Dilematika MOBIL SIAGA seperti diceritakan di awal kiranya menjadi era baru mengetuk kesadaran para orang hebat untuk memberi contoh kepada bawahannya untuk menggunakan barang yang dibeli dengan uang rakyat itu sebagaibagaimana mestinya.Â
Keteladanan pejabat yang lebih tinggi sangat diperlukan dalam penggunaan MOBIL SIAGA yang diperuntukkan untuk desa diterima oleh Kepala Desa/Kuwu. Â
Kepala wilayah terkecil pilihan rakyat, Â tidak ber-eselon. Â Kalaupun dipaksa mencari benang merahnya, selajur dengan Kepala Kelurahan, setinggi-tingginya Eselon IV/a. Â Â Â
Ketika pemegang mobil dinas lainnya yang semestinya ber-eselon lebih tinggi, masih sering aktif bolak-balik mengantar anak sekolah, parkir di pusat perbelanjaan, tengah malam masih di parkiran bioskop, nongkrong di tempat hiburan malam, dan berbagai penggunaan yang diluar dinas. Â
Maka tak terlalu merasa salah juga mereka kalau menggunakan MOBIL SIAGA untuk hal yang sama. Â Walaupun sangat keliru tetapi tetap berdalih, "Dicontohkannya begiitu kok!"
Tentu tidak perlu masyarakat harus memberi kuliah kepada para pejabat tentang kendaraan yang dipinjamkannya. Â Atau sekedar menempelkan stiker yang mengingatkan mereka bahwa MOBIL INI MILIK RAKYAT.
Plat merah, semua sudah mengerti bahwa itu adalah mobil rakyat yang semestinya digunakan untuk melayani rakyat dan pemakainya tahu benar kalau setinggi-tingginya jabatan dia sekarang, sesungguhnya dirinya tetaplah rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H