Mohon tunggu...
Dinoto Indramayu
Dinoto Indramayu Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, belajar dan belajar....

Setiap saat saya mencoba merangkai kata, beberapa diantaranya dihimpun di : www.segudang-cerita-tua.blogspot.com Sekarang, saya ingin mencoba merambah ke ranah yang lebih luas bersamamu, Kompasiana....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyalahgunaan Kendaraan Plat Merah

11 Januari 2018   11:26 Diperbarui: 11 Januari 2018   16:37 2411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Saat ini cukup ramai pemberitaan koran lokal terbitan Indramayu tentang pemakaian mobil plat merah yang tidak pada tempatnya.  

Di mulai dari adanya MOBIL SIAGA yang semestinya selalu siaga untuk membantu masyarakat desa yang membutuhkan tetapi parkir berlama-lama di sebuah pusat perbenajaan di kota tetangga.

Ketika debat kusir soal MOBIL SIAGA satu desa itu masih hangat, mobil ber-plat merah sejenis terparkir di halaman sebuah  tempat hiburan malam. Sangat menohok karena letaknya berada di pinggiran jalan nasional.

Sudah bukan rahasia kalau mobil bertajuk MOBIL SIAGA lengkap dengan nama DESA dan KECAMATAN dan KABUPATEN itu sering berada tidak pada tempatnya.  

Bahkan pernah secara pribadi saya melihat mobil sejenis terparkir menusuk mata di perbatasan provinsi.  Di depan warung 5 watt, pingginggiran jalan nasional yang sangat ramai.

Sebagai gambaran, saat ini memang banyak desa mempunyai MOBIL SIAGA.  Sebagian terbesar berplat hitam, mobil pribadi yang diberi tulisan sebagai MOBIL SIAGA.  

Mungkin disiapkan oleh Kepala Desa/Kuwu yang bersangkutan untuk membantu masyarakatnya yang membutuhkan.  Untuk mobil ber-plat hitam ini, masyarakat masih maklum kalau pada saat tertentu digunakan untuk kepentingan pribadi pemiliknya.

MOBIL SIAGA yang jadi pembicaraan publik saat ini adalah mobil dinas yang diberikan kepada beberapa desa atas prestasi tertentu.  Mohon maaf, saya tidak tahu pasti prestasi seperti apa yang menjadi alasan mereka mendapatkan mobil baru ber-plat merah.

Kritik terhadap pemakaian MOBIL SIAGA yang tidak pada tempatnya ini akhirnya berkembang kepada mobil milik rakyat lainnya.  Kata mereka,  "Sangat tidak adil hanya menghukum MOBIL SIAGA saja.  Sementara mobil dinas, mobil plat merah lainnya lepas dari pengamatan."

Soal plat merah yang dihitamkan, diganti plat hitam seperti mobil pribadi salah satunya.  Saya jadi ingat tahun 1997 ketika demo reformasi masih sering terjadi.  

Dua puluh tahun yang lalu, tiba-tiba mobil dinas berubah jadi ber-plat hitam.  Huruf di depan tetap, angka berubah menjadi empat digit, dua huruf akhir merupakan inisial provinsi.

Alasan waktu itu adalah demi keamanan, mengingat plat merah jadi incaran demonstran.  Pemakai mobil itu pun menjelaskan kalau plat nomor itu merupakan nomor resmi, nomor rahasia.  Lengkap juga disertai dengan STNK nomor yang sama.

Sebelum mendapatkan penjelasan yang pasti soal itu, fenomena penggantian plat nomor itupun berakhir.  Kembali kepada nomor yang lama, nomor bagus yang cukup satu digit.  Plat merah!

Oleh karena itu, menjadi pengalaman baru ketika harus menjumpai plat nomor dengan warna lain.  Okey lah kalau platnya berwarna putih, bisa tulisannya hitam atau merah.  Sudah biasa.  Tetapi kalau ada plat coklat-tua?

Dengan plat nomor coklat-tua, mata lamur akan melihatnya merah saat siang atau benderang.  Malam hari?  Hitam!!!  Kenapa demikian ya?  

Normalnya, kalau memang kendaraan milik rakyat ini hanya digunakan untuk kepentingan dinas maka tidak perlu melakukan hal yang tidak semestinya seperti ini.  Repot-repot bikin plat nomor dengan warna baru....

Lebih hebat lagi, banyak mobil milik rakyat yang dengan alasan pribadi berubah menjadi milik pribadi.  Tidak jarang mobil yang sama suatu saat berplat merah, di lain waktu ganti nomor.  Bukan alasan demi keamanan seperti dua piuluh tahun yang lalu.

Ingat dilematika subsidi?  Ketika mobil ber-plat merah tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi?  Tidak sedikit pejabat tinggi yang turun pangkat menjadi tukang bengkel, mencongkal-cangkel mur dan baut, hingga mengganti plat merahnya dengan si hitam demi mendapatkan premium yang digadang-gadang hanya untuk orang miskin.

Ada juga yang merancang tempat plat nomornya sedemikian rupa sehingga menjadi sangat mudah untuk bongkar pasang.  Jadi tidak perlu lepas jabatan, berganti senjata dari pena menjadi obeng.  

Benarkah kebiasaan ini berhenti setelah dilematika subsidi berakhir?  Saat pertalit menjadi BBM alternative?  Alhamdulillah jika memang ya.  Tetapi ternyata tidak demikian adanya.  Masih ada mobil milik rakyat dipakai pejabat lewat dengan plat yang tidak semestinya. 

Sebagian mobil rakyat yang mestinya ber-plat merah ini pun lebih pintar.  Bukan hanya ganti plat nomor tetapi juga warnanya menjadi tidak sesuai dengan apa yang ada di STNK dan BPKB.  Soal penggunaan sudah pasti makin jauh dari rencana awal pembelian aset pemerintah itu.

Pada akhirnya kita kembali ke adegium lama, "Ikan busuk dari kepalanya....!"

Dilematika MOBIL SIAGA seperti diceritakan di awal kiranya menjadi era baru mengetuk kesadaran para orang hebat untuk memberi contoh kepada bawahannya untuk menggunakan barang yang dibeli dengan uang rakyat itu sebagaibagaimana mestinya. 

Keteladanan pejabat yang lebih tinggi sangat diperlukan dalam penggunaan MOBIL SIAGA yang diperuntukkan untuk desa diterima oleh Kepala Desa/Kuwu.  

Kepala wilayah terkecil pilihan rakyat,  tidak ber-eselon.  Kalaupun dipaksa mencari benang merahnya, selajur dengan Kepala Kelurahan, setinggi-tingginya Eselon IV/a.     

Ketika pemegang mobil dinas lainnya yang semestinya ber-eselon lebih tinggi, masih sering aktif bolak-balik mengantar anak sekolah, parkir di pusat perbelanjaan, tengah malam masih di parkiran bioskop, nongkrong di tempat hiburan malam, dan berbagai penggunaan yang diluar dinas.  

Maka tak terlalu merasa salah juga mereka kalau menggunakan MOBIL SIAGA untuk hal yang sama.  Walaupun sangat keliru tetapi tetap berdalih, "Dicontohkannya begiitu kok!"

Tentu tidak perlu masyarakat harus memberi kuliah kepada para pejabat tentang kendaraan yang dipinjamkannya.  Atau sekedar menempelkan stiker yang mengingatkan mereka bahwa MOBIL INI MILIK RAKYAT.

Plat merah, semua sudah mengerti bahwa itu adalah mobil rakyat yang semestinya digunakan untuk melayani rakyat dan pemakainya tahu benar kalau setinggi-tingginya jabatan dia sekarang, sesungguhnya dirinya tetaplah rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun