WC laki-laki sepi, tak ada petunjuk apapun. Hanya terkadang terdengar suara tetesan air dari keran yang udah usang sehingga air sedikit bocor. Bau pesing pun masih bertengger di sana.
Beda dengan WC perempuan, nyaris tidak tercium bau. Bahkan terdapat pewangi di dalam WCnya. Mungkin, para siswa pria beranggapan bau pesing adalah aroma terapi yang tidak tertandingi. Diko hanya tersenyum simpul, melihat dua tabiat yang 100% berbeda antara murid perempuan dan laki-laki dalam memperlakukan Per-WC-an.
Diko melanjutkan perjalanan menuju sumur tua tempat di mana Juno pingsan. Tak seperti biasanya, malam itu hening sekali. Tak ada suara anak-anak muda yang biasanya memacu motor mereka untuk balapan liar. Padahal ketika benar-benar diadakan lomba balap, mereka tak pernah mau ikut serta.
Suara burung hantu pun hanya terdengar samar. Yang ada hanya suara jangkrik yang berlomba memikat daya tarik. Katak pun tak begitu bergairah untuk bernyanyi malam itu.
Namun, tiba-tiba bulu kuduk Diko berdiri. Ada hembusan angin tipis menerpa wajahnya. Diko kaget sedikit saja. Kali ini rasa penasaran ingin menemukan jawaban, mengalahkan rasa takutnya pada keadaan.
Ia juga mendengara suara langkah sepatu di belakangnya. Seperti ada sosok yang mengikuti. Diko arahkan senter ke belakang, namun tidak ada. Hanya koridor yang sedikit terang dengan lampu usang yang terpasang.
"Ah, itu hanya halusinsiku belaka."
Ia melanjutkan langkahnya, saat sampai di kantor guru, tepatnya di tangga ia melihat kelebatan sosok laki-laki berseragam OSIS. Tidak begitu jelas, karena, tiba-tiba lampu senternya mati. Sialnya, PLNpun tiba-tiba ikut mati.
"deg..deg..deg..deg..deg..deg.."
Tiba-tiba dada DIko berdebar. Gelap sekali di sekolah, lampu senter entah mengapa tiba-tiba tak mau berfungsi. Padahal seingat Diko baru satu minggu battery senter diganti baru.
Diko menghibur diri, mencoba memotivasi diri agar tetap berani. Namun, kadang situasi yang gelap di tambah sosok yang tadi ia lihat samar, kini menghilang dalam kegelapan.