" Terima kasih juga bang, sudah mempercayai saya untuk berbagi cerita."
"Mungkin sudah saatnya saya membantu mbok Yem menyiapkan masakannya bang, saya sudah janji ke simbok untuk membantu disini untuk beberapa hari kedepan...permisi bang, nanti kita sambung lagi obrolan lainnya"
"Oke ...silahkan Damar." sahut bang Jenggo.
Sayapun menghampiri simbok, bergabung dengan kesibukannya ....berkutat di dapur warung Lawu. Senyum simbok menyambutku dengan harap.
"Mbok...kopi dan mi instant 4 ya !", teriak serombongan pendaki yang basah kuyup di depan pintu warung.
"Nggih mas silahkan masuk saja, diluar hujan", simbok menjawab.
"Mbok biar kubuatkan ya pesanannya?" pintaku saat itu.
Simbok mengangguk.
Tawa dan kedinginan bercampur jadi satu saat itu. Warung Mbok Yem selalu saja jadi saksi sejarah kejadian dari waktu ke waktu. Menjadi saksi lelahnya orang-orang, bahagianya pendaki dan berbagai macam cerita dari segala penjuru oleh penikmat Lawu. Dan Gunung Lawu bahkan sebagai saksi bisu legenda sejak dulu kala...dikala Prabu Brawijaya dan 2 abdi kinasihnya menapakkan kaki di Puncaknya.
Sore menjelang gelap, bahkan gulita karena hujan. Kehidupanpun masih berjalan, antara kedamaian, berbagai macam permasalahan diantara dingin yang menghujam.
bersambung...
(dn) yang selalu menyalakan mimpi