Ia melangkaha dengan pasti, meski rasa takut masih menghantui. Baru satu langkah, ia berjalan, Pundak kanannya ditepuk oleh seseorang. Tangan itu masih menempel di punggung Diko. Tangan itu dingin, ia arahkan cahayan ke pundaknya, tangan putih pucat pasi. Kukunya hitam dan panjang.
Diko ragu-ragu untuk balik, karena ia tak ingin lagi melihat sosok menyeramkan seperi yang baru saja ia lihat. Namun, Diko memutuskan untuk berbalik arah, dan
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa........"
Makhluk yang tadi berbaring dan menjatuhkan Diko berteriak keras bukan kepalang. Sampai telinga Diko berdenging. Diko pun secara reflek teriak:
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..."
Wajah makhluk itu kelihatan sangat murka. Bagai wajah zombie yang menggeleng ke kanan dan ke kiri, seolah ingin menerkam Diko malam itu juga. Mulutnya pun sudah mengelurakan taring. Darah, dari pelipis matanya belum juga berhenti mengalir.
Untung saja Diko masih bisa menguasai diri. Pelan tapi pasti, Diko mulai bisa melfazkan ta'awuz dan basmallah. Lalu, secara lirih ia membaca ayat kursi, yang semakin lama-semakin ia baca dengan keras pula. Semakin keras Diko melafazkan ayat kursi, semakin pula kesakitan yang dirasa siswa berseragam misterius itu. Ia menggeliat seolah kepanasan, hingga akhirnya ia benar-benar menghilang dari pandangan Diko.
"alhamdulillah...."
Diko bernafas sedikit lega. Setidaknya ia mampu mengusir makhluk misterius yang menghantuinya. Semoga ia tidak datang mengganggu lagi.
Namun, di luar dugaan. Ruang kelas di ujung, dekat Sumur Tua gaduh sekali. Kursi terdengar dibanting, meja pun terdengar terpelanting. Suara jeritan laki-laki terdengar dari dalam kelas silih berganti. Papan tulis terdengar diketuk-ketuk. Gaduh sekali, namun, Diko sengaja abaikan semua itu. Pandanganya lurus ke depan menuju sumur tua. Ia sama sekali tak berani menoleh kelas yang dilewatinya. Ia terus berjalan, padahal sekujur tubuhnya merinding dan keluar keringat dingin.
Sesampainya di sumur, Diko terkejut. Di sana terdapat peralatan semacam tempat bersemedi. Ada tikar kecil yang di depannya ada kendi dari tanah, serta bejana dari tanah yang berisi bunga yang ia hitung berjumlah tujuh warna, ada bekas bakaran dupa atau kemenyan.