Mohon tunggu...
Dira Aulia
Dira Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indraprasta PGRI

pendidikan Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berakhirnya Masa Orde Baru Tahun 1998 hingga Terjadinya Tragedi Semanggi I & II

1 Mei 2023   00:33 Diperbarui: 1 Mei 2023   05:31 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter terjadinya penurunan nilai mata uang Rupiah terhadap dolar, harga barang barang meningkat tajam dan tidak terjangkau oleh Masyarakat sehingga terjadilah krisis ekonomi, harga bahan-bahan pokok naik dan keberadaannya langka, Pekerjaan sulit didapat, pengangguran bertambah, angka putus sekolah meningkat.

Akibatnya pengangguran dan kemiskinan meningkat drastis, bahkan terjadi inflasi yang Tinggi. Krisis ekonomi ini menggoyahkan rezim Presiden Soeharto yang memang legitimasi Politiknya sudah semakin melemah. Krisis ini memperlihatkan Secara nyata praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam pemerintah masa orde baru.

BERAKHIRNYA MASA ORDE BARU

Di bawah kekuasaan Soeharto, Indonesia berada dalam suatu sistem Kepemimpinan militeristik yang otoriter dan sentralistis serta Orde Baru bukan demokrasi yang Semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin Memburuk merupakan kegagalan IMF di Indonesia yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya. 

Kegagalan IMF sebenarnya bukan saja karena Memberikan diagnosa dan resep yang salah terhadap Krisis ekonomi Indonesia bukan juga kesalahan dalam membaca peta sosial politik Indonesia tapi IMF Menginginkan adanya pergantian kepemimpinan di Indonesia. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang Kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi Atau orang-orang yang berpikir kritis.

Saat itu keadaan sebagian besar rakyat semakin sulit menghadapi tekanan ekonomi dan semakin Menyadari terjadinya ketimpangan ekonomi yang dianggap hanya menguntungkan sebagian Pihak. Pemerataan dan keadilan dinilai belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat Karena sistem ekonomi yang berlaku cenderung bersifat monopolistik dan hanya Menguntungkan kelompok tertentu terutama para konglomerat dan pihak-pihak yang Dianggap dekat dengan kekuasaan. 

Sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat Terhadap pemerintahan Soeharto, rakyat sipil maupun mahasiswa melakukan protes menuntut Soeharto mundur dari jabatan presidennya serta menuntut adanya reformasi dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Terjadinya kerusuhan dan tragedi berdarah akibat pemerintah tidak mendengar aspirasi rakyat sehingga menimbulkan amarah massa secara spontan Berupa penjarahan, pembakaran, dan pemerkosaan etnis Tionghoa dalam jumlah yang sangat Besar yang terjadi di pelosok kota Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia. Adanya Insiden Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa serta maraknya kerusuhan sosial yang berlangsung berturut-turut meruntuhkan legitimasi Orde Baru yang masih tersisa. 

Berbagai Tekanan politik mahasiswa yang menduduki gedung parlemen, Tuntutan fraksi-fraksi DPR/MPR, ketua DPR/MPR, Harmoko yang menuntut supaya Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri, ditambah pengunduran diri 14 Menteri Anggota kabinet, membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain selain mundur pada Tanggal 21 Mei 1998 dari jabatan Presiden. Sehingga Berakhirnya masa orde baru dan adanya penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie.

LATAR BELAKANG TRAGEDI SEMANGGI I

Dimulainya masa transisi atau perpindahan Pemerintahan yang berlangsung mulai tahun 1998, Dikarenakan rakyat merasa Pergantian pemerintahan dari Order Baru ke Order Reformasi memberikan harapan bahwa demokratisasi di Indonesia telah dimulai dan keadaan Bangsa Indonesia semakin membaik. Namun pada kenyataannya kondisi Indonesia saat krisis ekonomi sejak tahun 1997 belum Membaik masih banyaknya permasalahan penegakan hukum, keadilan, dan kepastian Hukum. Akibatnya, sering terjadi kesalahpahaman atau bentrokan antara mahasiswa dan masyarakat dengan aparat pemerintah baik TNI maupun Polri serta terjadi peristiwa-peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Pada saat Naiknya BJ. Habibie sebagai presiden menggantikan Soeharto, telah mengundang berbagai perdebatan hukum dan kontroversial. Hal itu dikarenakan Soeharto menyerahkan secara sepihak, walaupun sudah sesuai dengan kebijakan konstitusi yang ada, Sebagian rakyat prodemokrasi menganggap Habibie sebagai bagian dari produk Orde Baru sehingga mereka tidak mengakui pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orba. Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan.

Hal itu menimbulkan respon di kalangan Mahasiswa dan masyarakat yang menolak Sidang Istimewa 1998 yang dinilai inkonstitusional dan meminta Presiden untuk mengatasi krisis ekonomi kembali direspon aparat lewat penembakan dengan Peluru tajam serta menentang Dwifungsi ABRI/TNI karena dwifungsi menjadi penyebab bangsa Indonesia tak Pernah bisa maju sebagaimana mestinya. 

Rakyat terus mendesak untuk menyingkirkan Militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Order Baru. Selama berlangsungnya Sidang Istimewa tersebut masyarakat dan Mahasiswa gencar melakukan demonstrasi memenuhi jalan-jalan di Jakarta mereka menyuarakan protes terhadap pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie bahkan sampai di kota-kota besar lainnya di Indonesia.

KRONOLOGI TRAGEDI SEMANGGI I

Pada tanggal 11 November 1998, hari Pertama Mahasiswa dan masyarakat berdemonstrasi, Ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju gedung DPR/MPR , massa mulai bergerak dari Jalan Salemba lalu saat di Kompleks Tugu Proklamasi para demonstran bentrok dengan PamSwakarsa, kelompok sipil bersenjata yang dibentuk khusus untuk membendung aksi mahasiswa dan mengamankan berlangsungnya SI MPR 1998. 

Selain itu banyak yang berasal dari arah Semanggi, Slipi dan Kuningan. Namun karena pengawalan yang sangat ketat oleh aparat keamanan yaitu TNI, Brimob dan Pamswakarsa. D saat itu tidak ada satupun demonstran yang Berhasil menembus ke gedung DPR.

Lalu pada malam harinya, terjadi bentrok dengan aparat keamanan di daerah Slipi yang membuat puluhan mahasiswa terluka Sehingga harus dilarikan masuk rumah sakit dan banyak sebagian mahasiswa dievakuasi sementara ke Universitas Atma Jaya. Bahkan saat itu ada seorang pelajar mengalami luka berat hingga meninggal dunia karena bentrokan tersebut. Pada keesokan harinya, 13 November 1998 Massa demonstran mulai menyebar ke area Semanggi dan sekitarnya, diperkirakan Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung mencapai 25 ribu orang.

Sejak Malam hari aparat sudah menghadang jalan Sudirman, dan hingga siang jumlah aparat semakin banyak untuk menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Saat itu para demonstran telah dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja yang bergerak untuk membubarkan massa. Saat itu seluruh aparat menembakan peluru hampa secara serentak, ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan sehingga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. 

Hal tersebut menimbulkan bentrokan fisik antara aparat dengan mahasiswa tak terhindarkan, mahasiswa berusaha melempari petugas dan Aparat semakin membabi buta menembaki para demonstran. Mahasiswa berusaha berlindung ke dalam kampus Universitas Atma Jaya dan menolong mahasiswa serta masyarakat yang terluka.

Kondisi makin terasa mencekam Peristiwa pembubaran tersebut diwarnai ledakan gas air mata dengan Penembakan keji secara terus menerus sampai dini hari di kawasan Semanggi dan bahkan dalam kampus Atma Jaya sehingga sehingga banyak korban berjatuhan, beberapa mahasiswa tertembak, terluka dan bahkan meninggal seketika di jalan. Peristiwa tersebut dikenal dengan Semanggi I yang menjatuhkan korban yang meninggal mencapai 17 orang.

Pada 24 September 1999, aksi unjuk rasa berujung bentrok dengan aparat kembali terulang yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan 11 orang lainnya di seluruh Jakarta. Selain itu menyebabkan 217 korban luka-luka, Dimana dilatarbelakangi dari adanya keputusan DPR mengesahkan Undang-undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB). Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Semanggi II.

Kasus pelanggaran HAM pada Tragedi Semanggi I telah ditindaklanjuti Melalui jalur hukum yaitu dengan menghukum pelaku di lapangan. Sehingga dirasa belum Mengena pada “otak pelaku” yang seharusnya paling bertanggung jawab pada Tragedi tersebut. Penanganan dan penyelesaian tragedi Semanggi I tidak pernah mendapatkan kepastian hukum. Sepertinya keberadaan UU HAM, Komnas HAM,dan KPP HAM tidak berdaya mengungkap tragedi kemanusiaan tersebut. Disebabkan oleh banyak faktor, antara lain belum adanya pengadilan khusus yang berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat, hal inilah yang membuat hilangnya Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan hukum di Indonesia.

Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II Meskipun DPR RI telah Merekomendasikan agar kasus Semanggi I dan II ditindak lanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer, namun sehubungan dengan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM berat, tuntutan keadilan bagi keluarga Korban dan masyarakat.

Sehingga dalam rangka penegakan hukum dan penghormatan Hak asasi manusia, Komnas HAM dipandang perlu melakukan penyelidikan dengan membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HA Semanggi I, danSemanggi II. Maka dalam Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001 Menyepakati pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II.

Referensi

Abdullah, A. 2019. "Kota Para Demonstran. " Surabaya : Airlangga University press.

Fatmawati, S.(2022). "Demokrasi dan Hak-hak Asasi manusia. " Banyumas : Pena Persada.

Eka, L. “Berakhirnya Pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1998.” Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2014.

Azzahra, A. “Analisis Tragedi Semanggi I Terhadap Upaya Penuntutan Penyelesaian Pelanggaran HAM.” Jurnal Academia Praja, Vol (3) 1, 2020.

Maulana, A. (2021). "23 Tahun Tragedi Semanggi I dan Keadilan yang Gelap." Jakarta : CNN Indonesia.

Pusat data dan Analisa Tempo. (2020)." Tragedi Semanggi: Yang Gugur di Altar Sidang." Jakarta : Tempo Publishing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun