Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor - Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari Mimpi ke Realita, Fenomena #Desperate di Kalangan Pencari Kerja Muda

9 Oktober 2024   20:31 Diperbarui: 11 Oktober 2024   10:00 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena #Desperate di media sosial profesional seperti LinkedIn mungkin terlihat sebagai bentuk ketidakprofesionalan. Namun, fenomena ini mencerminkan dimensi baru profesionalitas di tengah tantangan global. 

Pencari kerja muda yang menggunakan tagar ini berusaha mengekspresikan kesulitan mereka dalam memasuki dunia kerja. #Desperate mencerminkan ketidaksesuaian antara harapan individu dengan realitas pasar kerja saat ini.

Sumber daya manusia di Indonesia saat ini memang masih perlu beradaptasi dengan tantangan global yang semakin kompleks. 

Banyak pencari kerja muda keluar dari institusi pendidikan dengan kualifikasi akademik tinggi, tetapi mereka sering kali belum memiliki keterampilan praktis yang sesuai dengan tuntutan industri modern. 

Kesenjangan ini antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri menjadi salah satu penyebab utama tingginya tingkat pengangguran di kalangan generasi muda.

Di tengah persaingan ekonomi global, kebutuhan akan sumber daya manusia (SDM) yang unggul semakin mendesak. 

Globalisasi dan digitalisasi mengubah banyak aspek dunia kerja, menuntut tenaga kerja dengan keterampilan yang lebih tinggi, adaptif, dan memiliki kemampuan berpikir kritis serta kreatif. 

Revolusi industri 4.0 semakin memperbesar tantangan, menuntut keterampilan baru seperti pemahaman teknologi, analisis data, dan kemampuan bekerja dalam tim lintas disiplin.

Autentisitas dalam Profesionalitas

Di era digital, profesionalitas tak lagi hanya tentang menjaga citra tanpa cacat, tetapi juga bagaimana kita menyikapi kerentanan dengan cara yang lebih otentik dan transparan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun