Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor - Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Mimpi ke Realita, Fenomena #Desperate di Kalangan Pencari Kerja Muda

9 Oktober 2024   20:31 Diperbarui: 9 Oktober 2024   21:06 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena #Desperate di media sosial profesional seperti LinkedIn mungkin terlihat sebagai bentuk ketidakprofesionalan. Namun, fenomena ini mencerminkan dimensi baru profesionalitas di tengah tantangan global. Pencari kerja muda yang menggunakan tagar ini berusaha mengekspresikan kesulitan mereka dalam memasuki dunia kerja. #Desperate mencerminkan ketidaksesuaian antara harapan individu dengan realitas pasar kerja saat ini.

Sumber daya manusia di Indonesia saat ini memang masih perlu beradaptasi dengan tantangan global yang semakin kompleks. Banyak pencari kerja muda keluar dari institusi pendidikan dengan kualifikasi akademik tinggi, tetapi mereka sering kali belum memiliki keterampilan praktis yang sesuai dengan tuntutan industri modern. Kesenjangan ini antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri menjadi salah satu penyebab utama tingginya tingkat pengangguran di kalangan generasi muda.

Di tengah persaingan ekonomi global, kebutuhan akan sumber daya manusia (SDM) yang unggul semakin mendesak. Globalisasi dan digitalisasi mengubah banyak aspek dunia kerja, menuntut tenaga kerja dengan keterampilan yang lebih tinggi, adaptif, dan memiliki kemampuan berpikir kritis serta kreatif. Revolusi industri 4.0 semakin memperbesar tantangan, menuntut keterampilan baru seperti pemahaman teknologi, analisis data, dan kemampuan bekerja dalam tim lintas disiplin.

Autentisitas dalam Profesionalitas

Di era digital, profesionalitas tak lagi hanya tentang menjaga citra tanpa cacat, tetapi juga bagaimana kita menyikapi kerentanan dengan cara yang lebih otentik dan transparan. Para pencari kerja muda yang menggunakan tagar #Desperate seolah mengakui bahwa mereka siap menerima posisi apa pun karena tekanan ekonomi yang semakin besar. 

Mereka menunjukkan kecerdasan emosional---sebuah kualitas yang semakin dihargai dalam dunia kerja saat ini. Transparansi ini bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kemampuan mereka menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas dunia kerja.

Namun, apakah menggunakan tagar #Desperate adalah langkah yang tepat? Di satu sisi, keterbukaan ini menunjukkan autentisitas, sebuah aspek profesionalisme yang semakin dihargai di era modern. 

Generasi muda tidak lagi berusaha menyembunyikan kelemahan atau kesulitan mereka. Sebaliknya, mereka berusaha berani dan transparan dalam menyampaikan kondisi yang sebenarnya. Yang penting, keterbukaan ini juga harus diimbangi dengan tetap menunjukkan profesionalitas dan komitmen untuk terus berkembang.

Fenomena ini juga menjadi semacam "seruan" untuk meminta bantuan kepada jaringan profesional mereka. Dengan menunjukkan keterbukaan, mereka berharap jaringan profesional tersebut dapat membantu mereka menemukan solusi. 

Pencari kerja yang menggunakan #Desperate tidak sekadar mengungkapkan keputusasaan, tetapi juga mengirimkan sinyal bahwa mereka terbuka untuk peluang dan siap menghadapi tantangan. 

Fenomena ini tidak hanya menunjukkan betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan yang tepat, tetapi juga membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana kualitas SDM dapat ditingkatkan agar siap menghadapi persaingan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun