Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Belanda Beberapa Jalan Memakai Nama Tokoh Indonesia

16 Agustus 2019   13:18 Diperbarui: 16 Agustus 2019   13:29 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Direktur Sejarah Ibu Triana sedang diwawancara wartawan (Dokpri)

Sebagai ketua delegasi, Bung Hatta merasa lega atas pengakuan kedaulatan RI. "Diplomasi adalah usaha setahap demi setahap untuk sampai pada mewujudkan keseluruhan dari target dan tujuan bangsa dan negara," kata Bung Hatta sebagaimana disampaikan Ibu Halida.

Prof. Fridus menyampaikan makalah Perspektif Belanda tentang Dekolonisasi 1945-1950. "Saya ingin memulai dengan mengemukakan bahwa sudut pandang resmi Pemerintah Belanda menyebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh pada 1949 setelah pengalihan kedaulatan ke Republik Indonesia Serikat. Bahwa pada Agustus 1950 Indonesia kembali ke konstitusi 17 Agustus 1945 sama sekali tidak pernah disebutkan dalam buku-buku sekolah di Belanda," kata Prof. Fridus.

Saat ini, kata Prof. Fridus, masyarakat usul ada sembilan nama jalan yang memakai nama tokoh Indonesia. Namun nama Bung Karno dan Bung Hatta tidak tercantum karena rupanya masyarakat masih 'sakit'.

Suasana pameran, melengkapi seminar (Dokpri)
Suasana pameran, melengkapi seminar (Dokpri)

Separatis

Hubungan Indonesia dan Belanda sempat tegang hingga beberapa lama. Tidak heran, kata Pak Rushdy, banyak negara memanfaatkan konflik itu. Jepang sebagai negara yang kalah perang, misalnya, menjadi pemasok utama Indonesia. Begitu pula AS dan beberapa negara Eropa. Batu sandungan lain adalah pembentukan organisasi separatis seperti Republik Maluku Selatan dan Organisasi Papua Merdeka.

Sejarawan militer Kolonel Kusuma banyak berbicara tentang pembentukan POPDA, yakni Panitia Oeroesan Pengembalian Djepang  dan APWI. APWI merupakan singkatan dari Allied Prisoners of War and Internees. Menurut Pak Kusuma, selama ini yang dibicarakan umumnya sejarah politik militer, bukan sejarah pribadi. Seharusnya sejarah militer juga membicarakan sejarah sosial militer. Untuk itulah sejarawan militer harus mencatat hal-hal yang negatif dan positif.

Berbicara sejarah memang menarik. Apalagi ada yang bilang sejarah ditulis oleh para pemenang. Sebagian lagi berpendapat untuk menghancurkan sebuah bangsa, kaburkan sejarahnya. Sejarah punya teknik dan metodologi loh. Sejarah bukan hanya bercerita tentang peristiwa dan tokoh, tapi merupakan sumber inspiratif dan edukatif bagi negerasi sekarang dan mendatang.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun