pasukan sudah siap berada di posisi, dan Letkol Sintong Panjaitan memerintahkan operasi dilaksanakan.

Team pertama yang bertugas membuka pintu pesawat segera membuka pintu pesawat dengan cepat diikuti masuknya anggota team dengan teriakan Komando untuk membuyarkan konsentrasi para pembajak, terjadi baku tembak dengan para pembajak.

Tembakan pasukan komando diarahkan segaris dengan tinggi tempat duduk karena secara psikologis penumpang pasti akan berlindung dan bertiarap sedangkan para pembajak akan memberikan perlawanan kepada pasukan pembebas.

Berdasarkan apa yang dikisahkan dalam "Kisah-Kisah Heroik Penjaga NKRI bab: Tragedi Woyla Melambungkan Indonesia" (Edisi Koleksi Majalah Angkasa: 2015).

Ketika pasukan antiteror menyerbu pesawat, salah seorang pembajak secara refleks menembak pilot Capt. Herman Rante di bagian kepala sehingga sang pilot mengalami luka parah.

Baku tembak antara pasukan antiteror Indonesia dan pembajak terjadi selama beberapa menit hingga akhirnya 4 pembajak tewas dan satu pembajak yang membaur dengan penumpang ketika proses evakuasi dikenali dan ditembak oleh pasukan antiteror Indonesia. Proses penyerbuan selesai dalam 3 menit

Dalam peristiwa ini tim anti teror Kopassandha berhasil menyelamatkan seluruh sandera DC-9 Woyla. 1 orang anggota tim Capa (Calon Perwira). Ahmad Kirang terluka tembak di bagian perut yang tidak terlindung rompi antipeluri, akhirnya Capa. Ahmad Kirang dan Capt. Pilot Herman Rante yang ditembak pembajak di kepala, meninggal dunia setelah dirawat beberapa hari di Rumah Sakit di Thailand.

Peristiwa sukses pembebasan sandera di Bandara Don Muang Thailand telah melambungkan nama satuan antiteror Indonesia yang membuat nama Kopassus sangat disegani hingga hari ini.

Seluruh tim pembebasan sandera diganjar dengan kenaikan pangkat luar biasa satu tingkat lebih tinggi dan dihadiahi tanda kehormatan Bintang Sakti dari pemerintah Indonesia.

4. Operasi Pembebasan Sandera Pembajakan Pesawat Air France Flight 8969 Tahun 1994

Upaya pembebasan sandera dalam pembajakan Air France Flight 8969 di Bandara Marseille Perancis tahun 1994. Sumber Gambar: alchetron.com
Upaya pembebasan sandera dalam pembajakan Air France Flight 8969 di Bandara Marseille Perancis tahun 1994. Sumber Gambar: alchetron.com
Tahun kejadian: 1994
Tempat kejadian: Bandara Marseille Perancis
Operator: unit antiteror GIGN (Groupe d'intervention de la Gendarmerie nationale) Prancis.

Dari sejumlah sumber pemberitaan mengenai peristiwa ini, pada bulan Desember tahun 1994 dunia dikejutkan oleh peristiwa pembajakan pesawat Airbus Air France Flight 8969 dari Aljazair dengan tujuan Paris Perancis, pesawat ini membawa 227 penumpang.

4 orang dari Kelompok Teroris yang tidak puas dengan pemerintahan Perancis membajak pesawat tersebut di Bandara Kota Algiers, Aljazair sebelum memaksa meminta pesawat diterbangkan ke Paris. Situasi menjadi sangat genting ketika pembajak membunuh beberapa sandera untuk menunjukkan betapa seriusnya mereka.

Pesawat akhirnya terbang dari Aljazair menuju Perancis namun harus mendarat terlebih dahulu di bandara Marseille untuk mengisi bahan bakar sebelum melanjutkan perjalanan ke Paris, Perancis. Sedikit terasa aneh karena sebuah maskapai penerbangan Perancis dibajak dan dibawa masuk oleh pembajak ke negara Perancis.

Rupanya dari sejumlah informasi terdapat fakta adanya rencana untuk meledakkan pesawat tersebut di atas kota Paris dengan ditemukannya beberapa bahan peledak yang dibawa kelompok teroris di dalam pesawat tersebut.

Ketika pesawat mendarat di bandara Marseille untuk pengisian bahan bakar, unit antiteror Perancis GIGN sudah berada dalam kesiapsiagaan tinggi untuk melakukan operasi militer pembebasan sandera.

Operasi pembebasan sandera diawali dengan pergerakan kendaraan pembawa tangga pesawat yang dipenuhi oleh personel pasukan antiteror GIGN.

Setelah mobil pembawa tangga pesawat merapat di pintu-pintu pesawat, dengan kecepatan tinggi, pasukan penyelamat GIGN membuka paksa pintu pesawat dari luar, setelah pintu terbuka sejumlah pasukan penyelamat meloncat ke dalam pesawat.

Terlihat ledakan-ledakan granat kejut yang dilemparkan pasukan elite Perancis tersebut ke dalam kabin, granat kejut berfungsi untuk mengejutkan dan membutakan sementara para pembajak sehingga pasukan penyelamat dapat menyerbu dan melumpuhkan pembajak dengan cepat.

Terjadi baku tembak sengit antara unit antiteror GIGN dengan para pembajak hingga akhirnya keempat pembajak tewas dalam baku tembak tersebut.

Operasi pembebasan berlangsung selama sekitar 20 menit, beberapa sandera dan anggota pasukan anti teror GIGN terluka dalam operasi pembebasan sandera ini namun semua sandera dan kru pesawat yang tersisa selamat semuanya. Operasi pembebasan sandera ini berlangsung dengan sukses.

Dari rangkaian peristiwa-peristiwa yang terekam dalam catatan-catatan sejarah dunia tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa hingga hari ini terorisme masih menjadi ancaman yang harus dihadapi secara bersama-sama.

Mereka masih menjadikan warga sipil tidak berdosa sebagai tameng untuk memaksakan tuntutan dan kehendak mereka. Semoga dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini ruang gerak terorisme bisa dipersempit dan ditangkal sebelum terjadi.

***

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun