Pada masa-masa awal ini boleh dibilang masih berada pada kondisi yang sulit. Tentara yang dibentuk bahkan belum memiliki persenjataan yang lengkap. Mereka terus mengupayakan mendapatkan persenjataan yang bisa digunakan untuk melawan kekuatan Sekutu yang memboncengi NICA. Meski begitu perlahan tapi pasti kekuatan Divisi Siliwangi mulai tertata dan ini menjadi modal yang cukup untuk tertib administarasi dinas ketentaraan.
Brigade III/Kian Santang
Jabatan mula-mula A.Y. Mokoginta dalam kesatuan Corps Siliwangi adalah menjabat sebagai Kepala Staf Brigade III/Kian Santang dengan pangkat Mayor. Brigade ini berkedudukan di wilayah Purwakarta meliputi daerah Purwakarta dan Kerawang. Beberapa perwira tergabung dalam Brigade ini antara lain Letkol Sidik Brotoatmojo, Letkol Umar Bakhsan, Mayor Cecep Aryana Prawira, Mayor Mustafa Kamal, Letkol Sadikin, Kapten Marjono, dan lain-lain. (Disjarahdam VII/Siliwangi, 1979: 42)
Pada 1 April 1947 Brigade IV/Guntur menjelma menjadi dua Brigade yaitu Brigade I dengan komandan brigade Letkol Daan Yahya dan Kepala Staf Kapten D. Kosasih, dan Brigade II dengan Komandan Brigade Kolonel Hidayat dan Kepala Staf Letkol Askari yang kemudian digantikan oleh Mayor A.Y. Mokoginta. Ini juga menjadi jabatan kedua A.Y. Mokoginta di Corps Siliwangi.
Tahun 1947 ketika fokus Belanda sedang tertuju pada taktik diplomasinya, maka A.H. Nasution membagi Jawa Barat menjadi III Wehrkreise dari Divisi Siliwangi. Kolonel A.H. Nasution memimpin Wehrkreise I yang membawahi Garut dan Jawa Barat sebelah Barat; Wehrkreise II dipimpin oleh Kolonel Hidayat yang merupakan Komandan Brigade IV/Guntur II yang bersama-sama dengan Mayor A.Y. Mokoginta membawahi Tasikmalaya sebelah utara, Ciamis, Sumedang, Purwakarta, dan Cirebon. Wehrkreise III sendiri dipimpin oleh Letkol Sutoko yang membawahi Garut sebelah timur, Ciamis Selatan sampai perbatasan Jawa Tengah.
A.Y. Mokoginta bersama dengan Kolonel Hidayat di Wehrkreise II melakukan perlawanan di pos-pos tentara Belanda. Ini dilakukan secara serentak juga di Wehrkreise I dan II dengan taktik gerilya hingga melahirkan Perjanjian Renville. Suatu peperangan gerilya bukanlah sekedar operasi militer, bahkan bagian terbesarnya merupakan masalah pembinaan basis-basis perlawanan gerilya itu sendiri. (Disjarahdam VII/Siliwangi, 1979: 115).
Korps Reserve Umum "KRU Z"
Korps Reserve Umum "KRU Z" adalah gabungan beberapa "Brigade Siliwangi" yang melakukan hijrah ke Yograkarta sejak tanggal 4 Februari 1949 sebagai konsekuensi dari Perjanjian Renvile yang menjadi kerugian besar bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di antara poin penting dari Perjanjian Renvile adalah harus menarik TNI dari Jawa Barat dan Jawa Timur karena Belanda hanya mengakui Jawa Tengah dan Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Setelah perjanjian tersebut maka susunan Divisi Siliwangi yang nantinya akan melakukan hijrah ke Yogyakarta adalag: Brigade Siliwangi I (berkedudukan di Yogyakarta, Brigade Siliwangi II (berkedudukan di Kota Solo), Brigade Siliwangi "Tambahan" dengan Batalyon I, Batalyon II/Husinsyah, Batalyon III/Rivai, Batalyon IV/Sudarman. Brigade-brigade tersebut itulah yang kemudian masuk dalam "Korps Reserve Umum (KRU) "Z". Susunan personalia pimpinan Korps Reserve Umum (KRU) "Z) menempatkan Letnan Kolonel A.Y. Mokoginta sebagai wakil panglima setelah pada tanggal 17 September 1948 mengantikan Kolonel Gatot Subroto selaku Komandan CPM Jawa. Hal ini karena Kolonel Gatot Subroto diangkat menjadi Panglima Reserse Umum (KRU).
Susunan personalia KRU "Z" antara lain: Kolonel Dr. Mustopo (Panglima), A.Y. Mokoginta (Wakil Panglima), Letkol Daan Yahya (Kepala Staf), Mayor D. Kosasih (Kepala Seksi I), Mayor Abdul Kadir (Kepala Seksi II), Mayor Saragih (Kepala Seksi III), Mayor Suprayogi (Kepala Seksi IV) (Disjarahdam VII/Siliwangi, 1979: 127).
Panglima Teritorium Indonesia Timur