Ada yang mengatakan kurang puas dalam penceritaannya, terlalu rumit diikuti, terlalu brutal untuk anak-anak (beberapa orang kurang paham dalam batasan umur dan bimbingan orangtua dalam menonton film), atau ada juga yang mengatakan visual efek-nya tidak seru karena mereka membandingkannya dengan film-film Hollywood.Â
Tapi menurut saya, terlepas dari semua komentar itu, Gundala sukses membuka jalan bagi perindustrian film Indonesia untuk mengeksplorasi  genre fantasi superhero yang belum sempat terjamah di Indonesia, tak hanya itu, film Gundala pun diwujudkan dalam standar kualitas film yang baik.
Film yang baik bukan saja hanya dilihat dari dana yang digelontorkan untuk menciptakan efek-efek visual canggih, mendatangkan aktor-aktris papan atas, atau menggunakan setting latar yang mewah.Â
Film yang baik terletak dari cerita dan teknik penceritaannya yang unik, berbeda, menyentuh emosi, memiliki karakter peran yang mendalam, detil, terarah, dan rapi.Â
Kita tidak perlu takut bersaing dengan film Hollywood yang diproduksi dengan biaya ratusan juta dolar, karena tentunya para penonton film-film superhero Marvel tidak membeli tiket hanya untuk menonton efek visual dari Tony Stark yang sedang memakai armor Iron man-nya atau menembakkan laser dari tangannya, lalu pulang.Â
Para penonton justru lebih tertarik dengan Karakter dan sudut pandang Tony Stark sebagai seorang jenius kaya raya yang menciptakan armor Iron Man untuk mengatasi permasalahannya dan mengalahkan musuh-musuhnya.
Unsur penceritaan inilah yang nampaknya dihadirkan Jagat Sinema Bumilangit untuk melawan film-film superhero dari Hollywood. Jagat Sinema Bumilangit menyiapkan epos cerita yang jauh berbeda dengan tema-tema superhero Hollywood. Secara jeli Bumilangit studio memasukkan unsur-unsur keindonesiaan yang tidak sembarangan diambil, namun terlebih dahulu didalami dan diriset.Â
Dalam menjalin karakter jagoan yang berada pada masa yang berbeda, jagat sinema bumi langit memberi petunjuk dalam film Gundala (Foreshadowing) tentang keberadaan entitas abadi (Immortal) yang berasal dari masa yang lebih tua.Â
Upaya ini nampaknya dilakukan Bumilangit studio untuk menghubungkan 4 era yang diperkenalkan Bumilangit studio pada saat launching Jagat Sinema Bumi Langit pada bulan agustus lalu, dimana Bumilangit studio memperkenalkan era legenda, era jawara, era patriot, dan era revolusi yang menjadi pondasi dari penciptaan jagatnya.
Bumilangit mengawali kisah jagat sinemanya dengan peristiwa letusan Toba pada 75.000 tahun sebelum masehi. Peristiwa ini walaupun berasal dari cerita fiksi, memang benar diambil dari fakta ilmiah yang ada.Â
Menurut teori ilmiah, letusan Toba ini memicu musim dingin vulkanik global yang menyebabkan menurunnya populasi makhluk hidup yang ada pada periode tersebut, inilah jadi awal dari kanon cerita kemunculan para adisatria dan jagoan-jagoan, era ini dikelompokkan oleh Bumilangit Studio ke dalam era legenda.Â