Mohon tunggu...
Wisnu Djatiprasodjo
Wisnu Djatiprasodjo Mohon Tunggu... Freelancer - Wisnu DjatiPrasodjo adalah freelancer blogger.

Wisnu DjatiPrasodjo adalah penulis dan fotografer. Dengan tulisan banyak tentang lifestyle Travelling dan apa yang menurutnya menarik. Juga suka mendokumentasikan hal yang menarik dan dapat dilihat di IG nya djagadfoto. Selain penulis dan fotografer Wisnu adalah seorang Konsultan. Sekarang sedang bekerja sebagai Secap spesialis (social, environment, climate assessment procedure.).

Selanjutnya

Tutup

Horor

Ibu Malam Part 13: Pedang Kembar untuk Mengalahkan Ibu Malam

28 Agustus 2024   21:37 Diperbarui: 29 Agustus 2024   23:44 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah berhasil melarikan diri dari istana Ibu Malam, Raka dan Sinta beristirahat sejenak di tepi sungai yang mengalir deras. Keduanya terengah-engah setelah pertempuran sengit yang nyaris merenggut nyawa mereka. Air sungai yang dingin menjadi pelarian sejenak dari kepenatan dan luka-luka yang mereka alami.

Sinta, dengan rambut basah yang menempel di wajahnya, tampak gemetar. Raka yang khawatir langsung mendekat, memeluknya untuk memberikan kehangatan.

"Kamu baik-baik saja?" Raka bertanya dengan nada lembut.

Sinta mengangguk pelan, tetapi matanya menyiratkan kelelahan. "Aku... aku hanya lelah. Semua ini terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung."

Raka mengusap rambut Sinta dengan lembut, mencoba menenangkan gadis yang kini sudah sangat dekat di hatinya itu. "Kita akan segera keluar dari mimpi buruk ini, Sinta. Aku janji."

Setelah mereka merasa cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan, Raka dan Sinta mulai bergerak menyusuri sungai untuk menemukan jalan kembali ke Bagas, Saskia, dan Johan. Malam telah turun, dan angin dingin mulai menusuk kulit mereka. Sinta memeluk dirinya sendiri, mencoba menahan rasa dingin.

Raka melihat hal itu dan segera memberikan jaketnya. "Pakai ini. Aku bisa tahan dengan sedikit dingin."

Sinta tersenyum lemah dan menerima jaket itu. "Terima kasih, Raka. Kamu selalu memperhatikan aku."

Tak lama kemudian, mereka melihat bayangan api unggun dari kejauhan. "Itu pasti mereka," kata Raka. Dengan cepat, mereka berdua berlari menuju sumber cahaya tersebut, berharap bisa bertemu dengan teman-teman mereka.

Pertemuan dengan Teman-Teman

Saat Raka dan Sinta tiba di tempat itu, mereka disambut dengan tawa Johan yang langsung membuat suasana menjadi lebih ringan.

"Hei! Lihat siapa yang datang!" seru Johan sambil tersenyum lebar. Namun, saat melihat Sinta yang basah kuyup dan memakai jaket Raka, mata Johan melebar sedikit. "Wah, Sinta... kamu baik-baik saja?"

Sinta mengangguk sambil tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Johan. Hanya sedikit basah saja."

Johan yang biasanya cerewet tiba-tiba terdiam sejenak, matanya terpaku pada Sinta. "Basah-basah gitu... kamu malah kelihatan lebih cantik," katanya setengah bergurau, tapi dengan nada yang tak sepenuhnya bercanda.

Sinta tersipu malu, sementara Raka hanya menatap Johan dengan tatapan setengah heran. "Johan, fokus sedikit. Ini bukan saatnya buat bercanda," kata Raka, mencoba mengingatkan sahabatnya itu.

Johan mengangkat tangannya dengan defensif, "Hei, aku cuma bilang yang sejujurnya. Tapi ya, baiklah, fokus. Apa yang kita lakukan sekarang?"

Bagas yang sejak tadi diam memperhatikan, akhirnya angkat bicara. "Kita harus menemukan Pedang Kembar. Kalau tidak, kita tidak akan pernah bisa mengalahkan Ibu Malam."

Saskia mengangguk. "Ya, dan menurut peta yang kita dapat dari tubuh Surya, pedang itu terpisah. Kita harus berpencar untuk mencarinya. Raka, aku pikir kita harus ke Utara. Bagas, kamu, Sinta, dan Johan ke arah Barat."

Johan yang masih setengah terbawa suasana tadi langsung bersorak, "Petualangan baru! Semoga kita menemukan harta karun juga di sana!"

Sinta tersenyum mendengar antusiasme Johan, tapi dalam hatinya ia merasa khawatir. "Johan, ini serius. Aku tidak ingin ada dari kita yang terluka lagi."

Johan mengangguk dengan serius, tetapi senyumnya tetap terpancar. "Tenang saja, Sinta. Aku akan melindungimu. Apapun yang terjadi."

Bagas menghela napas melihat interaksi mereka. "Ayo kita bergerak. Kita tidak punya banyak waktu."

Petualangan di Utara: Raka dan Saskia

Raka dan Saskia memulai perjalanan mereka ke Utara, melewati hutan yang semakin gelap dan misterius. Jalan yang mereka tempuh semakin sulit, dengan banyak jebakan dan bahaya yang mengintai di setiap sudut.

Di tengah perjalanan, mereka diserang oleh naga raksasa yang menjaga pintu masuk ke gua tempat Pedang Utara berada. Naga itu sangat besar, dengan sisik yang berkilauan di bawah sinar bulan, dan mata merah yang menyala penuh amarah.

"Naga ini pasti peliharaan Ibu Malam," bisik Saskia sambil mengangkat pedangnya, bersiap untuk bertempur.

Raka mengangguk, "Kita harus melawan, kalau tidak kita tidak akan pernah mencapai pedang itu."

Pertarungan pun dimulai. Naga tersebut mengeluarkan semburan api yang nyaris menghanguskan mereka berdua. Raka dengan cekatan menghindar dan mencoba menyerang balik, tetapi sisik naga itu terlalu keras untuk ditembus.

Saskia, yang sudah terluka sejak pertempuran sebelumnya, berusaha tetap kuat. Namun, cakar tajam sang naga berhasil melukai lengan Saskia, membuatnya tersungkur.

Raka yang melihat Saskia terluka menjadi sangat marah. Dengan segenap kekuatannya, ia menyerang naga itu dengan kecepatan dan ketepatan luar biasa. Dalam satu gerakan yang penuh determinasi, Raka berhasil menebas leher naga itu, membuatnya roboh ke tanah.

"Saskia!" Raka berlari ke arah Saskia yang terbaring lemah. "Kamu baik-baik saja?"

Saskia mengangguk, meski jelas rasa sakit menggerogotinya. "Aku... aku masih bisa. Kita harus menemukan pedang itu."

Kemesraan antara Raka dan Saskia semakin terlihat ketika Raka dengan lembut membalut luka di lengan Saskia, mencoba meringankan penderitaannya. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan, dan akhirnya menemukan Pedang Utara yang bercahaya biru terang di dalam gua tersembunyi.

Petualangan di Barat: Bagas, Sinta, dan Johan

Di sisi lain, Bagas, Sinta, dan Johan menghadapi tantangan berbeda di Barat. Mereka melewati hutan dengan pohon-pohon besar dan akar-akar yang menjalar, membuat perjalanan mereka tidak mudah.

"Johan, kamu di depan, hati-hati dengan jebakan," kata Bagas sambil terus memeriksa peta.

Johan yang dengan pakaian Cakilnya terlihat mencolok, maju dengan hati-hati. "Tenang saja, Bagas. Aku ini punya insting seperti harimau."

Sinta tidak bisa menahan tawa mendengar ucapan Johan, "Harimau? Mungkin lebih cocok kalau kamu bilang kelinci."

Johan berpura-pura tersinggung. "Kelinci? Wah, jangan meremehkan kelinci, Sinta. Mereka cepat dan pintar, seperti aku."

Bagas hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum, tapi diam-diam ia merasa kesal dengan kelucuan Johan yang membuat Sinta terus tersenyum.

Dalam perjalanan mereka, Ibu Malam berusaha menggagalkan misi mereka dengan mengirim makhluk-makhluk bayangan yang berbahaya. Namun, setiap kali makhluk-makhluk itu muncul, Johan selalu berhasil menemukan cara untuk mengelabui mereka.

Di salah satu momen, makhluk bayangan hampir menyerang Sinta dari belakang, tetapi Johan dengan cepat mengambil batu dan melemparkannya ke arah lain, mengalihkan perhatian makhluk tersebut.

"Sinta, cepat! Lari!" teriak Johan sambil menarik tangan Sinta untuk kabur.

Bagas yang melihat itu hanya bisa kagum dengan kecerdikan Johan. "Kamu benar-benar tahu cara mengatasi masalah, Johan."

Johan tersenyum lebar, "Aku kan sudah bilang, aku punya insting harimau."

Mereka akhirnya sampai di sebuah kuil kuno, tempat Pedang Barat disimpan. Setelah berbagai rintangan, termasuk jebakan-jebakan yang dipasang oleh Ibu Malam, mereka berhasil menemukan Pedang Barat yang bercahaya merah menyala.

Pertemuan Kembali dan Persiapan Akhir

Setelah perjalanan panjang, Raka dan Saskia akhirnya bertemu kembali dengan Bagas, Sinta, dan Johan di titik pertemuan yang telah disepakati sebelumnya. Dengan Pedang Kembar di tangan, mereka kini memiliki kekuatan untuk mengalahkan Ibu Malam.

"Kita sudah punya apa yang kita butuhkan," kata Bagas sambil menatap Saskia dengan penuh keyakinan. "Sekarang, saatnya kita bersatu dan mengakhiri ini."

Raka mengangguk, "Ya, kita harus melakukannya. Demi semua yang telah kita lalui."

Sementara itu, Sinta dan Johan tertawa kecil di belakang, mengenang semua momen lucu dan menegangkan yang mereka alami selama perjalanan.

"Aku tidak percaya kita berhasil melalui semua itu," kata Sinta sambil tersenyum.

Johan, dengan gaya khasnya, menjawab, "Itu karena aku ada di sini. Tanpa aku, mungkin kamu sudah jadi santapan makhluk -makhluk itu."

Sinta tertawa, "Mungkin kamu benar, Johan. Terima kasih."

Johan mengedipkan mata, "Sama-sama, Sinta. Apa jadinya dunia tanpa Johan yang tampan dan cerdik ini?"

Raka yang mendengar percakapan itu hanya bisa tersenyum tipis, sementara Bagas menghela napas panjang. "Ayo, saatnya kita menghadapi Ibu Malam dan menyelesaikan semua ini."

Dengan semangat baru dan persahabatan yang semakin kuat, mereka semua bersiap untuk pertempuran terakhir melawan Ibu Malam, yakin bahwa kali ini, mereka akan menang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun