Mohon tunggu...
diyah meidiyawati
diyah meidiyawati Mohon Tunggu... Guru - tinggalkan jejak kebaikan lewat tulisan

Diyah Meidiyawati, S.S, , seorang guru di sebuah SMK negeri di Bojonegoro, Jawa Timur .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Sembilan Tahun

18 Agustus 2024   09:55 Diperbarui: 18 Agustus 2024   10:01 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun, tampaknya pak Salim sudah memendam kecewa akan perilaku anaknya, Pras. “Bagaimana saya nggak nyerah, Pak, Bu…lah wong Pras itu selalu bantah dan ngeyel…kadang kalau sudah emosi saya kumat…saya tempeleng dia…kalau sudah saya tempeleng, dianya nggak pulang ke rumah’’ Pak Salim menumpahkan kejengkelan hatinya.

Pras hanya diam, namun kedua netranya memancarkan emosi. Bisa jadi ia marah pada bapaknya yang telah menceritakan perihal kesehariannya di rumah.

            “Ibunya juga sering nangis perkara Pras itu…ini tadi ibunya sudah mewek…ditambah lagi kalau dengar Pras berulah, asam lambung ibuya mesti naik…terus bagaimana lagi saya  menghadapi Pras?’’ Ada nada kesedihan di setiap ucapan pak salim.

“Sabar, ya Pak!’’ Hanya saran untuk bersabar saja yang dapat kuucapkan pada pak Salim.

Aku menarik nafas dalam sebelum berkata.

“Pras, apa yang telah kamu lakukan tadi tidak dibenarkan…kamu telah menyakiti banyak orang…pertama ada Sega yang tersakiti secara fisik dan hatinya…kedua ada Pak Yanto yang juga tersakiti hatinya…orang tua mana yang ikhlas anaknya dijotosi apalagi kalau anaknya tak bersalah sama sekali…yang ketiga bapak dan ibu kamu…beliau berdua  tersakiti hatinya karena merasa gagal mendidik kamu, Pras.’’  Aku berusaha berkata dengan tidak menghakimi Pras yang memang pada nyatanya benar-benar bersalah.

Pak Yanto yang sedari tadi hanya diam ikut berkomentar. “Kasihan Bapakmu, Pras…kalau saja saya tidak kenal baik dengan beliau…aku pasti memperkarakan kejadian ini…aku akan melaporkanmu pada pihak Kepolisian.’’

“Terima kasih, pak Yanto…saya malu sekali dengan perbuatan Pras pada Sega…mohon dimaafkan, ya, Pak …maafkan, ya Sega.’’ Pak Salim berkata dengan suara bergetar.

“Pras, kamu harus minta maaf akan kesalahan yang telah kauperbuat…dan kamu harus berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.’’ Aku pun menyuruh Pras untuk meminta maaf pada mereka yang telah disakiti hatinya, termasuk pada ibunya di rumah.

Akhirnya adu jotos Pras dan Sega terselesaikan dengan damai. Aku harapkan tidak ada pertikaian lagi setelah saling memaafkan dan saling mengikhlaskan. Adu jotos sebenarnya bukanlah kasus pertama yang aku tangani. Sebelum menjadi Wakil kepala Urusan Kesiswaan, aku sudah pernah merasakan menjadi wali kelas yang kerap kali bersinggungan dengan siswa ABG labil.

            Lepas kasus adu jotos itu, aku kerap mengajak Pras berbincang. Hanya perbincangan ringan saja namun sedikit demi sedikit kuselipkan pesan moral di dalamnya. Meskipun belum ada perubahan signifikan, tetapi aku terus berharap semoga suatu saat nanti sedikit nasihat kebaikan dariku bisa masuk dalam sanubarinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun