REVIEW BOOK
Judul       : Pengantar Hukum Asuransi di Indonesia
Penulis     : Muhammad Ramli Haba dan Sri Handayani
Penerbit    : Scopindo Media Pustaka
Terbit      : 2020
Cetakan    : Pertama, November 2020
Pereviewer  : Dina Listiana  (202111012)
Buku tulisan Muhammad Ramli Haba dan Sri Handayani (selanjutnya penulis) yang berjudul "Pengantar Hukum Asuransi di Indonesia" mendiskripsikan secara lengkap dan rinci tentang hukum yang mengatur tentang asuransi di Indonesia, mulai dari sejarahnya, eksistensi perundang-undangan, objek asuransi, perjanjian asuransi, resiko, evenemen dan ganti rugi, jenis asuransi serta asuransi syariah. Masalah hukum asuransi memang sangat penting, karena asuransi termasuk payung hukum bagi setiap manusia.
Untuk memudahkan bagi pembaca, secara sistematis penulis membagi kajian buku Pengantar Hukum Asuransi di Indonesia tersebut menjadi 9 (sembilan) Bab (Hlm: 214). Terkesan memang sangat padat, tetapi hal itu dimaksudkan oleh penulisnya agar dapat memberikan informasi yang lengkap dan terperinci, sehubungan dengan hukum asuransi di Indonesia.
BAB I: Pengantar Hukum Asuransi
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya tersebut, maka adanya asuransi mutlak diperlukan oleh pihak Belanda. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan.
Istilah asuransi berasal dari bahasa latin, yaitu assuraeur yang berarti penanggung keduanya berasal dari perbendaharaan bahasa belanda. Sedangkan dalam bahasa belanda istilah pertanggungan dapat diterjemahkan menjadi insurance (menanggung segala sesuatu yang pasti terjadi) dan assurance (pertanggungan yang berkaitan dengan masalah jiwa seseorang. Asuransi adalah usaha untuk mengurangi ketidakpastian pada pihak-pihak tertentu melalui pengalihan risiko-risiko tertentu kepada pihak lain yang berjanji untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung, meskipun sebagian atas kerugian finansial yang menimpanya.
Dasar-dasar perasuransian di Indonesia sendiri diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD Terdapat Dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774 KUHPerdata. Untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD.
Peraturan asuransi di atur dalam perundangan-undangan yang digunakan sebagai dasar acuan pembinaan dan pengawasan atas usaha perasuransian di Indonesia saat ini, antara lain: UU no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian; PP no.73 tahun 2002 tentang usaha perasuransian; Keputusan menteri keuangan (Nomor 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi; No.224/KNE.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi; No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asurasni dan Reasuransi; No 226/CMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi).
Tujuan asuransi sendiri ada dua, yaitu pengalihan risiko dan pembayaran ganti rugi. Sedangkan,untuk manfaat asuransi antara lain, yaitu: memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak; meningkatkan efisiensi; transfer resiko; pemerataan biaya; dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang; sebagai tabungan; dan menutup loss of earning power seseorang atau badan usaha.
Sebagaimana pengertian asuransi yang ditunjukkan dalam pasal 246 KUHP dan pasal 1 UU No. 2 Th. 1992 tentang perasuransian, maka usaha asuransi ditegakkan di atas prinsip-prinsip sebagai berikut: Prinsiple of Insurable Interest; Prinsiple of Utmost Good Faith; Prinsiple of Indemnity (Dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung); Principle of Subrogation; Prinsiple of Proximate Cause; dan Prinsiple of Contribution.
Pembagian jenis-jenis asuransi digolongkan menjadi beberapa bagian. Yang pertama, pergolongan secara yuridis (asuransi terhadap kebakaran, bahaya hasil-hasil pertanian, kematian orang, bahaya di laut dan perbudakan, bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai; asuransi kerugian, dan asuransi jumlah). Kedua, penggolongan berdasarkan ada tidaknya kehendak bebas para pihak, dibedakan menjadi dua antara lain: asuransi sukarela (voluntary insurance) dan asuransi wajib (compulsory insurance). Ketiga, penggolongan berdasarkan tujuan, dibedakan menjadi dua yaitu: asuransi komersial (commercial insurance) dan asuransi sosial.
Subjek dalam peranjian asuransi adalah pihak-pihak yang bertindak aktif yang mengamalkan perjanjian itu, yaiut pihak tertanggung (pihak yang mengalihkan risiko kepada pihak lain dengan membayarkan sejumlah premi); pihak penanggung (pihak yang menerima pengalihan risiko dimana dengan mendapat premi, berjanji mengganti kerugian yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak terduga yang mengakibatkan kerugian tertanggung); dan pihak-pihak yang berperan sebagai penunjang perusahaan X asuransi.
BAB II: Asuransi (Usaha dan Perusahaan, Penyelenggara  Usaha, Pembinaan dan Pengawasan, Sanksi Administrasi dan Pidana)
Usaha asuransi di Indonesia diatur dalam UU No. 2/1992 yang mengatur mulai dari pengertian, jenis, izin usaha, kepemilikan perusahaan perasuransian hingga pembinaan dan pengawasan terhadap usaha asuransi. Sedangkan, jumlah modal perusahaan perasuransian ditentukan dalam pasal 6 PP No. 73/1992.
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi.
BAB III: Objek Asuransi (Jenis, Jumlah, Nilai dan Preminya)
Benda yang dapat diasuransikan dibedakan menjadi dua, yang pertama benda. Syarat benda sendiri yakni benda tersebut diancam bahaya, benda berwujud, dapat dinilai dengan uang, benda tersebut dapat rusak dan berkurang nilainya. Kedua, pokok pertanggungan (hak subjektif seseorang dan termasuk tidak berwujud), syaratnya yaitu benda tersebut diancam biaya, dapat dinilai dengan uang dan benda dapat rusak/hilang.
Jumlah yang dapat diasuransikan identik dengan jumlah maksimal ganti rugi yang diterima, ganti rugi tidak mungkin tinggi dari jumlah pertanggungan. Ada 3 hal yang mengetahui jumlah yaitu apakah pertanggungan dibawah, sama / diatas nilai benda per tanggungan. Selain itu, juga diatur di KUHD pasal 253 ayat 1 dan 2.
Sehubungan dengan nilai yang dapat diasuransikan, maka dapat dibedakan menjadi 4 kemungkinan yaitu asuransi dengan nilai penuh, diatas harga / lebih, dibawah harga dan asuransi ganda. Nilai benda pertanggungan tidak disebutkan dalam KUHD dan tidak harus disebutkan. Lalu, untuk patokan para pihak dalam menentukan nilai benda bisa dilihat berdasarkan keadaan benda dan tujuan benda.
Premi didalam asuransi yaitu sebagai suatu prestasi dari pihak tertanggung kepada penanggung. Perusahaan pertanggungan akan menentukan besarnya premi itu dengan pertimbangan-pertimbangan yang dihubungkan dengan jumlah yang dipertanggungkan. Apabila premi tidak dibayar pada waktunya maka penanggung dapat meminta pemecahan dari peranjian pertanggungan itu seperti yang ditentukan oleh pasal 1266 KUH Perdata.
BAB IV: Perjanjian Asuransi (Prinsip-Prinsip, Syarat-Syarat, Proses Terjadi dan Polis Bukti, Kewajiban Pemberitahuan)
Suatu perjanjian akan melahirkan hak dan kewajiban. Secara umum prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan menjadi 5 yaitu: prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan, prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab, prinsip tanggung jawab mutlak dan prinsip tanggung jawab dengan pembatasan. Syarat-syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPdt yaitu: kesepakatan dan kewenangan. Syarat tersebut merupakan syarat subjektif.
Untuk menyatakan sebuah perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak terdapat 2 teori perjanjian yaitu: teori tawar menawar (bargaining theory) dan teori penerimaan (acceptance theory). Sedangkan, apa saja yang termuat didalam polis asuransi diatur dalam Pasal 259 KUHD.
BAB V: Resiko, Evenem dan Ganti Rugi
Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Didalam perasuransian risiko diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya kerugian. Risiko sendiri dibedakan menjadi 3 yaitu risiko murni, spekulatif dan individu.
Evenemen adalah peristiwa yang diadopsi dari bahasa belanda evenemen, yang berarti peristiwa tidak pasti. Evenemen atau peristiwa tidak pasti adalah peristiwa terhadap mana asuransi diadakan, tidak dapat diapstikan teradi tidak diharapkan kembali. Ciri-ciri evemen antara lain yaitu: peristiwa yang teradi itu menimbulkan kerugian; terjadinya tidak diketahui atau tidak dapat diprediksi; berasal dari faktor ekonomi, alam dan manusia; kerugian terhadap diri, kekayaan dan tanggung jawab seseorang. Peristiwa-peristiwa apa saja yang dapat digolongkan dalam pengertian evenemen tergantung pada jenis asuransi yang diadakan.
Ganti kerugian akiban evenemen berdasarkan teori kausalitas yaitu peristiwa dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal, artinya dengan terjadinya peristiwa itu, maka timbul pula kerugian. Sedangkan, Ganti kerugian akiban evenemen berdasarkan kerugian yang diganti ialah tidak setiap kerugian akibat evenemen harus mendapa ganti kerugian, hanya evenemen yang ditanggung oleh penanggung dan dicantumkan dalam polis dan kerugian itu timbul karena evenemen yang terjadi yang dinyatakan dalam polis, atau evenemen yang terjadi dan kerugian yang timbul ada hubungan kausal (sebab-akibat) yang akan diganyi kerugian oleh penanggung.
Asas keseimbangan merupakan asas penting karena risikko yang dialihkan kepada penanggung diimbangi dengan jumlah premi yang dibayar oleh tertanggung. Kedua pihak yang mengadakan asuransi tetap harus berprestasi secara timbal balik. Kerugian yang harus diganti seimbang dengan risiko yang ditanggung oleh penanggung. Yang pertama, Â asas keseimbangan nemo plus ialah tidak menerima apa yang menjadi hak dan tidak memberi melebihi apa yang menjadi kewajiban. Kedua, asas keseimbangan dalam KUHD, didalam KUHD sendiri tidak ada pasal yang menyatakan dengan tegas memuat asas keseimbangan.
BAB VI: Asuransi Rangkap dan Reasuransi
Asuransi rangap ialah asuransi atas suatu benda yang sama, evenemen yang sama dan dalam waktu yang sama diadakan beberapa asuransi. Pelarangan asuransi rangkap adalah apabila asuransi pertama sudah diadakan dengan nilai penuh. Namun, dalam pasal 277 KUHD menentukan, jika pada perjanjian pertama benda tersebut belum diasuransikan secara penuh maka tertanggung dapat mengasuransikannya dan asuransi tersebut kemudian tetap mengikat sebesar nilai sisanya. Tujuan adanya pelarangan praktik asuransi rangkap ini ditentukan di dalam pasal 252 KUHD.
Reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atas sebagian atau keseluruhan risiko yang telah atau tidak dapat ditanggung kembali oleh perusahaan asuransi. Peranan asuransi diatur dalam PP No. 73/1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Dasar perasuransian dibagi menjadi 2 yakni perusahaan reasuransi profesional (Profesional Reinsurer) dan perusahaan reasuransi nonprofesional.
BAB VII: Asuransi Kerugian
Asuransi kerugian dibagi menjadi 3, antara lain yaitu:
Pertama, Asuransi Kebakaran; Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-298 KUHD. Pengaturan ini sangat sederhana sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan asuransi sekarang. Karena pengaturanya sangat sederhana, maka perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung yang dituangkan dalam polis mempunyai fungsi penting dalam praktik asuransi kebakaran.
Kedua, Asuransi Laut; Asuransi laut merupakan salah satu asuransi kerugian yang diatur secara lengkap dalam KUHD. Berkembangnya asuransi laut karena pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui laut yang penuh dengan ancaman bahaya laut. Asuransi laut diatur dalam: (1) Buku 1 Bab IX pasal 246-286 KUHD tentang asuransi pada umumnya sejauh tidak diatur dengan ketentuan khusus. (2) Buku II Bab IX pasal 592-685 tentang asuransi bahaya laut, dan Bab X Pasal 686-695 KUHD tentang asuransi bahaya sungai dan periran pedalaman. (3) Buku II Bab XI Pasal 709-721 KUHD tentang avarai. (4) Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang berakhirnya perikatan dalam perdagangan laut.
Ketiga, Asuransi Kendaraan Bermotor; Tidak seperti asuransi kebakaran yang mendapat pengaturan khusus dalam KUHD, asuransi kendaraan bermotor adalah asuransi kerugian yang tidak mendapat pengaturan khusus dalam KUHD. Karena tidak mendapat pengaturan khusus, maka semua ketentuan umum asuransi kerugian dalam KUHD berlaku terhadap asuransi kendaraan bermotor. Disamping ketentuan umum mengenai asuransi kerugian, kesepakatan bebas yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis, menjadi dasar hubungan asuransi kendaraan bermotor antara tertanggung dan penanggung. Polis ditandatangani oleh penanggung dan menjadi alat bukti tertulis bagi kedua pihak untuk memenuhi kewajiban dan memperoleh hak secara timbal balik.
BAB VIII: Â Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial tak terduga yang disebabkan karena meninggalnya terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Risiko yang dihadapi di asuransi jiwa ada dua yaitu risiko kematian dan hidup seseorang terlalu lama. Tujuan utama dari lembaga asuransi jiwa ialah untuk menanggung atau menjamin seseorang terhadap kerugian-kerugian finansial. Ketentuan tentang syarat izin usaha asuransi jiwa diatur dalam paket delegasi pada 20 Desember 1988, berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan RI No. 1250/K.M.K.0133/1988.
Bentuk dan isi polis asuransi jiwa diatur dalam Pasal 255, 304 dan 305 KUHD. Berdasarkan pasal 304 KUHD polis tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen. Tetapi, berdasarkan pasal 256 ayat (1) KUHD polis mengharuskan pencantuman bahaya-bahaya yang menajdi beban penanggung. Sedangkan berakhirnya asuransi jiwa dikarenakan terjadinya evenemen, jangka waktu berakhir, asuransi gugur dan karena asuransi dibatalkan.
BAB IX: Jenis-Jenis Asuransi Sosial
        Asuransi sosial tumbuh dan berkembang sebagai sarana yang dibutuhkan masyarakat disampinga asuransi komersial disebabkan makin bertambahnya masalah-masalah sosial. Jenis-jenis asuransi sosial sendiri dibagi menjadi 6 yaitu:
Pertama, Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (ASKEL), asuransi ini termasuk asuransi wajib (compulsory insurance). Dasar hukum pelaksanaan asuransi ini ialah UU No. 34/1964 jo PP No. 18/1965 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Untuk sumbangan wajib dan santunannya diatur dalam Menteri Keuangan RI No. 36/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Sedangkan, Untuk iuran wajib dan santunannya diatur dalam Menteri Keuangan RI No. 36/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Kedua, Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (ASKEP) diatur dalam UU No. 33/1964 jo PP No. 1/1965.
Ketiga, Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPENS) atau sering disebut dana tabungan atau suatu asuransi semacam asuransi dwiguna yang memberikan jaminan pada saat seseorang itu pensiun maupun membayarkan haknya kepada ahli warisnya dimana peserta itu meninggal dunia. Aspens diatur dalam PP No. 25/1981 tentang Aspens. Lembaran Negara No. 37/1981 yang mulai berlaku 30 Juli 1981. PP ini merupakan salah satu peraturan pelaksanaan dari UU No. 11/1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai. Lembaran Negara No. 42/1969 berlaku sejak tanggal diundangkan dan berlaku surut sejak 1 November 1966. PP ini secara teknis dilaksanakan dengan Kepmenkeu No. 45/KMK.013/1992 tentang Besarnya Tunjangan Hari Tua dan Asuransi Kematian PNS.
Keempat, Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) ialah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi kepada perusahaan untuk keselamatan kerja. Macam-macam tentang pembayaran ganti rugi meliputi pengobatan, hari libur, masa gangguan dan pembayaran tunjangan keluarga.
Kelima, Asuransi Sosial ABRI (ASABRI) ialah suatu jaminan sosial bagi prajurit ABRI dan PNS Dephankam-ABRI yang memberikan perlindungan terhadap risiko karena berkurang / hilangnya penghasilan prajurit ABRI dan PNS yang bersangkutan yang dilaksanakan secara wajib berdasarkan PP No. 67/1991 Pasal 1 angka 4.
Keenam, Asuransi Sosial Kesehatan. Jaminan Kesehatan Sosial (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
BAB X: Asuransi Syariah
Asuransi syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Asuransi ini disebut juga asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu. Prinsip asuransi ini meliputi ta'awun, tidak bersifat mu'awadhoh tetapi tabarru' / mudhorobah, tabarru' sama dengan hibah jadi haram hukumnya apabila ditarik kembali, dan terhindar dari maysir, riba dan maghrib. Dasar hukum asuransi syariah terdapat dalam Q.S Yusuf: 43-49, Q.S Al-Baqarah: 188 dan Q.S Al Hasyr: 18.
Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional terleta pada akad, gharar (ketidakjelasan), tabarru dan tabungan, maisir (judi), riba, dana hangus, konsep taawun dalam Asuransi Syariah dan DPS. Asuransi syariah sendiri dibedakan menjadi 3 yakni takaful individu, takaful group dan takaful umum. Produk asuransi syariah terdiri dari asuransi jiwa murni (al khairat), asuransi jiwa + kesehatan (falah) dan asuransi takaful keluarga (ATK).
Terkesan dalam pemaparan wacana tentang hukum asuransi di Indonesia, penulis berkeinginan menyampaikan secara jelas, tuntas, lengkap dan rinci. Hal ini dapat dilihat dari daftar isinya yang sangat padat. Di satu sisi para pembaca akan mendapatkan informasi yang sangat komprehensif tetapi di sisi lain, para pembaca dipaksa untuk mengkerutkan dahi agar lebih cepat paham terhadap isinya yang bahasanya tidak mudah dipahami dan berkesan belibet serta tanda baca yang kurang tepat. Mungkin dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk cetakan selanjutnya agar memperbaiki penulisannya. Hal ini penting mengingat permasalahan asuransi menyangkut kepentingan bagi masyarakat luas. Sehingga buku ini bukan hanya dikhususkan bagi mereka yang berlatar belakang pendidikan hukum saja.
Terlepas dari masalah teknis, lay out buku ini perlu diperbaiki agar lebih menarik. Selain itu, dalam rangka pengayaan dan penyempurnaan buku ini pada edisi selanjutnya, mungkin layak untuk dipertimbangkan penambahan ilustrasi dari produk-produk asuransi itu sendiri. Yang lebih penting buku ini baik dan layak di baca serta dijadikan referensi oleh para mahasiswa, dosen, praktisi hukum, pemerhati pemikiran hukum dan masyarakat luas yang berkecimpung di bidang hukum asuransi agar dapat menjadi rujukan dalam menjawab berbagai persoalan yang timbul karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi (Dina Listiana).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H