"Bapa, jika bapa tidak rutin membayar uang komitenya Beni, bisa saja anak bapa ini diskors atau lebih parahnya lagi bisa diberhentikan"
Sang ayah hanya tertunduk lesu. Mukanya jelas pucat memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
"Baik bapa, akan segera saya lunaskan dalam waktu dekat bapa" Jawab sang ayah menutup pembicaraan dengan kepala sekolah siang itu.
Ayahnya melangkah lunglai dari ruangan kepala sekolah. Di luar anaknya menyambut dengan nada suara yang tertelan lesu.
"Ayah, ada apa ayah?" tanya Beni.
"Tidak ada apa-apa nak, kepala sekolah memberikan keringanan untuk uang sekolah kamu. Katanya kita bisa membayarnya kapan saja ketika kita sudah punya uang" Jawab ayahnya.
Jelas sekali ia harus berbohong. Tidak mungkin ia menceritakan bahwa anaknya bisa saja dikeluarkan dari sekolah karena persoalan uang komite. Jikalau itu sampai terjadi, bisa saja menjadi salah satu kegagalan dalam hidupnya.
Mulai sekarang ia harus berpikir lebih keras lagi untuk mencari uang tambahan untuk makan dan uang sekolah Beni. Hari-hari berikutnya ia selalu membicarakan masalah ini dengan istrinya. Namun Beni bukanlah anak yang bodoh. Ia tahu bahwa ayahnya sudah berbohong padanya. Namun, pastinya ia juga berada dalam posisi yang sulit sekarang.
"Apa yang harus saya perbuat? Apakah diluar sana akan ada pekerjaan  yang pas untuk anak seumuran saya?"
Awalnya Beni mencoba untuk bersikap biasa saja. Namun lama-lama ia rasa bahwa tidak sepenuhnya ini menjadi tanggung jawab ayah dan ibunya, apalagi mereka masih harus membagi uang untuk biaya makan minum mereka.
"Ibu, Ayah di mana?" Tanya Beni