Kenyataan berbicara kepada kita bahwa bumi kita sedang menuju ke arah kehancuran, bila kita tidak berusaha untuk mencegahnya. Kita dapat menyimak hal itu lewat berita tentang bencana alam, seperti banjir bandang, gempa bumi, tanah longsor, abrasi, erosi, polusi udara, dll yang kita saksikan sendiri setiap hari lewat tv atau pun media cetak seperti koran dan majalah. Kerusakan dan bencana kemanusiaan terjadi di mana-mana. Sehingga terdapat suatu kontras besar antara bumi yang tampak sebagai pelanet yang biru nan indah bila dilihat dari "mata" para astronot di angkasa luar dengan keadaan bila kita sendiri berada di atasnya.
Semua bencana dan kerusakan itu ironisnya merupakan ulah manusia sendiri. Sejak revolusi industri atau sejak awal pencerahan, bahkan sejak zaman renaisans peradaban manusia berkembang dan IPTEK melaju dengan pesat.
Di banyak tempat terjadi ledakan jumlah penduduk, urbanisasi besar-besaran menuju kota-kota industri, modernisasi di segala bidang, serta meningkatnya kebutuhan hidup manusia modern. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut alam merupakan lahan utama yang dimanfaatkan. Maka terjadilah eksplorasi dan eksploitasi tanpa ampun terhadap bumi dan manusia modern.
Mulai dari yang ada di atas, di permukaan, sampai di dalam/dasar bumi. Laju modernisasi ternyata menimbulkan dampak dan pengaruh negatif, yaitu krisis ekologis, dan bahan-bahan/unsur-unsur yang berbahaya bagi manusia sendiri.
Akan tetapi manusia modern tidak sadar dan tidak peduli pada dampak dan pengaruh itu. Hal ini karena manusia, dengan modernisasinya, ternyata terbelenggu pada suatu mentalitas (mentaltas pencerahan) dengan paham antroposentrisme dan dominasinya.
Mentalitas ini kerap kali membawa manusia modern memahami perkembangan secara sempit dan hanya dimengerti sebagai pertambahan kuantitas saja. Pemahaman yang kurang tepat inilah yang semakin mempertajam ambivalensi IPTEK, sehingga dampak dan aspek negatifnya lebih kuat.
Enlightenment Mentality -- Mentalitas Pencerahan
Mentalitas ini merupakan warisan abad modern yang terdalam pada umat manusia. Abad modern merupakan suatu tonggak baru sejarah manusia.
Menyimak dari "Beyond The Enlightenment Mentallity" dalam Mary Evelyn and John A. Grin, bahwa secara fisik era baru ini ditandai dengan penemuan-penemuan ilmiah, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan tumbuhnya lembaga-lembaga ilmiah dan lebih dalam lagi era baru ini mewarisi suatu mentalitas yang menjadi dasar spiritual gerakan modernitas. Dalam mentalitas ini terdapat paham antroposentrisme dan konsep berpikir analitis-reduksionis.
Konsep antroposentrisme dan konsep berpikir analitis-reduksionis tidak hanya dialami oleh orang yang tinggal di benua Eropa, Amerika saja, tapi dampaknya juga dialami oleh manusia Indonesia.