"Haaa ... apa Bos, ngomong apaan, sih. Itu kejadiannya terlalu cepat dan spontan."
"Oke. Baiklah. Jaga diri baik-baik ya ... nanti aku bawakan oleh-oleh dari Singapore spesial untukmu."
"Jangan repot-repot, Bos."
"Bye, Sarah. Take care!"
Suara Yusuf menghilang setelah ponsel kumatikan. Saat berniat untuk kembali masuk ke cafe, langkahku terhenti pada dinding kaca yang membatasi luar dan dalam cafe. Pandangan fokus pada dua subjek yang sedang duduk di meja nomer dua.
Seorang perempuan modis, berkulit cerah, dengan tatanan rambut sebahu, sedang duduk di depan Adam. Terlihat mesra dari kejauhan. Sesekali terlibat dalam obrolan, lalu saling berpandangan. Mereka seperti mempunyai chemistry antara satu sama lain.
Degupan jantung memacu lebih cepat dari beberapa menit yang lalu. Perasaan hambar, tiba-tiba memasuki relung hati. Ahh ... sebak menggulung rasa tak menentu. Ada apa denganku?
Niatku yang ingin belajar membuka hati untuk Adam, kembali menghilang. Bersemi kembali nyanyian berhenti berharap, bersenandung merdu dalam kalbu. Apakah ini nyata? Ataukah hanya sekedar cemburu?
Kusandarkan tubuh di dinding, menarik napas dalam-dalam, sambil memejamkan mata. Agar terkumpul kekuatan dan ketenangan hingga tetap bisa bersikap elegan di depan semua orang. "Kau bisa Sarah. Buang egomu. Come on girls!" Lirih aku berbisik, berbicara pada diri sendiri.
Aku membuka mata secepat kilat, ketika merasakan bahuku dicolek seseorang. Semakin terkejut dengan tanganku yang langsung menyentuh dada, saat Yusuf telah berdiri tepat di hadapanku.
"Tu, Tuan. Sejak kapan berdiri di sini?"