Mohon tunggu...
Dini Rusmiati
Dini Rusmiati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jika kau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis." (Imam Al-Gazali)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lintang Jingga Part 1

27 Oktober 2024   17:30 Diperbarui: 27 Oktober 2024   17:30 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore ini suasana di Alun-alun Kota begitu sangat ramai, banyak anak-anak yang bermain, banyak penjual dan pengunjung yang berdatangan. Seorang gadis tengah duduh di salah satu bangku di tengah-tengah keramaian tersebut. Pandangannya lurus ke depan sejajar dengan tulisan Kota Intan yang cukup besar. Angin sore meniup jilbab panjangnya yang berwarna khaki dipadukan dengan gamis abaya berwarna hitam polos. Matanya terpejam, bulu matanya yang lentik cukup terlihat meski dari jarak yang cukup jauh. Beberapa detik kemudian dia membuka matanya, senyuman manisnya memperlihatkan ketulusan hatinya.

Diam beberapa menit, bulir bening berhasil keluar dari kelopak matanya. Hati manusia tidak ada yang tahu, termasuk dengan perasaan yang dialami oleh gadis pemilik nama Jingga Savana Alkhaira.

"Lintang aku hanya merindukanmu," lirihnya.

***

Tepat pukul 16.00 WIB gadis bernama Jingga Savana Alkhaira yang lebih familiar disapa Savana itu menerima pesan melalui WhatsApp dari Alkhalifi Zikri Hamizan, teman kuliahnya.

"Assalamualaikum, di mana?"

Tanpa basa-basi laki-laki itu mengirimkan pesan dan bertanya keberadaan Savana.

"Waalaikumsalam, di rumah," jawab singkat dari Savana.

Savana memang terkesan lebih cuek dan memiliki sifat dingin, karakternya cukup berbeda dari perempuan yang lain. Hal tersebutlah yang membuat Zikri merasakan perasaan yang berbeda untuk gadis tersebut.

Savana memiliki tempat tersendiri di hati Zikri, meskipun status mereka hanya sebatas teman. Savana sendiri yang membuat batasan tersebut. Karena menurutnya, love yourself before love someone else, itu lebih penting untuk saat ini.

Zikri memang belum pernah mengutarakan perasaannya kepada Savana, tetapi laki-laki itu sering memperlihatkan perhatiannya kepada Savana. Perhatian itulah yang membuat Savana agar membuat boundaries di antara mereka. Selain itu, Savana cukup tahu karakter Zikri yang badboy, meskipun terlihat cuek dan dingin, flat seperti patung, tapi dia pernah beberapa kali membuat perasaan perempuan sakit hati.

Alasan tersebut yang membuat Savana mem-blacklist Zikri dari kandidat cowok idaman. Dirinya tidak mau menjadi korban selanjutnya. Jadi, Zikri dan Savana cukup berteman meskipun tanpa disadari keduanya saling memberikan perhatian.

"What are your activities today?" Zikri kembali mengirimkan pesan kepada Savana, bertanya kegiatan apa saja yang gadis itu lakukan di hari weekend ini.

"I didn't do anything this week." Jawaban singkat dari Savana membuat Zikri menjadi lebih gencar untuk mengajak Savana berbicara melalui telpon.

"I call you."

Tidak alam kemudian panggilan dari Zikri masuk, membuat Savana menghela nafas panjang dan memutar bola matanya malas.

"Ishhh si Hamizan mau ngapain sih, lagi males ngobrol tau," monolognya.

Hamizan adalah panggilan khusus Savana kepada Zikri. Nama tersebut diambil dari nama belakangnya. Bukan tanpa alasan, dia memanggil nama Hamizan karena seenaknya saja laki-laki itu suka mengganti-ganti namanya dengan nama yang berbeda ketika mereka pergi ke suatu tempat. Entah alasan apa yang membuatnya seperti itu, bahkan hal yang paling aneh menurut Savana, ketika mereka memesan makanan di luar, Zikri yang akan membayar makanan tersebut, tetapi laki-laki itu tidak memperkenalkan namanya, melainkan dengan nama asing yang menurut Savana tidak masuk akal. Namun, sangat unik dan lucu.

"Hallo, ada keperluan apa sehingga Anda menelpon saya?" ucap Savana dengan nada bicara yang dibuat seformal mungkin.

Di sana Zikri tengah tertawa ringan mendengar Savana berkata-kata dengan nada seperti CS perempuan di Banker.

"Baru pulang kan, elo?" ucap Zikri tiba-tiba, seolah-olah Zikri tahu jika Savana memang baru sampai di rumahnya setelah dari Alun-alun Kota Intan.

"Cenayang elo." Savana tahu jika Zikri memang mengetahuinya, tanpa penjelasan ulang. Sebab, tadi sebelum berangkat ke luar, Savana sempat bertukar pesan dengan Zikri, dia bilang bahwa hari ini akan berkunjung ke Perpustakaan dan setelahnya akan ke Alun-alun.

"Gue lihat elo, nangis tadi."

Skakmat, dia tidak tahu laki-laki ini mengetahuinya dari mana. Savana terdiam sebentar tanpa menanggapi ucapan Zikri di sana.

Kilas masa lalu kembali hadir di pikirannya, membuat perasaan itu kembali menyeruak. Hal yang selama ini dia sesali kembali menghantui pikirannya.

"Sorry, gue pengen ngobrol aja sama elo. Malam ini bisa ke luar, nggak?"

Savana menetralkan perasaannya, dia menutupi semua kesedihannya. Dia tidak mau ada orang lain tahu jika dia cukup rapuh untuk berusaha sembuh dari rasa sakit kehilangan orang yang dia sayang. Lima tahun bukan waktu yang sebentar.

"Sudah Sav... kamu jangan kayak gini, kamu harus percaya langit akan selalu terlihat indah di kala malam meski tanpa terang dari baskara yang telah hilang tenggelam." Savana meyakinkan dirinya sebelum dia mengiyakan ajakan Zikri untuk bertemu malam ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun