Petronella tahu akan kuasa dalam hatinya tentang Achmed sekarang, ia takut akan perasaannya yang mungkin telah menjahui Tuhan orang Kristen. Maka di dalam kamarnya di hadadapan Corpus Tuhan ia berdoa.
"Allah Tuhanku, maafkan aku hamba-Mu yang hina ini. Aku sedang melaju pada jalan yang menjahui ikrarku. Aku mengadakan rasa terhadap pria ini. Hamba tahu Engkaulah belahan jiwa satu-satunya jiwa saya. Tetapi dengan pria ini, dialah belahan jiwa daging saya. Lindungilah aku agar tidak menjauh dari-Mu Yesus Kristus." Â Petronella menutup doanya dengan mencium luka di lambung Kristus. Doa ini ia panjatkan ketika sore harinya sesudah persidangan Almansour serta para ulubalang dan ulama atas biarawn-biarawati.
Sore hari pada esok harinya di tepi pantai, Petronella berdiri di atas batu karang. Achmed mendatanginya dari belakang. Di tangan kirinya ia menggenggam cincin yang matanya diletakkan batu ruby dari negeri Timur. Petronella membuka percakapan.
"Ibuku, memeberiku nama Petronella supaya kuat seperti batu karang."
"Ya kini tentunya ibumu bangga karena harapannya terwujud. Kuat serta cantik." Jawab Achmed.
"Aku selalu memegang Injil Tuhan Yesus. Aku tidak akan mengkhianati ikrarku sebagai wadah gerejanya."
"Kamu tahu Tuhan telah memeberimu keindahan rupa, kau ini cantik. Bagaimana jika ada lelaki melamarmu."
"Aku akan membalas lamaran itu dengan doa, supaya ia ia tidak sakit hati dan tetap bahagia."
"Walau harus memepertaruhkan nyawamu?"
"Imanku sekuat batu karang bukan? Lebih baik ragaku mati dari pada imanku buyar."
"Jika saat itu abangku tidak menyetujui usulanku, maukah kau bertobat?"