Wah berarti benar selama ini hipetesis Diko, bahwa ada yang tidak beres dari sumur tua itu.
Sayang Diko saat itu lupa membawa HP, untuk dijadikan bukti bahwa memang ada sesuatu di sumur tua itu. Diko yakin ini semua ada hubungannya dengan hilangnya Jamal.
Diko berfirkir keras, ia tidak ingin menyia-nyiakan hasil yang ia dapat malam ini. Ia ingin membuktikan pada guru dan kepala sekolah bahwa ada bukti nyata di sumur tua sekolah. Ada praktik pemujaan Setan di sana, atau apalah itu namun instinct Diko pasti ada hubungannya dengan hilangnya Jamal. Andai saja ia membawa HP malam itu.
Ia tidak ingin membiarkan momen ini berlalu begitu saja. Ia berlari menuju parkiran motor, memacu kendaraanya dengan kecepatan tinggi menuju rumah kepala sekolah. Ya, kepala sekolah harus tahu, dan harus melakukan penyelidikan ini. Ia tak pedulikan lagi suasana mencekam di sepanjang koridor yang ia lewati.
Setelah Lima menit berkendara tibalah ia di rumah pak Hamdan, sang Kepala Sekolah. Entah apa isi pembicaraan Diko dan Kepala Sekolah, namun mereka kemudian berboncengan untuk menuju kembali ke Sumur Tua.
Diko sangat bersemangat untuk membuktikan argumennya adalah benar, ada hal gaib yang menyebabkan Jamal menghilang. Bahkan Pak Hamdan sampai terseok-seok mengikuti langkah cepat Diko setelah memarkir kendaraannya.
Lampu PLN sekolah telah hidup ketika mereka tiba di sekolah. Suasana pun tidak mencekam seperti awal Diko menyambangi sekolah. Suara raungan sepeda motor anak muda tanggung yang menggelar balap liar pun semakin terdengar keras. Sama sekali tidak ada kesan menakutkan malam itu. Kelas-kelas yang tadinya terdengar bunyi suara kursi terlempar, dan meja yang terhempas pun kini semua kembali rapi.
Aneh, seperti tidak ada apapun yang terjadi. Vas bunga yang tadinya tergeletak di tempat Diko terjatuh juga sudah kembali ke tempatnya. Semua normal, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di sekolah.
"Mana Diko, mana tempat semedi yang kamu ceritakan tadi?" tanya pak Hamdan setibanya mereka di sumur tua.
"Ta..ta..tadi di sini pak. Saya tidak bohong Pak. Seratus persen, saya tidak bohong Pak. Saya berani bersumpah. Tadi ada dupa, kembang tuju warna, ada bejana, dan air kendi dari tanah. Pak Hamdan, percayalah, saya tidak bohong Pak."
Diko kaget bukan kepalang, semua yang dia lihat barusan hilang begitu saja. Tidak meninggalkan sisa. Ia kini berdiri terpaku, tak habis fikir. Kembali ia mengecewakan kepala sekolah.