Meningkatkan pengadaan vaksin
Meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran, kitab suci dan buku pelajaran agama yang harganya relatif murah
Mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis untuk pembangunan nasional
Selain terdapat barang/jasa yang dibebaskan PPN, ekspor barang dan jasa dikenakan tarif 0% PPN. Â Pemberlakuan tarif 0% terjadi atas ekspor barang/jasa kena pajak untuk konsumsi di luar daerah Pabean (Republik Indonesia). Â Tarif 0% PPN tidak sama dengan bebas PPN. Â Nantinya pajak masukan yang diperoleh dari barang/jasa kena pajak yang terkait dengan ekspor dapat dikreditkan kembali. Â
Pro Kontra Pemberlakuan Kebijakan Kenaikan PPN
Kenaikan PPN menjadi pro dan kontra ditengah masyarakat luas. Yang menjadi perhatian masyarakat tentu saja adalah waktu dari pelaksanaan kebijakan. Selain bertepatan dengan bulan Ramadhan, kejadian langkanya BBM akibat perang Rusia-Ukraina, dan diikuti dengan terkereknya harga barang-barang substitusi energi dan komoditas lainnya, seperti batubara dan kelapa sawit, juga mendorong naiknya hampir semua harga barang dan jasa. Dengan adanya kenaikan tarif tersebut semakin menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun demikian, sebenarnya kenaikan PPN itu diimplementasikan tepat waktu di tengah-tengah momentum ekonomi masyarakat yang mulai membaik, setelah sebelumnya dilumpuhkan oleh pandemi Covid-19. Pihak pro berpendapat bahwa kenaikan PPN ini sudah tepat dikarenakan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dimana hal ini berdampak bagi pemulihan ekonomi karena dapat menunjang berbagai subsidi bagi masyarakat kurang mampu dan pembangunan bagi masyarakat. Pendapat ini didukung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dimana beliau berpendapat bahwa PPN sangat berkaitan dengan kemampuan konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah menyalurkan bantuan sosial atau subsidi untuk menjaga tingkat konsumsi masyarakat, khususnya lapisan bawah. Jika ditunda, program-program perlindungan sosial akan turut terimbas. Potensi penerimaan negara juga akan semakin rendah, sementara belanja perlindungan sosial masih menjadi kebutuhan utama di tengah pandemi.
Tetapi poin penting yang harus dijadikan catatan adalah kenaikan PPN 11 persen tidak berpengaruh pada barang dan jasa yang bersifat strategis seperti bahan kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak contohnya beras, telur, dan kedelai, jasa pendidikan, dan kesehatan. Tidak ada niat pemerintah untuk memberatkan masyarakat. Namun, menurut Pemimpin Umum DDTCNews, Darussalam mengatakan bahwa  dari implementasi penerapan PPN di banyak negara, pengecualian sejumlah barang kebutuhan pokok dari PPN justru akan lebih banyak dinikmati oleh kelompok berpenghasilan menengah ke atas. Artinya, kebijakan ini justru dinilai salah sasaran dalam arti khusus. Karena menurutnya masyarakat tidak mampu kebanyakan konsumsi di pasar tradisional yang tidak ada mekanisme PPN. Sehingga walaupun diberikan insentif, mereka tidak menikmati. PPN ini berlaku di pasar modern yang ada mekanisme PPN. Sehingga yang menikmati fasilitas PPN ini justru masyarakat mampu.
Perlu diketahui juga bahwa adanya kenaikan tarif PPN diikuti oleh perubahan aturan pajak lainnya yang menguntungkan masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Salah satu perubahan yang menjadi sorotan penting yaitu perluasan bracket tarif 5 persen Pajak Penghasilan (PPh) yang juga diatur dalam UU HPP. Sehingga di sini terjadi keseimbangan yakni walaupun masyarakat harus membayar PPN lebih tinggi ketika mengonsumsi barang atau jasa kena pajak, tetapi kini masyarakat juga akan membayar pajak penghasilan yang lebih rendah.
Dampak peningkatan PPN
Pada dasarnya dampak dari peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat terlihat dari dua sisi, yang pertama dari sisi wajib pajak dan juga dampaknya dari sisi penerimaan negara. Bagi wajib pajak, tentu hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa peningkatan PPN sebesar 1% ini akan memberatkan keadaan mereka, terlebih lagi situasi pandemi masih berlangsung dan perekonomian negara pun belum pulih sepenuhnya. Akan tetapi menurut para ahli bahwa dampak dari kenaikan PPN hanya akan bersifat terbatas, hal tersebut ditengarai karena pemerintah turut melakukan penyesuain tarif PPN dibarengi dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang atas pribadi sampai dengan RP 60 juta, yang semula nilainya 15% menjadi 5%. Selain itu,pemerintah juga sudah banyak memberikan fasilitas PPN bagi barang dan jasa tertentu, sehingga kemungkinan besar efek ini hanya akan dirasakan oleh masyarakat golongan menengah dan atas, sedangkan masyarakat golongan bawah hanya akan merasakan dampak yang minim.