Mohon tunggu...
Dita Violani
Dita Violani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan IPS

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tokoh Sufi: Hamzah Al-Fansuri

2 April 2022   21:42 Diperbarui: 2 April 2022   21:44 2489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TOKOH SUFI: HAMZAH AL-FANSURI


ulamanusantaracenter.com/660-2/ di akses 02 April 2022, pukul 21.35

​

Biografi Hamzah Al-Fansuri

Hamzah Al-Fansuri merupakan seorang tokoh sufi yang terkenal di Nusantara. Mengenai asal-usul beliau masih belum diketahui secara pasti, baik dari tempat kelahiran, masa hidup maupun masa wafatnya. Jika melihat dari namanya, beliau berasal dari Kota Fansur. Fansur merupakan sebuah kota kecil di pantai Barat Sumatera, terletak diantara Sibolga dan Singkel. Sebutan Fansur sendiri diberikan oleh pedagang Arab, sebagai pengganti nama Barus. Dimana Barus atau Fansur pernah menjadi pusat perdagangan antar bangsa, sebelum Kesultanan Aceh muncul. Para pedagang Arab, India, Cina dan Persia melakukan transaksi perdagangan waktu itu. Akan tetapi, setelah Barus menjadi bagian dari Kesultanan atau wilayah Aceh,  pusat perdagangan berpindah ke Aceh.

Mengenai tempat kelahiran Hamzah Al-Fansuri, diketahui dari syairnya, yang berbunyi: 

Hamzah nin asalnya Fansuri

Mendapat wujud di tanah Sharrnawi

Beroleh khilafat 'ilmu yang 'ali

Daripada 'Abd Qadir Jailani

Nama Fansuri sebagai laqab yang dipakai di belakang nama beliau yang mana memperkuat dugaan ini. Selain itu, juga didukung oleh beberapa ahli hingga dapat dipastikan bahwa Hamzah Al-Fansuri berasal dari Fansur yang terletak di barat Daya Aceh, tepatnya di daerah Barus. Selain itu, dalam syair atau sajak yang lain, dijelaskan bahwa Hamzah Al-Fansuri hidup pada masa Kerajaan Aceh Darussalam dibawah pemerintahan Sultan Riayat Syah IV Saiyidil Mukammil 997-1011 Hijriah atau 1589 -- 1604 Masehi.

Terdapat berbagai dugaan terkait kapan wafatnya Hamzah Al-Fansuri di kalangan para peneliti. Drewes menduga bahwa Hamzah al-Fansuri hidup hingga sebelum 1590 Masehi, sedangkan Naquib al-attas menduga hingga 1697 Masehi. Hal tersebut didasarkan dari beberapa fakta yang ada: Pertama, bahwa munculnya kitab Tuhfah pada awal abad ke-17 M dan cepat berkembangnya ajaran martabat tujuh. Dimana hal tersebut bukan berarti pengaruh ajaran al-Fansuri berkurang dan mengindikasikan bahwa beliau telah meninggal dunia. Kedua, Syamsudin al-Sumatrani yang merupakan murid dari Hamzah al-Fansuri menulis tafsir tentang syair-syair al-Fansuri dan hal tersebut menjadi bukti bahwa ajaran al-Fansuri masih sangat kuat pada awal abad ke-17 Masehi.

Namun, pada akhirnya disebuah desa di Aceh yang terletak antara Sinkel dan Rundeng, ditemukan kuburan yang dipercayai oleh mayoritas masyarakat merupakan kuburan Hamzah al-Fansuri.

Peran Hamzah Al-Fansuri Dalam Mengembangkan Tasawuf

Berbicara mengenai peran Hamzah al-Fansuri dalam mengembangkan tasawuf, khususnya di Nusantara ini beliau merupakan pelopor tasawuf pertama di Indonesia. Syekh Hamzah al-Fansuri ini adalah salah satu ulama nusantara yang ketokohannya diakui para ilmuwan. Dimana popularitas beliau ini disebabkan karena tingginya ilmu dan kealiman di bidang tasawuf.  

Dalam bidang tasawuf, beliau mengikuti Tarekat Qadiriyah yang pendirinya adalah Syaikh Abdul Qadir Jailani. Dimana, Hamzah menerima tarekat qadiriyah ini ketika beliau belajar di Baghdad yang menjadi pusat penyebaran tarekat Qadiriyah itu sendiri. Disinilah beliau mendapatkan ijazah dari tokoh sufi Qadiriyah.

Berkat usaha beliaulah, tasawuf menjadi tersebar dan terkenal di Nusantara ini. Bahkan bahasa melayu yang digunakan dalam karya-karya Hamzah sendiri menjadi bahasa perdagangan dan bahasa ilmu pengetahuan pada saat ini. Begitu juga dengan puisi-puisi modern yang lahir di dunia Melayu dan Nusantara, banyak diilhami oleh karya-karya Hamzah tersebut.

Pemikiran Hamzah Al-Fansuri

Terkait pemikiran Hamzah al-Fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi oleh Wahdah al-Wujud yang merupakan paham Ibnu Arabi, dimana memandang bahwa alam adalah tajalli atau penampakan. Pokok pemikiran Hamzah al-Fansuri sendiri dikenal dengan wujudiyah. Berikut diantaranya:

1. Allah

Allah SWT merupakan dzat yang qadim dan mutlak, sebab Allah lah yang pertama dan pencipta langit dan bumi serta seisinya. Dalam salah satu syair Hamzah al-Fansuri yaitu:

Mahbubmu itu tiada berhasil

Pada ayna ma tuwallu jangan kau ghafil

Fa tsamma wajhullah sempurna wasil

Inilah jalan orang yang kamil

Dimana dalam hal ini, Hamzah Al-Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu. Yakni membayangkan bahwa Tuhan ada dibagian tubuh tertentu.

2. Hakikat wujud dan penciptaan

Hamzah Al-Fansuri berpendapat bahwa wujud itu kelihatannya banyak, namun hakikatnya hanyalah satu. Wujud ini ada yang merupakan kulit dan ada yang merupakan isi. Beliau menggambarkan bahwa wujud Tuhan bagaikan lautan dalam yang tidak bergerak sedangkan untuk alam semesta digambarkan sebagai gelombang lautan.

3. Manusia

Menurut Hamzah al-Fansuri, manusia merupakan penjelmaan yang paling sempurna dan juga tingkat yang paling tinggi.

Kelepasan

Menurut Hamzah al-Fansuri, bahwa manusia merupakan makhluk penjelmaan yang sempurna dan juga berpotensi menjadi insan kamil, namun dalam hal ini manusia lalai dan mereka tidak sadar bahwa alam semesta ini hanya palsu dan fana.

Ulasan Karya-Karya Hamzah Al-Fansuri

Karya-karya Hamzah al-Fansuri ditulis dalam bentuk syair dan prosa. Dimana syair-syair beliau ini dipandang sebagai tonggak perkembangan sastra religius di Nusantara. Dalam syair al-Fansuri sendiri menggunakan bahasa Melayu dan membuat bahasa ini menjadi resmi serta digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang selanjutnya menjadi bahasa nasional di Indonesia saat ini. Selain itu, dalam syair-syair Hamazah Al-Fansuri ini memasukkan ajaran al-Qur'an dan pengetahuan tentang agama Islam sehingga hal tersebut mendorong masyarakat untuk mempelajari bahasa melayu ini.

Karya Hamzah al-Fansuri yang berbentuk syair yakni diantaranya:

1. Syair si Burung Pingai

Syair ini memuat tentang burung pingai yang melambangkan Tuhan dan jiwa manusia. Yang mengibaratkan antara kedekatan manusia dengan Tuhannya. Selain itu, dalam syair burung Pingai ini, al-Fansuri mengangkat satu masalah yang banyak dibahas di Tasawuf yakni hubungan antara satu dan banyak. Menggunakan pendekatan filsafat sufistik, Hamzah mendeskripsikan bagaimana wujud makhluk dalam kebersatuannya dengan Tuhan, sehinga Tuhan mewarnai keseluruhan wujudnya. Hamzah berkata:

Mazhar Allah akan rupanya

Asma Allah akan namanya

Malaikat akan tentaranya

Akulah wasil akan katanya

2. Syair Perahu

Syair ini melambangkan tubuh manusia yaitu sebagai perahu yang sedang berlayar di laut. Dimana pelayarannya ini dipenuhi dengan tantangan atau marabahaya yang mengancam. Jika manusia itu kuat memegang keyakinannya maka dapat dicapai tahap melebur perbedaan antara Tuhan dan hamba-Nya.

3. Syair Dagang

Syair ini berbeda dengan syair-syair Hamzah yang lainnya. Dimana dalam syair satu ini menceritakan tentang kesengsaraan seorang anak yang hidup di tanah rantau. Hal ini membuat para sarjana meragukan syair dagang ini sebagai hasil Karya Hamzah al-Fansuri. Menurut Abdul Hadi WM, hal itu ada alasannya yakni terdapat beberapa kata yang memakai bahasa Minang yang mana tidak ada dalam karya Hamzah lainnya. Kemudian, isinya terlalu dangkal yang tidak mencerminkan karya Hamzah lainnya. Selanjutnya, syair dagang ini diposisikan sebagai syair pelipur lara. Namun, ada yang berpendapat bahwa syair dagang ini di buat oleh Hamzah disaat Hamzah belum matang secara spiritual dan pengetahuan sehingga beliau belum mampu mengungkapkan keseluruhan mengenai pemikiran tasawufnya.

Kemudian, berikut karya-karya Hamzah al-Fansuri yang berbentuk prosa diantaranya:

1. Asraarul Arifin Fi Bayani Ilmis Suluk wat-Tauhid

Dalam kitab Hamzah al-Fansuri ini membahas tentang masalah ilmu tauhid dan ilmu tarekat. Di pendahuluan kitab ini, dinyatakan bahwa manusia dijadikan oleh Allah SWT diberi rupa lengkap yaitu mata, telinga, akal, hati dan budi. Oleh sebab itu, sebagai manusia kita hendaknya mencari Tuhan dengan mengenal makrifat.

2. Syaraabul Asykin

Kitab ini dikenal dengan judul Zinat al-Muwafidin yang artinya perhiasan segala orang yang muwahidi. Dimana dalam kitab ini terdiri dari tujuh bab. Dan beliau mengarang kitab ini menggunakan bahasa Jawi (Melayu) bagi orang yang tidak mengerti bahasa Parsi dan Arab.

3. Al-Muntahi

Dalam kitab Al-Muntahi ini, Hamzah al-Fansuri mengumpulkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, hadist, ucapan para sufi dan penyair, untuk menjelaskan barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya.

Pengaruh Hamzah Al-Fansuri Terhadap Ulama Sufi Lainnya

Dalam sejarah dikatakan, bahwa Hamzah al-Fansuri ini merupakan ahli sufi Indonesia yang di pandang sebagai ahli sufi pertama di Indonesia yang menuliskan buku-buku tentang tasawuf Islam. Hamzah al-Fansuri merupakan seorang sufi yang sangat giat dalam mengajarkan ilmu tasawuf sesuai dengan keyakinannnya. Salah satu muridnya adalah Syamsudin al-Sumatrani yang juga seorang tokoh sufi.Dalam pandangan Prof. Dr. Moh. Naquib Al-Attas dalam Muqaddimah risalahnya tentang Hamzah Al-Fansuri, beliau mengatakan:

"Dia mampu menuangkan pendapatnya ke dalam bahasa Indonesia yang dapat dipahami. Dia juga dipandang sebagai penulis pertama dalam tasawuf dan kesusastraan sufi sepanjang sejarah Indonesia, yang menunjukkan kemampuannya yang sempurna dalam pemikiran yang dinisbatkan kepadanya."

Hamzah Fansuri merupakan peletak dasar tasawuf di Nusantara khususnya wujudiyah. Pengaruh wujudiyah al-Fansuri di Jawa dapat dilihat dari karya Syarah al-Asyiqin dan Al-Muntahi yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Jawa. Selain itu, pengaruh doktrin wujudiyah al-Fansuri ditemukan dalam syair yang mirip dengan syair Hamzah itu sendiri. Dimana, hal tersebut menunjukkan bahwa beliau telah melakukan pengembaraan ke pulau Jawa, setelah beliau selesai mengunjungi tempat-tempat yang lain.

Selain itu, gagasan monistik Hamzah al-Fansuri diperluas dan membentuk inti pokok ajaran dan tulisan Syamsudin al-Sumatrani yang menjadi Syaikh al-Islam, dimana selama pemerintahan Iskandar muda pada waktu itu. Beliau, Hamzah al-Fansuri ini pada awalnya masuk anggota tarekat Qadiriyah di Arab, dimana kemudian diikuti oleh sarjana Melayu-Indonesia. Dan sejak abad ke-17 Masehi, ajaran wahdatul wujud yang dipelopori oleh Hamzah al-Fansuri ini, di Jawa terwujud dalam bentuk manunggalung kawulo gusti (menyatunya manusia dengan Tuhan) yang mana diajarkan oleh Syekh Siti Jenar.

Sumber Referensi:

Abdul Hadi W.M. Hamzah Fansuri Penyair Sufi Aceh. (Lotkala: Jakarta, 1984)

Ismail. 2016. Falsafah Wujudiyah Hamzah Fansuri Pemikiran Dan Pengaruhnya Di Dunia Melayu Nusantara. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/substansia/article/download/4902/3184. Di akses 02 April 2022.

Syamsun Ni'am. 2017. Hamzah Fansuri: Pelopor Tasawuf Wujudiyah Dan Pengaruhnya Hingga Kini Di Nusantara. http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/650. Di akses 02 April 2022.

Mira Fauziyah. 2013. Pemikiran Tasawuf Hamzah Fansuri. https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/manhaj/article/download/188/172. Di akses 02 April 2022.

Yulsa Sari. 2017. Konsep Wahdatul Wujud Dalam Pemikiran Hamzah Fansuri. http://repository.radenintan.ac.id/659/1/skripsi_EE.pdf. Di akses 02 April 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun