"Aku ceritain ya…"
Yupiter membawaku ke taman di luar gedung pertemuan itu. Saat itu, langit mulai kehilangan cahaya dari bintangnya, matahari. Namun dengan segera bintang-bintang lain menghiasinya.
Yupiter berbisik, "Aku adalah seorang anak yang pemurung. Hari-hariku tak ada yang seindah pelangi. Begitu indah berwarna-warni. Aku adalah hitam. Seperti malam yang dingin. Aku bisu. Temanku adalah bintang-bintang dan segala yang dapat kulihat di angkasa… tapi, coba lihat di langit yang gelap ada rembulan, di langit yang gelap ada bintang-bintang. Mereka semua bertepuk tangan…"
"dengarkan semua bintang bertepuk tangan. Meriah sekali… lihat rembulan! Tersenyum lebar, bahagia."
Aku menangis saat itu juga. Seolah-olah semua duka yang ada di hatiku telat sirna, kelar bersama kata-kata Yupiter.
"Kamu kira itu isi hatimu?" Tanya Yupiter.
"Ya, kamu membacanya…"
"Aku membacanya tapi bukan di surat kabar itu. Aku membacanya di hatiku." Jawabnya tegas. "Aku tahu kamu kesepian, Asti. Aku akan menjadi Yupiter dan Andrastea, silakan kamu mengorbit bersamaku."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H