Mohon tunggu...
diyah meidiyawati
diyah meidiyawati Mohon Tunggu... Guru - tinggalkan jejak kebaikan lewat tulisan

Diyah Meidiyawati, S.S, , seorang guru di sebuah SMK negeri di Bojonegoro, Jawa Timur .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Sembilan Tahun

18 Agustus 2024   09:55 Diperbarui: 18 Agustus 2024   10:01 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa jadi apa yang dikatakan Ratna sepuluh tahun yang lalu ada benarnya. Aku telah memilih opsi yang salah dengan melepaskan kesempatan untuk menjadi dosen yayasan. Jika saja aku tetap bertahan dengan pilihan itu, pastinya aku sudah meraih gelar magister bahkan bisa jadi saat ini gelar doktor sudah dapat kuraih. Namun, semua kesempatan itu aku lepaskan dan aku lebih memilih mendekat dengan kedua orang tuaku yang menginjak usia senja.

            Sudahlah, aku tak ingin ber-andai-andai lagi. Aku hanya menjalani rutinitas keseharianku sebagai pengajar sekaligus pendidik di SMA Swasta di kampung halamanku dengan sebaik-baiknya. Tahun ini, tepat 19 tahun aku mengabdikan tenaga dan pikiranku untuk mengajar dan mendidik di SMA Swasta.  Tak ada yang istimewa. Namu n yang terpenting adalah tugas-tugasku dapat kuselesaikan dengan baik dan tanggung jawab.      Seperti hari ini, cuaca Bojonegoro sangatlah terik karena bulan ini sudah memasuki kemarau. “Assalamu’alaikum, Bu Diyah.’’ Seorang cowok jangkung mendekati mejaku di ruangan kepala sekolah saat aku fokus menyusun laporan Penilaian Ahir Semester.  Sudah beberapa tahun ini tugas tambahanku bukan lagi Waka Kesiswaan, melainkan Waka Kurikulum.

            “Waalaikum salam, siapa, ya?’’ Sungguh saking banyaknya siswa yang sudah lulus ditambah lagi faktor U, aku kerap lupa dengan mereka dan tahun kelulusannya.

            “Saya, Bu…Pras yang suka adu jotos itu.’’ Pras mendekat dan mencium takzim tanganku.

            “Pras…kamu, Nak?’’ Rasanya nafasku tercekat, ada rasa percaya dan tak percaya melihat penampilannya saat ini. Tubuhnya tegap dalam balutan seragam TNI AD dan tentu saja rambut cepak ala prajurit. Sungguh penampilan yang sangat berbeda saat masih menjadi siswa sekolah ini.

            “Iya, Bu…masa lupa sih, Bu…Pras yang susah diomongin dulu itu…yang sering buat semua guru jengkel…saking jengkel dan marah semuanya mendiamkan saya…Cuma Bu Diyah yang sering ngajak saya ngobrol…sering bercerita tentang kebaikan untuk masa depan…dan saya selalu ingat itu.’’ Panjang lebar Pras bercerita demi untuk mengingatkanku.

            “Bu Diyah ingat, kok…Alhamdulillah jika apa yang Bu Diyah ceritakan saat itu memberikan kebaikan untukmu… melihatmu saat ini sudah membuktikan bahwa perubahan yang terjadi adalah perubahan positif…terima kasih sudah berubah.’’ Ada keharuan saat aku berucap.

            “Saya yang harus berterima kasih… saat orang lain cuek dan menjauh…Bu Diyah malah mendekat dan peduli…terima kasih atas nasihat-nasihat kebaikannya, ya, Bu.’’

            Banyak hal yang diceritakannya padaku , tentang tugasnya di tanah Papua, tentang kedua orang tuanya  dan tentang maksud kedatangannya di tanah Jawa. Ia akan menikah dan berniat mengundang para guru yang telah mengajar dan mendidiknya.

“Ini undangan khusus untuk Bu Diyah, ya…saya ingin Bu Diyah datang ke pernikahan saya nanti.’’ Pras menyodorkan undangan berwarna maroon berpita emas padaku.

 “Bu Diyah harus datang, loh…oh ya ada salam dan pesan khusus dari Bapak Ibu kalau Bu Diyah harus datang!’’ Salam dan pesan orang tuanya juga disampaikan Pras padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun