Di masyarakat adat yang satu, perempuan mendapat jatah waris lebih sedikit, dan di masyarakat adat lain sebaliknya.
Oleh karena rasionalitas dan juga serta kehadiran hukum waris barat yang melahirkan pilihan hukum (choice of law), hukum waris adat semakin lama akan semakin ditinggalkan.
Namun, degradasi dan penyusutan tidak hanya hukum adat, melainkan juga hukum lokal dalam artian produk hukum berupa peratutan perundang-undangan yang benar-benar dibentuk sesuai karakter bangsa Indonesia.
Transplantasi hukum dalam bentuk ide, konsep, solusi atau struktur, institusi, dan metode, dari satu negara ke negara lain telah menjadi kecenderungan dalam pembangunan hukum di berbagai belahan dunia.
Tidak terkecuali Indonesia, telah melakukan transplantasi hukum dari berbagai sistem hukum asing atau negara lain dalam pembentukan berbagai undang-undang.
Hukum lokal dalam perjalanannya semakin menyusut, hukum lokal dalam hal ini hukum asli Indonesia, termasuk hukum adat.
Kita bisa lihat misalnya dalam UU Minerba yang baru saja disahkan, UU Privatisasi Air, UU Hak Cipta, dan masih banyak UU lain yang diadopsi dari dinamika peradaban global.
Hal ini bukan hanya mengenyampingkan hukum adat (hukum yang timbul dari bawah ke atas), namun juga hukum positif asli Indonesia yang dibuat oleh penguasa.
Dengan dalih 'menghadapi borderless world' produk hukum lokal yang benar-benar bersesuaian dengan karakteristik masyarakat Indonesia semakin menyusut dari hari ke hari.
Kita bersyukur masih ada dampak positif dari transplantasi dan konvergensi/pertemuan sistem hukum, yakni konvergensi antara sistem eropa kontinental (civil law system) dengan sistem anglo-saxon (common law system).