Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tuhan Kita Sama

17 Oktober 2020   07:57 Diperbarui: 17 Oktober 2020   08:14 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita adalah satu ciptaan yang berasal dari segenggam tanah serta satu tiupan nafas"

Setelah bangsa Moor menaklukkan sebagian daerah Andalusia, beberapa biara di daerah itu dijarah dan dihancurkan. Para biarawan-biarawati ditawan. Almansour yang menjadi walinegeri tanah itu mengadakan sidang untuk para biarawan-biarawati. Sidang itu dihadiri oleh para ulama dan hulubalang bangsa Moor.

Dalam sidang itu beberapa ulama menganjurkan bahwa para biarawan-biarawati itu dibunuh. Musuh-musuh Allah dan umat Muslim harus dimusnahkan. Beberapa dari mereka juga ada yang mengusulkan bahwa mereka dijual sebagai budak dan tempat pelacuran. Uang dari penjualan orang kafir tentunya halal.

Di tengah keriuhan sidang itu seorang pemuda berdiri di tengah hadirin, ia melantangkan suara dan dengan tegas menolak usulan-usulan dalam sidang itu. "Aku menolak semua usulan yang menjatuhkan martabat manusia. Kita adalah Muslim yang berahklak mulia tidak mungkin membiarkan sesama manusia jatuh. Mereka juga sama seperti kita punya harga dalam pribadi mereka. Maka saya mengusulkan janganlah mereka dijual atau dibunuh namun sebaiknnya dipenjarakan rumah saja."

Dengan perdebatan yang keras akhirnya usulan itu diterima. Pemuda itu adalah seorang ksatria Muslim bangsa Moor yang telah melakukan pembantaian di wilayah Granada. Ia adalah adik Almansour, Jendral Achmed. 

Di samping pemuda itu seorang gadis menitikkan air mata haru dan rasa lega. Wanita berkerudung itu seorang kepala biarawati sebelumnya. Ia bernama Petronella. Entah atas dasar apa Achmed membela orang-orang Kristen itu. Mungkin karena Petronella yang telah mengisi hatinya. Rasa iba Achmed terhadap orang-orang Kristen memang berawal dari hati Petronella.

Pada awal kisah saat penggempuran di kota Granada, biara tempat Petronella hidup dijarah oleh bangsa Moor. Petronella dan anggota biaranya ditawan disebuah penjara Khusus. 

Di tempat pengasingan itu Petronella jatuh sakit. Singkat cerita Petronella yang sekarat itu dirawat oleh Achmed. Pada awalnya memang Petronella menolak karena sakit hatinya, namun Achmed menjelaskan bahwa sesungguhnya ia tidak tahu arti perang itu. Achmed hanya meneruskan apa yang diwarisi dari leluhurnya.

Selama Petronella sakit, Achmed merawatnya dengan begitu penuh perhatian. Perhatian itu pun tumbuh menjadi rasa suka dan terus bertumbuh hingga mencapai satu kata yang mutlak. Cinta. Mereka berdua saling berbagi cerita, pengalaman, pengertian dan belajar. Maka akhirnya mereka pun saling mengerti dan memahami arti agama lain. 

Bagi Petronella, Achmed bukanlah orang Islam yang ia kenal sebagai orang barbar. Ia penuh kharisma, baik dan penuh belas kasih. Maka tumbuh juga dari hati Petronella rasa cinta kepada ksatria itu. Bukan rasa cinta yang seperti manusia kepada manusia lainnya, namun seperti daging dengan tulang rusuknya, layaknya pria bersama wanitannya. 

Keduannya bisa menyadari rasa sukanya melalui intuisi rohani dan komunikasi. Namun rasa itu tak pernah terungkap melalui kata-kata. Bahkan saat pembelaan Achmed terhadap orang-orang Kristen itu keduanya masih saling menyimpan rahasia.

Petronella tahu akan kuasa dalam hatinya tentang Achmed sekarang, ia takut akan perasaannya yang mungkin telah menjahui Tuhan orang Kristen. Maka di dalam kamarnya di hadadapan Corpus Tuhan ia berdoa.

"Allah Tuhanku, maafkan aku hamba-Mu yang hina ini. Aku sedang melaju pada jalan yang menjahui ikrarku. Aku mengadakan rasa terhadap pria ini. Hamba tahu Engkaulah belahan jiwa satu-satunya jiwa saya. Tetapi dengan pria ini, dialah belahan jiwa daging saya. Lindungilah aku agar tidak menjauh dari-Mu Yesus Kristus."  Petronella menutup doanya dengan mencium luka di lambung Kristus. Doa ini ia panjatkan ketika sore harinya sesudah persidangan Almansour serta para ulubalang dan ulama atas biarawn-biarawati.

Sore hari pada esok harinya di tepi pantai, Petronella berdiri di atas batu karang. Achmed mendatanginya dari belakang. Di tangan kirinya ia menggenggam cincin yang matanya diletakkan batu ruby dari negeri Timur. Petronella membuka percakapan.

"Ibuku, memeberiku nama Petronella supaya kuat seperti batu karang."

"Ya kini tentunya ibumu bangga karena harapannya terwujud. Kuat serta cantik." Jawab Achmed.

"Aku selalu memegang Injil Tuhan Yesus. Aku tidak akan mengkhianati ikrarku sebagai wadah gerejanya."

"Kamu tahu Tuhan telah memeberimu keindahan rupa, kau ini cantik. Bagaimana jika ada lelaki melamarmu."

"Aku akan membalas lamaran itu dengan doa, supaya ia ia tidak sakit hati dan tetap bahagia."

"Walau harus memepertaruhkan nyawamu?"

"Imanku sekuat batu karang bukan? Lebih baik ragaku mati dari pada imanku buyar."

"Jika saat itu abangku tidak menyetujui usulanku, maukah kau bertobat?"

"Apa maksudmu bertobat? Kau kira Kristen itu kafir? Tunggu ternyata selama ini kita belajar bersama kau tidak juga berubah?" Petronella mengerenyitkan dahinya.

"Ehh.. maaf, maksudku itu begini..!!!" Achmed gelagapan, ia sudah melakukan kesalahan fatal karena omongannya.

"Cukup, aku kira memang kita tidak akan selamanya saling mengerti, Tuhan kita memang berbeda. Kau dan aku adalah ciptaan yang berbeda." Petronella pergi meninggalkan Achmed.

Maka pada saat itu perasaan mereka selama ini telah buyar. Achmed akan selalu merasa menyesal. Petronella tidak lagi tinggal di kamar yang disediakan oleh Achmed namun tinggal bersama di rumah tahanan tempat biarawan-biarawati ditawan. 

Ia sadar bahwa dirinya telah jauh dari Yesus. Maka ia pun menghabiskan hari-harinya dengan berdoa. Tiada lagi kawan yang fana karena sekarang kawan sejatinya adalah Kristus. Namun perasaan tidak dapat dibohongi. Disetiap larik doa Petronella selalu terselip nama Achmed. Ia tinggal dipengasingan itu selama tiga tahun.

Di lain cerita Fernando dari Castilla menikahi Isabella dari Aragon. Dengan pernikahan itu maka Fernando diangkat menjadi raja atas negeri Spanyol. Di bawah pimpinan Raja Fernando Spanyol mulai mengadakan perebutan kota-kota yang dikuasai oleh bangsa Moor. Fernando juga menetralkan dan mensterilkan Spanyol dari hal-hal Islam. Mulai dari Sevilla, Malaga, Cordoba, dan Granada. Pada saat pertempuran itu Almansour walinegri Granada tewas dan jendral Achmed serta pasukan Islam ditawan. Mereka diasingkan  dan dipenjarakan di kota Madrid.

Petronella beserta para rohaniawan-rohaniwati dibebaskan dan oleh Raja Fernando mereka diberi hadiah berupa biara-biara baru. Petronella mendapatkan biara barunya di kota Madrid. Sebulan setelah penaklukkan bangsa Moor itu Raja memeberikan referendum bahwa para tahanan perang akan diesekusi kecuali mereka yang mau bertobat dan berlindung dibawah kuasa Paus. Petronella mengetahui bahwa Achmed ditawan di penjara kota, maka ia pun menjenguk Achmed. Di penjara ia melihat Achmed dipasung di tiang penjara.

"Achmed, Achmed kau dengar aku?" Wajah Petronella penuh dengan kecemasan.

"Hai, lama kita tak berjumpa. Kau tetap sama. Aku minta maaf atas omonganku saat itu."

"Achmed, aku mau memberi tahumu bahwa Raja Fernando akan mengesekusi tawanan Islam kecuali ada yang mau bertobat."

"Bertobat? Apa kau bermaksud kalau Islam itu kafir?"

"Ohh, maaf.... Maksudku..."

"Tidak apa-apa. Aku hanya bercanda."

"Tidakkah kamu mau pindah agama demi keselamatanmu?"

"Petronella, pada saat di pantai maksutku saat itu ingin melamarmu. Tetapi aku tahu bahwa pendirianmu kuat. Pindah agama pun aku tetap tidak dapat memilikimu. Kamu telah mengajarkan ku arti kesetiaan. Maka biarkan aku sama kuatnya dengan batu karang ini. Aku ingin menegakkan Islam di atas namaku."

"Achmed, dalam tradisi Kristen mereka yang mati mempertahankan imannya disebut martir kudus. Dialah yang menerima mahkota surga dan kini kamu telah menjadi martir bagi agamamu." Petronella mulai menitikkan air mata keharuannya.

"Allah yang kita sembah sama bukan? Kita hanya berbeda jalan. Kau melalui jalan Kristen dan aku jalan Islam. Namun tetap tujuan kita adalah sama yaitu Sang Pencipta. Surga yang sedang kita tuju juga sama, aku akan pergi ke sana mendahului kamu. Aku menunggumu. Aku mencintaimu."

"Aku juga mendoakanmu."

"Kurasa sekarang Tuhan Yesus dan Nabi Mohamad sedang tersenyum dan saling menjabatkan tangan saat melihat kita. Petronella besok aku akan bertemu mereka, akan banyak pertanyaan dariku untuk mereka. Aku juga akan menyampaikan salammu untuk mereka."

"Amin Achmed.. Amin"

Petronella tak kuasa. Air mata yang dari tadi hanya  menetes kini bagaikan hujan pertama. Ia tak tega melihat Achmed di samping itu ia pun kagum pada sifat ksatriannya.

Malang, 17 Oktober 2020

William Conrad Patty

"Ingat ini hanya fiksi"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun