Mohon tunggu...
MD Kelana
MD Kelana Mohon Tunggu... -

apa aja

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Surat Terbuka untuk Menteri Keuangan

27 Januari 2016   09:12 Diperbarui: 23 Desember 2016   20:05 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. (TRIBUN NEWS / DANY PERMANA)

Bismillahirrohmanirrohiim…

Assalamualaikum Warahmatullohi Wabarokatuh

Salam hormat saya kepada Bapak Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan Republik Indonesia, atasan, pemimpin, dan rekan kerja, yang mudah-mudahan juga bisa menjadi sahabat dekat bagi semua pegawai Kementerian Keuangan. Semoga Bapak selalu dalam lindungan Allah SWT, diberikan kesehatan dan kekuatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab Bapak yang sungguh berat. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk dapat mengungkapkan uneg-uneg yang selama ini seperti tertahan di ujung leher, tak mampu kami sampaikan karena keterbatasan posisi, jabatan, dan jangkauan kami terhadap pengambil kebijakan di instansi ini, yang sudah sepatutnya kami cintai dan sudah seharusnya kami banggakan: Kementerian Keuangan.

Sudah sewajarnya jika saya, sebagai bagian dari Kementerian Keuangan, merindukan sekali saat-saat di mana mayoritas rekan-rekan kerja saya bisa bangga dengan instansi tempatnya bekerja. Namun fenomena yang terjadi belakangan ini, saya rasa ada demotivasi yang mengurangi komitmen pegawai terkait berbagai hal yang terjadi baik di dalam maupun di luar Kementerian Keuangan. Saya ingin menyumbangkan beberapa pemikiran saya, yang mudah-mudahan bisa diterapkan demi kemajuan instansi. Namun sebelum itu, Negara, dalam hal ini, Bapak Menteri, harus memosisikan diri dengan mindset bahwa pegawai Kementerian Keuangan, Pegawai Negeri Sipil, adalah asset, adalah modal, bukan dimasukkan dalam akun beban atau biaya dan belanja seperti halnya dalam akuntansi pemerintah. Jadi, mari kita menyamakan mindset kita terlebih dahulu, bahwa pegawai adalah asset.

1.  Peningkatan Anggaran Belanja Kementerian Keuangan

Memikirkan mana yang lebih dahulu antara meningkatkan penyediaan anggaran yang optimal bagi instansi, atau meningkatkan penerimaan Negara sama halnya dengan menebak mana yang lebih dahulu antara ayam dengan telurnya. Menurut saya, penerimaan Negara wajib ditingkatkan secara ekstrem, dengan terlebih dahulu memberikan pancingan berupa peningkatan anggaran yang diperuntukkan dalam upaya memaksakan penerimaan Negara tersebut.

Segala ide, usul dan pendapat yang saya ungkapkan, akan sulit diterapkan tanpa terlebih dahulu meningkatkan anggaran, tapi bisa sih mestinya. Saya tidak mengerti berapa angka riilnya, tapi sebagai bendahara Negara yang menjamin kelangsungan hidup, tentu Kementerian Keuangan boleh mengusulkan anggaran yang cukup besar, dengan jaminan, penerimaan Negara selambat-lambatnya mulai 2 tahun ke depan berikutnya akan naik drastis dengan menggunkaan dana-dana tersebut.

Target penerimaan negara saat ini adalah ±1350 Triliun. Jujur Pak, angka itu sebenarnya kecil dibandingkan potensi pajak yang terhampar luas di bumi kita yang makmur ini. Hanya saja, kapasitas DJP dan DJBC masih kurang fokus ditingkatkan. Tentu Bapak pernah melihat pemaparan yang juga sudah disampaikan di depan DPR, bahwa untuk menghimpun pajak dari suatu Negara Kepulauan dengan jumlah 240 juta jiwa, jumlah personil DJP sebanyak 36 ribu adalah perbandingan yang sangat tidak sepadan. Dzalim kalau menurut saya. Kasarnya, dengan target 1000 T, masing-masing pegawai DJP harus menghimpun pajak minimal sebesar ± 30 Milyar. Angka yang sangat besar untuk seorang PNS. Padahal, tentu saja dalam 36 ribu pegawai DJP tersebut, tidak semuanya berfungsi sebagai penghimpun. Ada yang hanya sebagai supporting unit.

Saya yakin Pak, walaupun saya belum pernah hitung kemungkinannya, jika DJP dan atau DJBC diberikan anggaran 2% saja misalnya, dari total dana yang bisa dihimpun di tahun sebelumnya, dan diberikan tambahan pegawai sesuai kebutuhan organisasi dengan pola rekrutmen yang transparan, dalam 1 tahun saja akan terasa peningkatannya, sehingga angka penerimaan 1350 T di akhir tahun bukanlah hal yang mustahil.

Masih banyak sektor pendapatan warga kita yang belum tersentuh mulai dari ritel, e-commerce, pertambangan, professional/pekerjaan bebas, properti, sewa-menyewa, sampai pengusaha UKM dan pekerja lepas. Jumlah Wajib Pajak yang terdaftar masih jauh dari harapan, apalagi jumlah yang menyampaikan SPT, kecil banget, Pak. Mengapa belum tersentuh? Mengapa banyak yang belum terdaftar? Mengapa banyak yang belum lapor? Mengapa banyak yang belum bayar pajak? Mengapa masih banyak masyarakat yang belum sadar pajak?

Jangankan untuk ngurusin yang ‘belum’, ngurusin Wajib Pajak yang ada aja DJP udah keteteran. DJBC pun disibukkan dengan pemberantasan narkoba dan impor barang-barang illegal. Di mana-mana warga Negara pasti nggak suka bayar pajak, benci sama orang pajak, itu nggak bisa dihilangkan. Tapi kita bisa menggugah kesadaran bangsa, bahwa membayar pajak itu penting. Bahkan saya kaget ketika ada rekan saya PNS Pemda yang bertanya pada saya:

“Pajak itu buat apa sih, capek banget guwe ngurusin pajak pegawai kantor guwe?”

Yang kemudian dia melongo dengan jawaban saya yang songong ini:

“Yaa buat bayar gaji en tunjangan kamu, geblek,” canda saya.

Sumpah Pak, masyarakat kita masih banyak yang belum ngerti, yang belum sadar dengan pajak ini. Tapi apa daya, jumlah pegawai DJP, dana, fasilitas, dan jaminan bagi pegawai tidak cukup untuk menyentuh yang ‘belum-belum’ ini. Sehingga pegawai DJP saat ini kinerjanya hanya sebatas memenuhi tanggung jawab yang ada, hanya cukup sampai dengan mencapai target yang ditetapkan. Tidak ada dorongan dan keinginan untuk mencapai penerimaan 200% dari target misalnya, karena tidak ada stimulan untuk itu. There is no reward when you have been super duper excellent with your performance, but there is only a surely punishment when you’d came in your office 1 minute after 7.30.

Coba misalnya ya Pak, NANTI pegawai DJP ada 100 ribu, ditambah pegawai Kemenkeu yang lainnya misalnya ada 50 ribu, kemudian semua pegawai Kementerian Keuangan tersebut ditugaskan untuk memberikan penyuluhan, pengetahuan dasar mengenai pentingnya Pajak dan Cukai, taruhlah 1 minggu 1 kali. Semua pegawai itu diberikan Surat Tugas, uang transportasi, akomodasi, konsumsi yang cukup untuk berangkat ke sekolah-sekolah, kampus-kampus, kantor-kantor, pasar-pasar, pendopo kelurahan, balai desa, aula apartemen, pengurus pasar, pengurus Mal dan Pusat Belanja, gimana ya kira-kira hasilnya?

Materi yang diberikan tidak perlu yang berat-berat. Cukup dengan pengertian dan pemahaman tentang kenapa harus ada pajak, untuk apa dana pajak digunakan, apa akibatnya jika tidak ada pajak, apa beda pajak daerah dengan pajak pusat, yang kemudian diakhiri dengan memberikan contact person di Kantor Pelayanan Pajak terdekat untuk berkonsultasi. Tentunya, tugas ini bisa dilaksanakan dalam suasana formal maupun informal. Yang penting, ada form data yang bisa diisi oleh pegawai Kemenkeu tersebut sebagai data pertama bagi pegawai DJP untuk melakukan canvassing dan mapping. Penyuluhan ini bisa dilakukan kapan saja, tidak terkait jam kerja, Sabtu Minggu pun boleh, tengah malam pun boleh di pos-pos ronda sambil ngobrol, asalkan tempatnya selalu berbeda setiap minggunya.

Tentu cara ini tidak serta-merta akan menambah beban pengeluaran Negara, namun tujuan jangka panjang agar masyarakat semakin sadar pentingnya pajak Insya Allah tercapai. Bahkan, rakyat akan menuntut kepada pemda yang tidak becus membangun daerahnya. Karena mereka sadar, itu adalah uang mereka. Dengan demikian, kita ikut menjadi pintu pertama pencegah maraknya korupsi di pemerintahan.

2.  Pengelolaan SDM yang profesional

Anggaran yang besar dan rencana kerja yang matang, tidak akan dapat dilakukan jika SDM yang ada tidak dikelola secara profesional, tidak di-uwongke. Sebagai PERSONIL YANG MENGHIMPUN DAN MENGELOLA uang Negara, tentu Kementerian Keuangan membutuhkan pegawai yang berkualitas dan berdedikasi. Bukan pegawai yang sedikit-sedikit ngeluh pengen mutasi homebase, atau hal-hal mengenai masalah keuangan keluarganya atau sibuk cari pinjaman saat dia atau keluarganya jatuh sakit dengan biaya perawatan yang selangit. Gimana caranya?

A. Memberi kompensasi pegawai sesuai dengan hasil kinerja, bukan hanya jam kerja.

Sebaiknya, instansi mengurangi punishment bagi pegawai yang terlambat. Karena menurut saya, justru lebih positif jika kita memberi reward bagi pegawai yang dalam sebulan tidak pernah terlambat, sakit, atau izin dan cuti. Bayangkan saja untuk pegawai yang terlambat, sudahlah buru-buru kejar bis, berperang dengan macet, tunjangan dipotong, kena tegur pula dari atasan, sungguh tidak asyik memulai hari dengan kondisi seperti itu, terlebih lagi jika atasan menerapkan hukuman disiplin = Apes.

Perlu dibuat juga skema insentif per pegawai yang diberikan sesuai peningkatan kinerja per tahun, sehingga di Kementerian Keuangan ini tidak lagi ada istilah PGPS RMGAB (Pintar Goblok Penghasilan Sama, Rajin Malas Gak Ada Bedanya)

B.   Menjaga kondisi psikis pegawai agar fokus pada pekerjaan.

Instansi perlu menghindari konflik-konflik pribadi pegawai dengan kondisi pekerjaan dan kondisi lingkungannya. Misalnya dengan:

1.  Melakukan rekrutmen lokal sesuai wilayah homebase calon pegawai.

Cara ini memang mengingkari nilai persatuan dan kesetaraan. Tetapi kondisi kualitas pendidikan kita saat ini mau tidak mau akan selalu menghasilkan calon pegawai yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa dan sebagian Sumatera saja. Dengan rekrutmen lokal, atau standar yang diturunkan sesuai kondisi lokal, diharapkan pegawai yang ada siap untuk ditempatkan tanpa menuntut mutasi homebase setidaknya hingga 20 tahun masa kerja. Atau bisa juga dengan rekrutmen nasional tetapi untuk tujuan wilayah-wilayah lokal tertentu, yang terbuka bagi siapa saja anak bangsa, dengan syarat tidak akan meminta mutasi homebase hingga kurun waktu tertentu.

2.  Memperbesar Uang Pindah dan membayarnya di muka.

Praktek yang ada saat ini, untuk pegawai yang dimutasi, diwajibkan berangkat terlebih dahulu, lalu kemudian biaya pindahnya ditanggung, itu pun dengan jumlah yang seadanya. Seharusnya, besaran uang pindah disesuaikan dengan lokasi pegawai tersebut dimutasi. Beberapa komponen uang pindah yang saya anggap penting antara lain:

a.  Biaya transportasi seluruh anggota keluarga plus 1 pembantu (at cost)

b.  Biaya perpindahan barang-barang dan keperluan rumah tangga (at cost – kurir)

c.  Biaya menginap pegawai dan anggota keluarga selama 3 hari pertama (at cost)

d.  Biaya kontrak rumah 2 tahun pertama sesuai harga pasar

e.  Biaya uang masuk/pindah sekolah anak-anak

f.   Biaya komunikasi selama masa perpindahan (fixed)

g.  Biaya transportasi PP untuk 1 pegawai 1x sejak hari pertama kepindahan (untuk penyesuaian).

Untuk pegawai yang mutasi ke homebase dan pegawai yang menempati rumah dinas maka komponen c, d, f dan g otomatis tidak diperlukan.

3.  Pemberian Jaminan Asuransi

Pegawai Kementerian Keuangan, harusnya tidak perlu pusing memikirkan berbagai hal tentang keuangan keluarga dan rencana masa depan keluarga. Maka sudah seharusnya instansi menjamin kesejahteraan bagi pegawai berupa:

-     Asuransi Kesehatan seluruh anggota keluarga minimal tingkat Gold

-     Asuransi Kesehatan untuk orang tua dan mertua minimal tingkat Gold

-     Asuransi Kematian pegawai

-     Asuransi Pendidikan Semua Anak

-     Asuransi Pesangon Pensiun 

 

4.  Memberikan uang cuti bagi pegawai minimal 2 tahun sekali

Cuti merupakan salah satu hak bagi pegawai, namun pegawai yang berada di daerah remote seringkali baru bisa cuti pulang kampung setelah menabung setidaknya selama 2 tahun. Untuk itu perlu diberikan uang cuti bagi masing-masing pegawai.

5.  Memberikan bantuan uang muka kredit perumahan dengan jumlah yang wajar

Agar ketika purna tugas, pegawai dapat memiliki rumah yang pantas, instansi perlu membantu pegawai dalam hal pembayaran uang muka kredit perumahan dengan spesifikasi tertentu.

Pegawai Kementerian Keuangan semestinya diamankan pikirannya dari hal-hal yang memberatkan pekerjaannya. Pegawai tak perlu repot memikirkan uang sekolah anak, biaya melahirkan, perawatan orang tua, istri yang jauh dari tempat kerja, atau biaya kredit rumah. Dengan demikian, diharapkan pegawai bisa fokus dalam melaksanakan amanah dan tanggung jawabnya.

C. Peningkatan kapasitas pengelola SDM

SDM Kementerian Keuangan saat ini dikelola oleh Biro SDM, menurut saya, kapasitas pengelola SDM ini perlu ditingkatkan menjadi setingkat eselon I yang terpisah dari Sekretariat Jenderal Kementerian. Hal ini disebabkan karena dinamika Kepegawaian dan besarnya jumlah pegawai yang dikelola oleh Biro SDM.

Selain itu, pola perekrutan, mutasi dan promosi yang berlaku di Sekjen Kementerian Keuangan, sudah saatnya dilakukan secara terbuka melalui proses lelang atau open bidding. Artinya, semua pegawai lintas eselon I dapat mengikuti proses perekrutan, mutasi, dan promosi untuk masuk ke Biro SDM/ Sekjen Kementerian Keuangan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan SDM sehingga menjadi semakin handal dan profesional.

3.  Penyediaan dukungan fasilitas

Saya pernah ditugaskan selama 6 tahun di wilayah Kalimantan. Sangat terasa kurangnya fasilitas bagi pegawai di wilayah tersebut. Dana yang diberikan pun sangat terbatas. Seringkali rencana penyuluhan harus dibatalkan karena dana perjalanan dinas sudah habis. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya, pegawai Kementerian Keuangan sangat mengharapkan dukungan materil yang mumpuni, sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan profesional. Waktu itu saya juga cukup kesulitan mendapatkan rumah sewa yang layak di dekat wilayah kantor, sehingga harus menyewa kos-kosan seadanya untuk meminimalisir biaya transportasi.

Beberapa fasilitas yang saya anggap perlu diberikan oleh instansi antara lain:

1.  Rumah dinas ergonomis dan sederhana bagi pejabat dan asrama bagi pelaksana

Ketika saya bekerja di Balikpapan sekitar tahun 2002, rumah dinas kepala kantor dan kepala seksi di wilayah tersebut cukup sederhana, namun layak ditempati. Lahan yang dimiliki pun dimanfaatkan dengan optimal, tidak ada lahan yang mubadzir. Bahkan rumah dinas pun dapat dinikmati sampai pegawai pelaksana yang baru saja masuk, termasuk saya. Bagi pelaksana, 1 rumah dinas tersebut dapat dimanfaatkan oleh maksimal 6 orang pegawai yang belum berkeluarga.

Berbeda halnya ketika saya kerja di Pontianak. Lahan untuk rumah dinas di sana sangat mubadzir, sebagian rumah halamannya terlalu luas, dan rumahnya terlalu besar. Tidak ada 1 pun pegawai pelaksana yang menempati rumah dinas, kecuali jika ditawari untuk menemani pejabat yang tinggal di rumah-rumah tersebut. Bahkan, pejabat eselon IV pun harus berebut untuk bisa menempati rumah-rumah dinas tersebut.

Sayang sekali, sepertinya biaya pemeliharaan rumah dinas, terutama milik DJP, terlalu kecil. Sekarang saya banyak melihat rumah-rumah dinas DJP yang kurang terawat dan ketinggalan zaman. Padahal, kalau dimanfaatkan secara ergonomis dan minimalis, saya yakin, setidaknya setengah dari jumlah pegawai di suatu kantor, bisa menikmati rumah-rumah dinas tersebut. Sehingga, besarnya tunjangan sewa rumah (point B.2.d) dapat ditekan.

2.  Kendaraan dinas sesuai kondisi geografis

Saya pernah ke Kota Bontang, kepala kantornya bercerita mengenai fasilitas kendaraan dinas yang tidak sesuai. Kondisi Kota Bontang yang berbukit hingga ke Kota Sangatta, dan jalan yang penuh tanah liat membutuhkan mobil berjenis 4 wheel drive. Eh, yang dikasih malah Suzuki APV. Lucu. Ya karena itu tadi: DANA TERBATAS.

Sekali waktu saya juga pernah tugas ke Manado, Bitung, Tahuna dan Waingapu. Kondisi wilayahnya yang dipersatukan oleh laut, memaksa pegawai KPP di sana sering tekor untuk menyewa speedboat, padahal target penerimaan selalu menghantui di belakangnya. Mungkin ada baiknya untuk wilayah-wilayah tertentu difasilitasi dengan pengadaan speedboat, yang bisa digunakan bersama antara DJP dan DJBC. Tentu dengan biaya perjalanan dinas yang mendukung. Kita perlu SINERGI, bukan?

3.  Gedung kantor yang ergonomis, sehat, dan go green

Gedung kantor yang cukup cahaya matahari, cukup udara, disertai dengan fasilitas olahraga dan kesenian yang cukup. Hal ini penting untuk menjaga kesehatan raga, jiwa, dan pikiran pegawai Kementerian Keuangan.

4.  Jam kerja Flexy Time bagi pegawai di kota besar

Sebagian dari kita ada yang Morning Person dan Night Person. Hasil diskusi saya dengan beberapa rekan yang bekerja di Jakarta, ada rekan yang ingin sekali sempat mengantarkan anaknya pergi sekolah di pagi hari. Ada pula yang tidak sanggup berangkat pagi-pagi sekali, pukul 5 subuh, padahal harus kejar absen, dan rumahnya di Bogor. Serta tak sedikit pegawai yang ingin segera sampai di rumah sore hari sebelum maghrib menjelang.

Ada baiknya jika pola flexy time yang diberlakukan sekarang lebih diperluas fleksibilitasnya. Pegawai boleh datang maksimal pukul 10.00, asal pulangnya pukul 20.00. Dan pegawai juga boleh pulang pukul 15.00 asalkan datang pukul 05.30, kecuali terdapat penugasan-penugasan yang mewajibkan pegawai memilih jam kerja normal. Tentu ini sekedar saran, yang mungkin bisa dibilang terlalu absurd bagi sebagian orang.

4.  Kesempatan pendidikan

Terdapat ketentuan Peraturan Kementerian Keuangan yang mempersulit pegawai terkait hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan menurut saya hal ini bertentangan dengan UUD 1945. Ketentuan tersebut antara lain:

1.  Untuk kuliah di luar kedinasan, hanya diperbolehkan jika sudah melewati 2 tahun masa kerja dan status sudah PNS, bahkan di peraturan terbaru, untuk S1 harus terlebih dulu berada di golongan IIc (ini di DJP, saya tidak tau kalau di eselon 1 lain)

2.  Untuk mengikuti tes tugas belajar, pegawai yang sedang kuliah di luar kerja (kuliah malam) diwajibkan membatalkan izin kuliah malam tersebut. Padahal kan belum tentu lulus ya Pak. Seharusnya ketentuan pencabutan izin belajar tersebut diubah menjadi hanya jika pegawai tersebut telah lulus tes Tugas Belajar, dan pegawai yang lulus tes, wajib mengambil Tugas Belajar tersebut.

3.  Banyak sekali diklat dan short course yang mensyaratkan kualifikasi pendidikan dan golongan tertentu, sehingga tidak semua pegawai bisa mengikutinya.

Saya menyarankan agar ketentuan-ketentuan yang memberatkan pegawai untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi itu dikurangi requirement-nya. Bayangkan Pak, Stakeholders (Wajib Pajak-Wajib Pajak-DJP) di luar sana didukung oleh karyawan dan konsultan keuangan lulusan S1 dan S2 yang mumpuni dan bersertifikasi Brevet. Sungguh satu keuntungan sebenarnya bagi instansi jika ada pegawainya yang mau kuliah dengan biaya sendiri di luar jam kerja, untuk mendukung performanya dalam melaksanakan pekerjaan yang dilakukan demi tercapainya tujuan instansi. Tapi kenapa instansi malah menekan, mengintimidasi, dan tidak mengindahkan usaha dari pegawainya? Di sinilah saya kira letak kesalahannya, di mana pegawai masih dianggap sebagai beban, bukan sebagai asset.

5.  Ide untuk DJP – memasyarakatkan pajak

Khusus untuk DJP, ada beberapa ide yang saya rasa mendesak untuk dilaksanakan melalui perintah-perintah Bapak selaku Menteri Keuangan:

-     Mengoptimalkan SELURUH PEGAWAI KEMENTERIAN KEUANGAN untuk bersosialisasi melaksakanan Kampanye Sadar Pajak

-     Melakukan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan agar mata pelajaran “Peran Penting Pajak” bisa dimasukkan dalam kurikulum mulai dari Tingkat Dasar, Menengah dan Lanjut. Sejak TK dan SD, anak-anak perlu ditanamkan pentingnya pajak, setidaknya materi ini bisa dimasukkan dalam salah satu bagian Ilmu Sosial atau Pendidikan Kewarganegaraan. Baru mulai SMP, diberikan materi mendalam tentang macam dan jenis pajak. Memasuki SMA/SMK, siswa diajarkan menghitung pajak-pajak yang umum saja. Dan di semua jurusan pada Universitas, mahasiswa diwajibkan untuk mengambil mata kuliah Dasar Perpajakan 3 SKS, termasuk mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Teknik sekalipun.

-     Melakukan kerja sama yang erat terhadap aparatur sipil lainnya. Dalam setiap iklan layanan masyarakat yang dibuat oleh berbagai instansi, disertakan tagline pencapaian pembangunan karena pajak. Begitu juga dengan iklan layanan dari DJP, tak perlu lah pakai pegawai-pegawai DJP sebagai model iklan. Cukup sinergikan rekan kita polisi, penyapu jalan, petugas kereta, petugas bandara, camat, lurah, dan semua karyawan yang gajinya dibayar dengan APBN, agar rekan-rekan mereka juga ikut sadar, bahwa dari uang rakyat lah mereka dibayar.

Demikian 5 poin sumbangsih dari saya.

Terima kasih atas kesediaan Bapak membaca dan memaknai surat ini. Teriring doa untuk kemajuan Kementerian Keuangan, Kejayaan Bangsa, dan Kemakmuran rakyat se-Nusantara. Semoga segala upaya Bapak dimudahkan Allah SWT. Mudah-mudahan segala upaya dan pengabdian kita semua bagi bangsa dan Negara menjadi ibadah yang tak ternilai dalam penjagaan Allah SWT, Tuhan Semesta Alam.

 

Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Alhamdulillahirobbil ‘alamiinnn

Salam Hormat.

M.D. Kelana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun