Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tiga Masalah Krisis Ekologis, Penyebab Utama Bencana Kemanusiaan, dan Upaya Penanganannya

16 April 2021   07:54 Diperbarui: 16 April 2021   13:48 3838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ARSIP) KOMPAS/INDRAWAN SM Penebangan Hutan di Kalimantan pada 15 Juli 1973

Akhir-akhir ini pada kuarter keempat atau 25 tahun menuju 100 tahun kemerdekaan Indonesia, terdapat sejumlah masalah yang melanda bangsa Indonesia. Masa pelik ini dimulai dengan tantangan sulit menghadapi pandemi Covid-19. Terhitung 15 April 2021, jumlah kasus Covid di Indonesia sudah mencapai lebih dari satu juta kasus.

Belum usai masalah Covid-19, bangsa kita dilanda berbagai bencana kemanusiaan yang menyita perhatian publik, bukan hanya sekala nasional, tetapi juga internasional. Kurang dari kurun waktu satu bulan bangsa ini dihantam bencana alam bertubi-tubi. Misalnya saja banjir bandang yang melanda Lembata dan Adonara, yang terletak di ujung Timur Pulau Flores, Nusa Tengara Timur.

Menyimak dari situs resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Selasa (6/4/2021), menyatakan korban meninggal 165 orang dan 45 masih hilang.

Sementara itu, pada Sabtu (10/4/2021) gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,1 mengguncang kawasan selatan Jawa Timur. Sebanyak 7 warga meninggal dunia dan 372 bangunan rusak, sebagaimana dikutip dari Harian Kompas, Minggu (11/4/2021).

Gempa bumi yang menguncang kawasan selatan Jawa Timur memang kerap terjadi. Hal itu karena lempeng batuan di bawah wilayah selatan Jawa Timur adalah lempeng paling tua sehingga mudah patah dan mengakibatkan terjadinya gempa, jelas Adi dalam Harian Kompas, Minggu (11/4/2021).

Situasi ini seharusnya menjadi undangan bagi kita untuk memberikan evaluasi kritis atas identitas bukan hanya manusia Indonesia, tetapi juga manusia dunia untuk menyimak dan menelaah fenomena yang terjadi dibaliknya.

Berangkat dari gagasan internasional, fenomena atas bencana kemanusiaan dan lingkungan hidup mendapat perhatian dunia sejak Dennis Meadows, mengeluarkan laporan Club of Rome dalam buku "The Limit of Growth: A Report for the Club of Rome's Project on The Predicament of Mankind", tahun 1972. Buku ini menekankan bahwa bila trend pertumbuhan kuantitatif proyek-proyek modernisasi tetap diteruskan, maka dunia akan melampaui batas kemampuannya (carrying capacity) dalam beberapa generasi dan akan berakhir dengan malapetaka. Sejak itu diskusi, dialog, seminar tentang lingkungan hidup dilakukan di mana-mana.

Apa yang disimak dalam isu-isu seputar lingkungan hidup itu merupakan keluh kesah, ketakutan, histeri dan kecemasan massa karena bumi sudah terasa tidak nyaman lagi. Lingkungan hidup semakin hari semakin rusak, bencana kemanusia terjadi di mana-mana, semakin bertambah banyak spesies makhluk hidup yang punah (Loss of species), penipisan sumber-sumber energi (Depletion of energy resources), penurunan kesuburan tanah (Land degradation) dan terjadi perubahan iklim (Climatic change) di mana-mana, sebagaimana disimak dalam A Handbooks In Theology and Ecology.

Penebangan hutan secara ilegal menyebabkan jutaan spesies makhluk hidup punan dan perubahan iklim tak menentu (climatic change) - sumber: suara.com
Penebangan hutan secara ilegal menyebabkan jutaan spesies makhluk hidup punan dan perubahan iklim tak menentu (climatic change) - sumber: suara.com
Misalnya penebangan hutan secara besar-besaran akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia, apabila hutan menjadi gundul akan mudah terjadi bencana alam seperti longsor, banjir dan erosi (pengikisan tanah). Hutan yang gundul juga akan mengakibatkan punahnya jutaan spesies makhluk hidup.

Lewat tersebarnya isu-isu tersebut orang menyadari bahwa kita sedang berada dalam suatu krisis ekologis. Fakta-fakta umum kerusakan lingkungan, seperti penebangan hutan ilegal, tambang emas ilegal, pembukaan lahan besar-besaran itu menggugat kesadaran kita untuk mengusahakan pelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup. Supaya dapat menuju ke arah itu, kita harus menemukan terlebih dahulu apa yang menjadi masalah krisis ekologis tersebut, yang menyebabkan bencana kemanusiaan dan bagaimana upaya penanganannya.

Masalah Krisis Ekologis

Kenyataan berbicara kepada kita bahwa bumi kita sedang menuju ke arah kehancuran, bila kita tidak berusaha untuk mencegahnya. Kita dapat menyimak hal itu lewat berita tentang bencana alam, seperti banjir bandang, gempa bumi, tanah longsor, abrasi, erosi, polusi udara, dll yang kita saksikan sendiri setiap hari lewat tv atau pun media cetak seperti koran dan majalah. Kerusakan dan bencana kemanusiaan terjadi di mana-mana. Sehingga terdapat suatu kontras besar antara bumi yang tampak sebagai pelanet yang biru nan indah bila dilihat dari "mata" para astronot di angkasa luar dengan keadaan bila kita sendiri berada di atasnya.

Semua bencana dan kerusakan itu ironisnya merupakan ulah manusia sendiri. Sejak revolusi industri atau sejak awal pencerahan, bahkan sejak zaman renaisans peradaban manusia berkembang dan IPTEK melaju dengan pesat.

Di banyak tempat terjadi ledakan jumlah penduduk, urbanisasi besar-besaran menuju kota-kota industri, modernisasi di segala bidang, serta meningkatnya kebutuhan hidup manusia modern. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut alam merupakan lahan utama yang dimanfaatkan. Maka terjadilah eksplorasi dan eksploitasi tanpa ampun terhadap bumi dan manusia modern.

Mulai dari yang ada di atas, di permukaan, sampai di dalam/dasar bumi. Laju modernisasi ternyata menimbulkan dampak dan pengaruh negatif, yaitu krisis ekologis, dan bahan-bahan/unsur-unsur yang berbahaya bagi manusia sendiri.

Limbah merkuri mencemari perairan dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia - sumber: regional.kompas.com
Limbah merkuri mencemari perairan dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia - sumber: regional.kompas.com
Kita dapat menyimak lewat siaran tv betapa bahayanya limbah merkuri yang muncul dari pertambangan emas ilegal, yang mencemari perairan. Hal itu tentu berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Ditambah lagi dengan corong asap pabrik yang terus mengepul membuat sesak nafas manusia karena udara telah tercemar polusi. Betapa mirisnya kehidupan manusia.

Akan tetapi manusia modern tidak sadar dan tidak peduli pada dampak dan pengaruh itu. Hal ini karena manusia, dengan modernisasinya, ternyata terbelenggu pada suatu mentalitas (mentaltas pencerahan) dengan paham antroposentrisme dan dominasinya.

Mentalitas ini kerap kali membawa manusia modern memahami perkembangan secara sempit dan hanya dimengerti sebagai pertambahan kuantitas saja. Pemahaman yang kurang tepat inilah yang semakin mempertajam ambivalensi IPTEK, sehingga dampak dan aspek negatifnya lebih kuat.

Enlightenment Mentality -- Mentalitas Pencerahan

Mentalitas ini merupakan warisan abad modern yang terdalam pada umat manusia. Abad modern merupakan suatu tonggak baru sejarah manusia.

Menyimak dari "Beyond The Enlightenment Mentallity" dalam Mary Evelyn and John A. Grin, bahwa secara fisik era baru ini ditandai dengan penemuan-penemuan ilmiah, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan tumbuhnya lembaga-lembaga ilmiah dan lebih dalam lagi era baru ini mewarisi suatu mentalitas yang menjadi dasar spiritual gerakan modernitas. Dalam mentalitas ini terdapat paham antroposentrisme dan konsep berpikir analitis-reduksionis.

Konsep antroposentrisme dan konsep berpikir analitis-reduksionis tidak hanya dialami oleh orang yang tinggal di benua Eropa, Amerika saja, tapi dampaknya juga dialami oleh manusia Indonesia.

Mentalitas ini selain berkontribusi besar pada kemajuan peradaban manusia, juga membawa sisi gelapnya. Sisi gelap ini bahwa mentalitas ini juga menjadi sebab utama krisis ekologis yang kita alami sekarang ini. Sebab, mentalitas ini mengandung paham antroposentrisme yang menimbulkan dominasi manusia atas ciptaan lain yang sangat kuat.

Konsep antroposentrisme melihat bahwa manusia merupakan makhluk yang paling tinggi di muka bumi ini. Sehingga yang harus diperhatikan adalah kehidupan manusia, sedangkan ciptaan lainnya menjadi sekunder dan harus "mengabdi" kepada kepentingan manusia. Maka segalanya itu akan bernilai jika bermanfaat bagi kepentingan manusia. Konsep inilah yang membuka jalan bagi dominasi manusia atas alam dan ciptaan lainnya.

Kekuasaan atau dominasi atas alam dan ciptaan lainnya ini menjadi dasar ambisi penaklukkan dan penguasaan bumi dan segala isinya bagi kepentingan manusia. Sehingga tak pelak lagi terjadi eksploitasi tanpa ampun atas bumi dan isinya.

Teknologi yang dikembangkan pun yang berkepentingan untuk usaha penaklukan dan penguasaan tersebut. Dasar semua ini adalah konsep berpikir analitis-reduksionis yang melihat alam sebagai mesin yang statis, tak bernyawa sehingga dapat dikendalikan sesuka hati oleh manusia.

Mentalitas ini membawa perubahan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat. Manusia hanya mengutamakan dan mendewakan nilai-nilai kuantitatif material saja. Singkat kata dalam mentalitas ini berkembang juga konsep atau paham yang kurang tepat atau keliru tentang perkembangan.

Konsep "Perkembangan" yang keliru

Konsep antroposentrisme itu juga mempengaruhi pemahaman sempit tentang 'perkembangan'. 'Perkembangan' hanya dilihat dari segi material saja dan hanya diartikan sebagai pertambahan kuantitas.

Hal ini mencetuskan dampak negatif yang besar. Perkembangan suatu bangsa diukur berdasarkan dari tingkat peroduktivitasnya. Jadi 'perkembangan' direduksi hanya pada usaha penimbunan harta benda yang melimpah, konsumerisme, materialisme dan ketidakpuasan yang mendalam. Dengan kata lain 'perkembangan' hanya dimengerti sebagai tambahan nilai-nilai material saja.

Bertumpu pada orientasi pertambahan nilai-nilai material itu 'perkembangan' selalu terarah kepada eksploitasi Sumber Daya Alam dan manusia. Semuanya hanya untuk mengejar "having", tanpa memikirkan "being".

Dapat kita duga bahwa reduksi makna 'perkembangan tersebut telah menjadi sebab mendalam krisis ekologis dewasa ini. Sebab, atas nama pembangunan usaha eksploitasi SDA diizinkan, bahkan dilegitimasi.

Eksploitasi SDA itu perlu ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Karena itu, kemajuan IPTEK juga menjadi faktor yang menopang krisis ekologis di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. IPTEK yang semula dilihat sebagai prestasi manusia adalah ambivalen, tidak hanya membawa keuntungan dan kemudahan, tetapi juga dampak dan pengaruh negatif.

Ambivalensi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi -- IPTEK

Dalam kedua masalah krisis ekologis di atas telah disinggung sedikit peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. "Ilmu Pengetahuan" di sini terutama ilmu alam dan "teknologi" dimengerti sebagai penerapan ilmu alam yang memungkinkan kita menguasai dan memanfaatkan daya-daya alam.

Pada awalnya perkembangan IPTEK dinilai sebagai kemajuan saja. Orang hanya melihat kemungkinan baru yang terbuka luas bagi manusia untuk segala hal. Pandangan manusia begitu optimis-positivistis.

Tetapi pandangan demikian sekarang tampaknya agak naif. Sebab, selain memberi dampak kemajuan luar biasa juga muncul banyak masalah dan kesulitan baru.

Masalah dan kesulitan baru yang muncul itu menyangkut masalah moral/etis, terutama masalah hidup manusia dan lingkungannya. Hampir semua IPTEK yang seiring dengan pertumbuhan ekonomi berdampak pada kerusakan lingkungan hidup. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi -- IPTEK bersifat ambivalen.

Tambang emas ilegal menyebabkan penurunan kesuburan tanah (land degradation) - sumber: regional.kompas.com
Tambang emas ilegal menyebabkan penurunan kesuburan tanah (land degradation) - sumber: regional.kompas.com
Semakin cepat teknologi berkembang, semakin cepat kerusakan ibu bumi. Dampak negatif yang dibawa teknologi sudah tak terbendung, dulu orang mencari emas dengan alat sederhana dan seadanya, kini dengan adanya teknologi dan mesin cangih orang bekerja dengan sangat cepat. Hal ini berdampak pada kerusakan lingkungan hidup, tidak hanya itu saja aktivitas pertambangan emas dengan alat berat menyebabkan penurunan kesuburan tanah (Land degradation).

Dalam situasi zaman kita ini perkembangan IPTEK seakan-akan suatu proses yang berlangsung dengan sendirinya, tidak tergantung manusia. Kenyataan ini mengherankan, karena semua IPTEK tak lebih sebagai perpanjangan tangan manusia, hanya bersifat dan berfungsi sebagai instrumental.

Martin Heidegger (1889-1976), dengan tegas menyatakan bahwa:

Apa yang diciptakan manusia untuk menguasai dunia ini, sekarang ini menguasai manusia.

Perkembangan itu menjadi suatu yang seolah-oleh tak terhindarkan, menjadi tak terkendali. IPTEK menindas dan memperalat manusia.

Dengan ditindas dan diperalat serta dikuasai oleh IPTEK itu manusia tidak bisa mengendalikan dampak dan pengaruh negatif IPTEK, bahkan semakin memperbesarnya. Sehingga, IPTEK semakin terarah dan bertendensi untuk eksploitasi SDA, penaklukan dan penguasaan ibu bumi.

Ketiga masalah krisis ekologis, tepatnya ketiga sebab masalah krisis ekologis di atas menyadarkan kita bahwa persoalan begitu kompleks dan berat. Karena itu, masalah krisis ekologis ini harus segera ditangani secara memadai dan menjadi tugas bersama yang harus diutamakan oleh manusia dunia dan manusia Indonesia dewasa ini.

Upaya Penanganan Krisis Ekologis

Masalah krisis ekologis yang menyebabkan bencana kemanusiaan seperti banjir bandang, gempa bumi, tanah longsor, pemanasan global, gagal panen, erosi, abrasi, polusi udara, dll sebagaimana kita simak dalam Kompas, Senin (12/4/2021). Masalah krisis ekologis yang kompleks dan berat ini meliputi banyak segi kehidupan manusia. Hal ini menuntut keterlibatan kita semua untuk ambil bagian dalam tanggung jawab menjaga ibu bumi.

Penanganannya membutuhkan suatu pendekatan interdisipliner -- lebih realistis multidisipliner. Jadi merupakan suatu usaha penanganan yang integral. Akan tetapi, pada hakikatnya semua upaya integral tersebut berada dalam dua horizon, yaitu melalui Ilmu Pengetahuan dan Teknologi modern sendiri dan lebih mendasar dengan mengubah perspektif manusia selama ini tentang alam dan ciptaan secara keseluruhan.

Intervensi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi -- IPTEK

Krisis ekologis terutama diakibatkan oleh ulah manusia yang menggerakkan IPTEK untuk menguasai alam secara berlebihan. Karena itu, diperlukan juga intervensi atau keterlibatan IPTEK untuk menangani maslah krisis ekologis secara profesional sesuai bidang keahlian, dengan memanfaatkan hukum-hukum yang berlaku dalam bidang tersebut.

Dalam penelitian, diupayakan penelitian sistem-sistem ekologis, khususnya persyaratan untuk pelestarian keseimbangan ekologis, termasuk pengaruh intervensi manusia; penelitian untuk mencari sumber-sumber energi baru, bahkan makanan baru atau penggantinya dan penelitian mengenai model-model daur ulang (recycling). 

Misalnya, penelitian oleh Royal Commission on Pollution tentang pencemaran udara, pertanian, tenaga nuklir, pencemaran perairan karena limbah merkuri dan tumpahan minyak di laut. Eksperimen-eksperimen dalam usaha daur ulang limbah dan pembudidayaan sumber daya yang ada, seperti mesin "pencabik mobil" yang mengolah semua logam dan plastik dari kendaraan afkir untuk pemakaian ulang; tempat pembakaran sampah yang tidak mencemarkan udara, tetapi justru menghasilkan energi uap untuk penerangan dan pemanasan, sebagaimana dikutip dari John Stott dalam Isu-isu Global.

Dalam Hukum, dibuat semacam undang-undang pengelolaan lingkungan hidup yang mengatur pemanfaatan SDA secara adil, baik bagi semua mau pun bagi alam sendiri. Di Inggris mislanya, ada "The Clean Air Act", yaitu undang-undang untuk menjaga kebersihan udara.

Juga usaha menekan "mendapat laba ekonomi melalui kerugian ekologis". Beberapa negara telah menerapkan pajak yang tinggi untuk produk-produk yang berasal dari sumber alam yang hanya sekali pakai mau pun yang menghasilkan gangguang lingkungan dalam proses produksinya. Dari pihak konsumen juga ditetapkan harga yang tinggi untuk barang-barang yang memberi andil pada kerusakan ekologis.

Upaya-upaya melalui IPTEK ini tentu untuk memulihkan gangguan keseimbangan ekologis selain pencegahan. Upaya ini lebih pada teknis penanganan. Supaya dapat berlanjut dan berkembang, perlu suatu pola pikir, pandangan atau perspektif yang tidak melihat alam dan ciptaan lain sebagai obyek semata, tetapi lebih sebagai sahabat atau mitra manusia dalam hidupnya.

Perspektif baru tentang alam dan ciptaan secara keseluruhan

Perubahan pola pikir dan perspektif manusia tentang alam dan ciptaan secara keseluruhan merupakan suatu upaya penangan masalah krisis ekologis yang penting, selain pandangan teknis dengan melibatkan IPTEK. Tanpa perbuahan cara pandang baru, yaitu jika manusia tetap pada konsep antroposentristis dan cara pandang yang analitis-reduksionis, tidak akan bisa dipertahankan kesadaran dan sikap ekologis yang konsekuen.

Dengan kesadaran dan sikap ekologis yang konsekuen inilah krisis ekologis yang sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia sendiri ini dapat diperkecil dan upaya penanganannya dapat dikembangkan.

Perubahan cara pandang itu harus membawa manusia dari konsep antroposentristis dan pola pikir analitis-reduksionis kepada konsep yang lebih biosentris dan pola pikir sintesis-holistis.

Dengan perspektif baru ini alam dan ciptaan lain dilihat sebagai sahabat atau mitra manusia dalam hidup. Manusia melihat dirinya sebagai bagian dari organisme fisik alam semesta. Manusia hanya dapat berkembang dalam keseluruhan kosmos, yang menuntut relasi dengan dunia non-human.

Berangkat dari kesadaran dalam perspektif semacam ini, manusia menyadari bahwa ia berada bersama ciptaan lain dalam situasi interdependensi. Dalam situasi ini terjadi suatu interaksi dan relasi segala "ada", mulai dari partikel-partikel dasar sampai pada kehidupan yang paling kompleks.

Diharapkan dengan berbicara tentang kesadaran dan perspektif dalam interaksi dan relasi manusia dengan lingkungannya, kita mulai bergerak untuk menyelamatkan ibu bumi dari krisis ekologis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun