Konsep pertahanan teritori adalah di antara konsep pertahanan yang digagas oleh A.H. Nasution sejak tahun 1947. Pembagian ini berlangsung pada tahun 1950 yang terdiri atas tujuh teritorium di Indonesia antara lain Teritorium Indonesia Timur (kemudian berganti Tentara dan Teritorium VII/Wirabuana) yang luasnya meliputi Pulau Sulawesi, Nusa Tengara, Bali, Maluku, Papua, dan sebagainya. Panglima pertama Teritorium Indonesia Timur adalah Letnan Kolonel A.Y. Mokoginta yang berkedudukan di Makassar.
Pada tahun 1950 terjadi Pemberontakan Andi Azis di Makassar akibat perbedaan paham antara konsep mendukung negara federal dalam tubuh TNI atau menjadi negara kesatuan. Pada tanggal 30 Maret 1950 dalam suatu upacara, Andi Azis beserta satu kompi anak-anak bekas KNIL diterima masuk APRIS oleh Letkol A.Y. Mokoginta. Andi Azis kemudian diangkat menjadi komandan kompi dengan pangkat Kapten.
Namun pada tanggal 5 April 1950, kira- kira pukul 05.00 pagi dengan tiada terduga- duga sama sekali, Kapten Andi Abdul Azis telah menggerakkan kompinya un tuk menyerbu, melucuti dan menawan Letnan Kolonel Mokoginta beserta semua anggota Stafnya, semua perwira dan bawahan, serta CPM yang ada di Hotel Negara, Klapperlaan dan tempat- tempat lain nya di kota Makasar. Penyerbuan terhadap asrama CPM mendapat perlawanan yang cukup gigih dari para anggotanya. Lapis -baja pasukan Andi Abdul Azis meyerbu masuk ke halaman asrama, melakukan tembakan tembakan dari jarak dekat. Oleh karena keadaan pasukan Andi Abdul Azis jauh lebih kuat, maka asrama CPM berhasil mereka duduki. Sebagian dari anggota CPM berhasil ditawan sedangkan sebagian lagi berhasil meloloskan diri untuk kemudian mengadakan perlawanan terus bersama- sama dengan kawan- kawan seperjuangan yang berada di luar kota Makasar (Disjarahdam VII/Siliwangi, 1979: 249).
Pemberontakan Andi Azis tidak berlangsung lama karena kembali berhasil dipadamkan oleh TNI di bawah Kolonel Kawilarang. Beberapa waktu kemudian Letkol A.Y. Mokoginta kembali di tarik ke Jakarta dan Teritorium Indonesia Timur diserahkannya kepada Kolonel A.E. Kawilarang.
Penumpasan Permesta di Bolaang Mongondow 1959
A.Y. Mokoginta memiliki andil yang cukup besar untuk membebaskan tanah kelahirannya Bolaang Mongondow dari Pergolakan Permesta (1957-1959). Sebagaimana dalam "Siliwangi dari Masa ke Masa" di catat beberapa peran beliau dalam memadamkan pemberontaka.
Untuk merebut Kotamobagu yang menjadi misi utama Batalyon 330, pada tanggal 7 September 1959 pendaratan pasukan akan dibagi dua yakni pasukan yang akan masuk dari wilayah selatan dan pasukan lainnya yang akan melakukan serangan dari arah utara. Untuk penunjuk jalan oleh KODAM Merdeka telah diperbantukan tiga orang yakni Husain Damopolii, dkk.
Kolonel A.Y. Mokoginta sendiri untuk membebaskan tanah kelahirannya dari cengkaraman Permesta memimpin infiltrasi awal sekaligus juga sebagai penunjuk jalan ke sana bersama 40 orang partisannya yang bergabung pada 7 September 1959. 40 orang yang ikut serta bersama Mokoginta akan dibagi-bagikan ke dalam kompi-kompi Batalyon 330. Setelah semua pasukan telah mengkonsolidasikan diri maka serangan menuju Kotamobagu akan secepatnya dimulai.
Peran beberapa rekrutan penduduk asli (partisan) yang dibentuk oleh A.Y. Mokoginta sangat penting. Mereka menjadi penunjuk jalan sekaligus menjelaskan kontur wilayah dan menjembatani komunikasi antara prajurit Siliwangi dan penduduk asli.
Para penunjuk jalan di masing-masing kompi adalah rekrutan Kolonel Mokoginta. Partisipasi para penduduk asli sudah sangat luar biasa untuk memberi informasi mengenai kondisi medan tempur yang kini di depan mata. Kebenaran info dari mereka adalah kunci. Para penduduk ini sangat setia dan loyal terhadap pesan Mokoginta untuk membantu prajurit Siliwangi memenangkan pertempuran berdarah selama operasi pembebasa Kotamobagu September 1959.
Badan Pembina Corps Siliwangi